Waspada Megathrust, Sampai Pagi Ini Wilayah Sukabumi dan Bayah Diguncang 45 Kali Gempa Susulan

Intensitas dari gempa bumi susulan tersebut bervariatif mulai dari  magnitudo 2,3 hingga 3,9. 

Istimewa/ dok BMKG
Gempa Susulan Magnitudo terbesar 3,9 pasca gempa 5,2 kemarin. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Dian Herdiansyah

TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Intensitas gempa bumi di Selat Sunda Pantai Selatan Jawa di Kabupaten Bayah, Banten, dan Sukabumi, Jawa Barat, terus meningkat pasca-gempa magnitudo 5,2 yang terjadi Kamis (15/08/2024) dini hari kemarin. 

Intensitas dari gempa bumi susulan tersebut bervariatif mulai dari  magnitudo 2,3 hingga 3,9. 

Update akun twitter Balai Besar MKG Wilayah II, pasca magnitudo 5,2 tepatnya pukul 00.50 42 kemarin, hingga Jumat (16/08/2024) ini terhitung 45 kali gempa bumi susulan. 

Tercatat gempa terakhir pukul 04.30.51 WIB, lokasi episenter 7.75 LS - 106.15 BT atau 91 kilometer Barat Daya Bayah - Banten dengan kedalaman 17 kilometer.

Baca juga: Pj Kusmana Minta Warga Kota Sukabumi Waspada Gempa Megathrust, Mudah-mudahan Tidak Terjadi

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, gempa tersebut jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas penyesaran di lempeng Eurasia (intraplate earthquake). 

"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan geser (strike-slip)," ujarnya, Kamis (15/08/2024) kemarin.

Tingginya intensitas gempa bumi Pantai Selatan ini, kata Daryono, berpotensi adanya gempa Megathrush Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. 

Potensi ini diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.

Bahkan potensi adanya ancaman gempa Megathrush ini bisa saja sewaktu-waktu terjadi. 

"Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tinggal menunggu waktu yang kami sampaikan sebelumnya, hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat," jelas Daryono

Daryono menyebut alasan gempa Meghathrust dikatakan tinggal menunggu waktu, disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua. 

Baca juga: Ramai Isu Gempa Megathrust, BMKG Bandung Pastikan Alat Pendeteksi Bencana di Jabar Kondisinya Baik

"Sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi," tuturnya.

Daryono mengungkapkan, untuk mengetahui kapan potensi ancaman Megathrush terjadi, hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi. 

"Terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya," kata Daryono

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun). 

"Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih harus dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," terang Daryono.

Daryono menegaskan, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru. Seolah akan terjadi dalam waktu dekat. 

Baca juga: BMKG Sebut Belum Ada Ilmuwan yang Bisa Prediksi Terjadinya Gempa Megathrust, Tapi Potensinya Ada

"Untuk itu, kepada masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat," tutupnya. 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved