Layaknya Zainatun dan Inggit, Aam Ikhlas Sokong Suami Berjuang Jaga Pesisir Karawang
Aam Amanah (50) bukan seorang istri dari cendikiawan atau negarawan di Indonesia. Namun, kisah Aam layak disandingkan dengan berbagai cerita.
Penulis: Cikwan Suwandi | Editor: Januar Pribadi Hamel
Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Karawang, Cikwan Suwandi
TRIBUNJABAR.ID, Karawang- Aam Amanah (50) bukan seorang istri dari cendikiawan atau negarawan di Indonesia. Namun, kisah Aam layak disandingkan dengan berbagai cerita para perempuan hebat dalam mendukung perjuangan suaminya demi Indonesia.
Layaknya kisah Zainatun Nahar yang rela berkorban untuk perjuangan H. Agus Salim atau Inggit Garnasih yang juga rela berkorban bagi Ir. Soekarno, Aam ikhlas menyokong tekad kuat suaminya, Suhaeri.
Kisah Aam bermula pada 2016. Saat itu, dari bilik kecil di pinggir pantai, suara letupan air mendidih dari dalam panci alumunium sudah terdengar. Dengan cekatan, tangan Aam Amanah menarik ujung kayu bakar dari dalam tungku batu bata yang sudah tertutupi abu hitam.
Baca juga: Wisata Mangrove Pasir Putih Kabupaten Karawang, Tiket Hanya Rp 5.000 BIsa Belajar Menanam Mangrove
Dengan gayung kecil, Aam menuangkan air panas ke dalam gelas kaca kecil kekuningan yang telah diisi serbuk kopi hitam. Setelah menaruh gelas kopi di meja makan, Aam duduk di bangku plastik sembari menunggu Suhaeri membersihkan badan.
Dari balik papan kayu keropos yang dijadikan penutup kamar mandi, Suhaeri keluar dan langsung menyesap kopi buatan istrinya, Aam.
Suhaeri saat itu baru pulang menanam mangrove. Sebab ia bertekad menyelamatkan rumahnya di Dusun Pasirputih, Desa Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang dari ancaman abrasi.
Aam masih ingat betul, saat itu Aam tak menyapa Suhaeri selama dua hari karena kesal. Pasalnya Suhaeri hanya pulang membawa nafkah Rp 25 ribu dengan badan penuh lumpur. Apalagi dua anak mereka sudah merengek biaya sekolah.
Mulut Aam masih diam meski dalam hati dan pikirannya berkecamuk. Begitu Suhaeri menaruh gelas di atas meja, Sembari menatap lekat – lekat wajah Suhaeri, Aam mengungkapkan keresahannya.
“Saya langsung minta maaf dan saya bilang akan mendukung keinginan Suhaeri untuk menanam mangrove,” kata Aam mengingat peristiwa delapan tahun lalu, di Ekowisata Mangrove Pasirputih, Desa Sukajaya, Selasa, 20 Agustus 2024.
Mendengar keresahan istrinya itu, bibir Suhaeri tersenyum lebar. Sebelum Suhaeri menjawab, Aam langsung meminta Suhaeri mengizinkannya bekerja sebagai buruh migran di Arab Saudi. Tentu saja demi membantu perekonomian keluarga.
Suhaeri berkali – kali berpikir. Ia juga paham perekonomian keluarganya tengah jatuh. Dengan terpaksa, ia mengizinkan Aam bekerja di luar negeri. “Saya akhirnya jadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di (Arab) Saudi. Dan dapat izin dari suami. Kurang lebih selama tiga tahun saya merantau untuk ekonomi keluarga,” kata Aam.
Tiga tahun berselang, pada 2019, Aam kembali ke kampung halaman. Aam pun melihat hasil tekad suaminya. Ribuan pohon mangrove berdiri kokoh menyokong kampung dari gempuran abrasi.
Tak dimungkiri, hatinya bangga, suaminya dikenal sebagai pejuang penyelamat tanah pesisir dari abrasi dan mampu menyadarkan warga desa untuk ikut menanam mangrove.
Namun sepulang dari Arab Saudi, Aam tetap bekerja untuk meyokong kehidupan keluarga sebagai buruh pengupas cangkang rajungan. “Saya tetap bekerja, saya menjadi buruh pengupas rajungan yang penghasilanya Rp 50 ribu perhari,” ujar Aam sambil sesekali memandang kearah hutan mangrove.
Air Mata Aning Tumpah di Depan Bupati Karawang, Tak Sangka Dapat Tiket Umrah |
![]() |
---|
Janji Dedi Mulyadi: Pemprov Jabar Siap Bangun 25 Rumah Panggung untuk Korban Banjir Karangligar |
![]() |
---|
Tingkatkan Sarana Prasarana Pendidikan, PLN Berikan Sambungan Listrik Gratis bagi PAUD di Karawang |
![]() |
---|
Karawang Tersembunyi: Pelabuhan Kuno yang Kini Jadi Benteng Terumbu Karang |
![]() |
---|
Menggelar Bazar UMKM selama 14 Hari, Pemkab Karawang Pelopori Rekor MURI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.