Apindo Jabar Sebut Perubahan UMSK Bawa Dampak Buruk dan Cacat Hukum
Ketua Apindo Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik menyayangkan bahwa sektor padat karya dimasukkan ke dalam salah satu sektor di SK UMSK.
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 561.7/Kep.838-Kesra/2024 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.802-Kesra/2024 terkait Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Jawa Barat Tahun 2025.
Ketua Apindo Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik menyayangkan bahwa sektor padat karya dimasukkan ke dalam salah satu sektor di SK UMSK.
Padahal, kata Ning, sektor ini melibatkan banyak tenaga kerja dan sangat rentan terhadap perubahan upah.
"Di tengah situasi sulit saat ini, kebijakan yang memberatkan sektor padat karya dapat mengancam keberlangsungan usaha dan lapangan kerja. Padahal, Pak Presiden telah menekankan pentingnya penyelamatan sektor ini sebagai pilar ekonomi nasional," kata Ning, Senin (6/1/2025).
Ning menjelaskan meskipun padat karya yang dimaksud dalam SK ini hanyalah padat karya untuk perusahaan multinasional, yang merupakan perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara.
Ini berbeda dengan perusahaan penanaman modal asing (PMA), yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing, juga berbeda dengan perusahaan internasional, yang beroperasi di Indonesia tetapi melakukan ekspor produk ke berbagai negara.
"Misalnya perusahaan yang memproduksi merek-merek internasional seperti New Balance, Nike, Adidas tidak serta-merta dianggap multinasional, kecuali perusahaannya terdapat di berbagai negara. Hal ini menunjukkan bahwa definisi perusahaan multinasional bergantung pada perusahaannya, bukan merek atau produknya," ujarnya.
Ning mengingatkan bahwa dunia usaha saat ini menghadapi banyak tantangan, seperti penurunan pesanan dan persaingan yang semakin ketat.
Dalam SK ini, disebutkan bahwa UMSK hanya berlaku bagi perusahaan yang mampu membayarnya.
Jika perusahaan tidak mampu, maka dapat dilakukan perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja sesuai ketentuan yang disebutkan dalam Diktum Kedua-A SK Gubernur Jawa Barat tentang UMSK.
"Perubahan SK Gubernur terkait UMSK membawa dampak buruk bagi Jawa Barat. Perubahan ini menciptakan ketidakpastian hukum yang mengikis kepercayaan investor dan mengurangi daya tarik Jawa Barat sebagai destinasi investasi."
"Perubahan akibat tekanan pihak tertentu menjadi preseden buruk di masa mendatang, menunjukkan regulasi dibuat bukan berdasarkan prinsip hukum dan keadilan, melainkan pengaruh eksternal, yang melemahkan wibawa pemerintah dan mengurangi legitimasi regulasi yang diterbitkan," paparnya.
Selain itu juga ketidakpastian ini mendorong relokasi perusahaan ke provinsi lain atau bahkan negara lain yang dianggap lebih stabil dan ramah terhadap investasi, sehingga dapat memicu gelombang PHK di Jawa Barat dan akan memperburuk tingkat pengangguran di Jawa Barat yang saat ini sudah ada di posisi tertinggi secara nasional.
Ning menilai SK tersebut cacat hukum karena melanggar aturan yang ada di Permenaker No 16 tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025.
Pemprov Jabar Belum Lunasi Lahan Pengganti SMAN 2 Cianjur Sejak 2017, DPRD Pastikan Dilakukan 2025 |
![]() |
---|
Dua Desa di Bogor Dijadikan Agunan Bank, Pemprov Jabar Mengadu kepada Pemerintah Pusat |
![]() |
---|
1.300 Tenaga Kerja Terlatih Asal Jabar Magang ke Jepang, Dibutuhkan 30 Ribu Pekerja Tiap Tahun |
![]() |
---|
Ratusan Siswa di Cianjur hingga Garut Keracunan Usai Santap MBG, Pemprov Jabar Minta Maaf |
![]() |
---|
Transparansi Pendapatan Daerah Provinsi Jabar Kini Bisa Dilihat di Sipandu Jawara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.