Pabrik Maklon Skincare di Bandung Ditutup Sementara, BPOM: Diminta Berbenah

penutupan sebuah Industri atau pabrik upaya pembinaan, agar bisa sesuai dengan regulasi yang ditentukan dengan standar produknya yang aman. 

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
iStockphoto.com
Ilustrasi seorang wanita yang sedang melakukan perawatan pada wajah, dengan menggunakan skincare. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghentikan sementara pabrik maklon skincare di Bandung. 

Tempat produksi tersebut diduga terlibat dalam peredaran produk kosmetik beretiket biru secara ilegal. 

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM Mohamad Kashuri mengatakan bahwa hal ini adalah upaya pengawasan pasca pemasaran oleh pihaknya, pasca izin edar keluar demi menjaga konsistensi produksinya sesuai dengan izin yang diajukan. 

“Bila produknya berpotensi mengganggu kesehatan, maka kita hentikan sementara. Kita minta yang bersangkutan melakukan perbaikan supaya sesuai dengan standar dan produknya menjadi aman,” jelasnya, saat ditemui di Trans Convention Center, Rabu (16/10/2024). 

Hematnya, penutupan sebuah Industri atau pabrik upaya pembinaan, agar bisa sesuai dengan regulasi yang ditentukan dengan standar produknya yang aman. 

Jika belum berbenah namun masih melakukan operasionalnya, lanjut Kashuri, ada sanksi pidana yang bisa dikenakan berupa penahanan belasan tahun dan denda miliaran rupiah.

"Jika masih ditutup tapi beroperasi ada sanksi pidana karena regulasinya mengatur demikian. Sesuai dengan Undang-undang Kesehatan, bisa dipidana maksimal 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp5 miliar," ujarnya.

Kemudian terkait kosmetik etiket biru, Kashuri mengingatkan bahwa kosmetik jenis tersebut tidak bisa dijual bebas, karena sejatinya ini adalah obat resep dokter yang ditebus di apotek yang dibuat berdasarkan keluhan kulit oleh masyarakat.

"Karena ini dibuat baru, labelnya kan tidak ada, maka apotek memberikan label warna biru yang disebut etiket biru. Nah selama ini dilakukan dengan benar, artinya dari dokter ke apotek diberikan kepada pasien yang sifatnya individualis itu enggak ada masalah, tapi yang tidak boleh adalah bahwa ini dibikin secara masal, kemudian dijual massal bahkan online, yang bikin juga tidak memenuhi persyaratan cara produksi kosmetik yang baik, kan belum tentu cocok, jika terjadi masalah yang dirugikan ya masyarakat juga," terangnya.

Dia menambahkan industri memiliki tanggung jawab bahwa setiap komposisi produksinya harus mempertahankan sesuai dengan yang didaftarkan dan yang dinyatakan aman, bermutu hingga diberikan izin edar.

Pasalnya, pemerintah melalui Badan Pom melakukan pengawasan post market di pasaran melalui kegiatan sampling, kemudian pemeriksaan sarana produksi. 

“Nah, kalau pelaku usaha atau industrinya ini lolos ada yang tidak aman, pemerintah juga ternyata belum masuk di dalam produk yang disampling atau diawasi, maka yang benteng terakhir pilar ketiga adalah konsumen yang cerdas agar bisa membentengi dirinya dari produk tak aman," jelas Kashuri. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved