Wacana Ujian Nasional Diberlakukan Lagi, Perhimpunan Pendidik dan Guru Tolak Jika jadi Syarat Lulus

Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri meminta Kemendikdasmen tidak gegabah dalam menghidupkan kembali UN.

Editor: Ravianto
Tribun Jabar/Mumu Mujahidin
Hari kedua pelaksanaan ujian nasional, sebanyak 289 murid SMPN 1 Bojongsoang terpaksa melaksanakan Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) di Gedung Desa Tegalluar, Selasa (23/4/2019). Perhimpunan Pendidik dan Guru (P2G) menanggapi wacana penerapan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026. 

Iman mengatakan UN yang akan dikembalikan Mendikdasmen Abdul Muti seperti era Mendikbud Muhajir dapat saja diberlakukan.

Namun harus jelas tujuan, fungsi, skema, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis implementasi, dan dampaknya

"Apakah ujiannya berbasis mata pelajaran, apa saja? Empat mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran pilihan untuk SMA/SMK/MA? Atau justru semua pelajaran yang di-UN-kan?" ucap Iman.

Menurutnya, skema UN yang pernah dilakukan di SMA/SMK/MA yaitu 3 Mata Pelajaran Wajib ditambah 1 Mata Pelajaran Peminatan.

"Jelas ini mendiskriminasikan mata pelajaran wajib lainnya seperti Pendidikan Pancasila, PJOK, Seni Budaya dan Pendidikan Agama," tuturnya.

Kalau UN bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kurikulum, menurut Iman, harusnya semua mata pelajaran dalam Standar Isi yang diujikan.

Selain itu, jika UN berbasis mata pelajaran, risiko biaya akan besar. Biaya UN dulu menguras APBN sampai 500 milyar.

"APBN untuk Kemdikdasmen tahun 2025 saja hanya 33,5 triliyun. Rasanya anggaran UN yang besar itu akan mengganggu program prioritas pendidikan yang lain," tambah Iman.

P2G menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan dalam rangka pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional nasional sebagaimana perintah UU Sisdiknas.

Kemudian P2G berharap Pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Ketiga, P2G merekomendasikan agar Evaluasi Pendidikan Nasional (apapun namanya) yang akan dilaksanakan harus dilakukan secara terpadu, bersifat low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada foundational skills.

Kemendikdasmen, kata Iman, hendaknya fokus kepada evaluasi untuk pemetaan kompetensi mendasar siswa atau foundational skills, yaitu kompetensi literasi dan kompetensi numerasi.

“Memang era Nadiem hingga sekarang ini sudah diadakan Asesmen Nasional (AN), tapi banyak kelemahannya," pungkas Iman.

Kelemahan AN, adalah metodologi pengambilan sampel yang kurang valid dan reliable.

Lalu konten dan model soal AN merupakan kombinasi model soal PISA dan TIMSS. Padahal keduanya memiliki indikator penilaian yang berbeda.

AN juga dianggap menciptakan diskriminasi kepada guru dan siswa yang minim akses internet, perangkat digital, dan listrik.

Fakta lainnya, soal AN lebih sulit daripada soal PISA dan TIMSS. 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved