Kritikan Pedas Dewan Guru Besar UI Sebut DPR Khianati Konstitusi, Indonesia Bahaya Otoritarianisme
Memanasnya konflik politik soal putusan MK dan DPR yang sedang ramai terjadi turut mengundang kecaman dari Dewan Guru Besar Universitas Indonesia
Diam Saat Untungkan Gibran
Seperti diketahui, pada Rabu (21/8/2024), Badan Legislasi (Baleg) DPR RI merevisi UU Pilkada dan "menganulir" putusan-putusan progresif MK terkait UU yang sama sehari sebelumnya, karena merugikan kepentingan mereka.
Alasan-alasan hukum yang masuk akal dan selayaknya lazim diterapkan agaknya sudah tidak relevan lagi buat parlemen yang pandai bersiasat dan akal-akalan.
Para wakil rakyat mempertontonkan itu ketika mengubah 180 derajat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang semestinya berlaku final dan mengikat sesuai perintah Undang-Undang Dasar 1945.
"Kami tidak punya kewenangan memeriksa Baleg DPR, tapi cara ini, buat saya pribadi, ini adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan, dalam hal ini MK yang tidak lain adalah lembaga negara yang oleh Konstitusi ditugasi untuk mengawal UUD 1945," kata eks hakim MK 2 periode, I Dewa Gede Palguna, yang kini mengetuai Majelis Kehormatan MK, Rabu (21/8/2024).
Baca juga: Kata Jokowi Mengapa Mengenakan Baju Kuning di Munas Golkar, Mengaku Nyaman di Bawah Pohon Beringin
Semua ini melibatkan orang-orang yang sama, juga partai-partai yang nyaris sama: partai-partai di dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), sekoci Presiden Joko Widodo setelah pisah ranjang dengan PDI-P
Semua tahu, MK pernah terlibat skandal putusan kontroversial soal syarat usia minimum capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.
Dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 itu, MK secara janggal mengabulkan gugatan yang tidak pernah disidangkan dan baru saja didaftarkan ke MK dalam tempo dua pekan sebelumnya.
Putusan itu pun bersifat ultra petita--MK merumuskan sendiri pelonggaran usia capres-cawapres dengan klausul "pernah menjadi pejabat hasil pemilu".
Putusan ini membukakan pintu untuk putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto berbekal pengalamannya sebagai Wali Kota Solo meski belum genap 40 tahun.
Ketika itu, DPR anteng-anteng saja meskipun kejanggalan putusan itu berserakan di depan mata.
Proses pencalonan Gibran pun melenggang begitu saja di KPU tanpa perlu revisi UU Pemilu.
Apa boleh buat, seperti kata UUD 1945, putusan MK memang sudah dengan sendirinya berlaku final dan mengikat sehingga tak dapat ditelikung dengan revisi UU Pemilu. Suka atau tidak suka.
Namun, ternyata logika hukum bisa dibuat begitu cair mengikuti dinamika politik.
Padahal, jika konsisten dengan prinsip "final dan mengikat" putusan MK, partai-partai KIM yang tergabung di DPR seharusnya menghormati Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Dewan Guru Besar UI
kritikan pedas
DPR
putusan MK
otoritarianisme
pengkhianatan konstitusi
revisi Undang-Undang Pilkada
pakar
Bivitri Susanti
Apresiasi Polres Majalengka Tanam Jagung Serentak, Anggota DPR Farah Puteri: Dukung Ketahanan Pangan |
![]() |
---|
Ingat Figha Lesmana? Tersangka Penghasutan Aksi Demo DPR Penahanannya Ditangguhkan, Begini Alasannya |
![]() |
---|
Sempat Diremehkan, Anak Penjual Kerupuk hingga Kue Kini Raih Beasiswa Sepak Bola ke Negeri Ronaldo |
![]() |
---|
Sosok Penggugat Uang Pensiun Seumur Hidup DPR ke MK, Bandingkan dengan Inggris hingga India |
![]() |
---|
Nasib Eko Patrio Usai Dinonaktif di DPR Kembali Geluti Pekerjaan Lama? Sapa Warga Diserbu Ibu-ibu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.