PPN Naik Jadi 12 Persen, Sosiolog Unpad: Berisiko Memicu Dampak Sosial dan Ekonomi yang Signifikan
Meskipun angka kenaikannya hanya 1 persen dari tarif sebelumnya, dampak dari perubahan ini akan cukup besar
Penulis: Nappisah | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sosiolog Universitas Padjadjaran (Unpad), Ari Ganjar, menilai kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen sebagai langkah yang kontroversial.
Meskipun angka kenaikannya hanya 1 persen dari tarif sebelumnya, Ari menegaskan bahwa dampak dari perubahan ini akan cukup besar, terutama terkait dengan kenaikan harga barang dan jasa.
Menurutnya, PPN 12 persen akan dihitung berdasarkan harga pokok barang, yang artinya penjual cenderung akan membebankan pajak tersebut kepada konsumen.
“Dampaknya cukup luas, dan yang paling merasakan adalah kelas menengah. Mereka adalah konsumen yang sering berbelanja di gerai-gerai resmi, baik online maupun offline," ungkapnya, kepada Tribunjabar.id, Selasa (19/11/2024) petang.
Baca juga: PPN Naik Jadi 12 Persen Tahun Depan, Pengamat Soroti Dampaknya pada Daya Beli Masyarakat dan UMKM
Kenaikan harga yang dipicu oleh peningkatan PPN ini, menurut Ari, tidak hanya akan mempengaruhi daya beli masyarakat, tetapi juga berdampak pada para penjual dan vendor.
Hematnya, penurunan daya beli dapat menyebabkan turunnya permintaan, yang pada gilirannya dapat memaksa pengusaha untuk melakukan efisiensi, termasuk dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebagai bentuk protes terhadap kebijakan ini, masyarakat mulai menggalang ajakan untuk melakukan boikot atau menerapkan gaya hidup hemat (frugal living).
Meski ada narasi yang menyatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen akan meningkatkan penerimaan APBN, Ari berpendapat bahwa kebijakan tersebut justru dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Ari pun mengingatkan bahwa tekanan terhadap pemerintah bisa semakin meningkat.
"Jika protes ini terus menguat, bukan tidak mungkin akan memicu ketegangan sosial yang bisa mengganggu stabilitas politik pemerintahan Prabowo. Ini juga akan menghalangi upaya konsolidasi politik yang sedang dilakukannya," ujar Ari.
Mengingat besarnya potensi dampak sosial dan ekonomi yang bisa ditimbulkan, Ari memprediksi bahwa Presiden Prabowo Subianto mungkin akan mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan PPN.
Baca juga: Apa itu PPN? Disebut Akan Naik Menjadi 12 Persen Mulai 2025, Cek Barang dan Jasa yang Kena Pajak
“Saya memprediksi Prabowo akan mempertimbangkan kenaikan PPN tersebut, karena selain kebijakannya tidak populer juga bisa menjadi bumerang bagi kondisi sosial ekonomi negara ini di era pemerintahannya,” kata Ari. (*)
Banyak Kios Gulung Tikar di Pasar Andir Trade Mal Bandung, Pedagang Keluhkan Sepi Pembeli |
![]() |
---|
Strategi Marketing Berbasis Data Jadi Kunci untuk Menjawab Tantangan Daya Beli yang Melemah |
![]() |
---|
Daya Beli Masyarakat Melemah, Pengembang Properti di Jabar Alihkan Fokus Garap Pasar Middle-Low |
![]() |
---|
Daftar Harga Mobil Terbaru Februari 2025 Rp 100 Jutaan, Ada Kenaikan Harga Terdampak PPN 12 Persen? |
![]() |
---|
Praktisi Pajak Ungkap Perubahan Administrasi dari Berlakunya PPN 12 Persen bagi Pelaku Usaha |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.