Berita Viral

Viral, Jurnalis Perempuan Direkam & Difoto Pria Tanpa Izin di KRL, Curhat Lapor Polisi tapi Ditolak

Media sosial tengah diramaikan dengan cerita seorang perempuan yang mengalami kejadian tidak mengenakan di KRL.

(Twitter/@anotherssm)
Cuitan jurnalis perempuan yang direkam diam-diam oleh pria penumpang KRL 

TRIBUNJABAR.ID - Media sosial tengah diramaikan dengan cerita seorang perempuan yang mengalami kejadian tidak mengenakan di KRL.

Perempuan itu difoto dan direkam secara diam-diam oleh pria tidak dikenal.

Diketahui, perempuan itu bernam Qur'aini Hamidea Suci, ia mengalami kejadian itu ketika berada dalam KRL relasi Jakarta-Bogor, Selasa (16/7/2024) sekitar pukul 20.15 WIB.

Cerita viral setelah dibagikannya di akun media sosial X @anotherssm, Rabu (17/7/2024)>

Dea, sapaan akrabnya menjelaskan kejadian tidak mengenakan di KRL arah Manggarai ke Cikini saat pulang kerja.

Mulanya, seorang petugas KRL memberitahu ada penumpang pria yang diam-diam merekamnya.

"GIRLS BE AWARE DAN BANTU RAMAIKAN!! Saya jurnalis perempuan yang mengalami kejadian tidak mengenakan di kereta arah Manggarai ke Cikini sepulang saya bertugas," tulis Dea dalam cuitannya.

Akan tetapi, ketika akan dilaporkan ke polisi, laporan tersebut berulang kali ditolak.

Baca juga: Viral Pengendara Motor Pakai Elpiji 3 Kg untuk Gantikan Pertalite, Sebut Jarak Tempuh Capai 300 Km

"Ini yang buat org males ngelapor atau mungkin pilih main hakim sendiri, krn hukum kita dan penegak hukum kita gak bisa memberi solusi. Ujung2nya ya cuma permintaan maaf, udah kaya artis-artis aja," lanjutnya.

Hingga Kamis (18/7/2024), cuitan itu pun telah tayang sebanyak 4 juta kali.

Direkam diam-diam dalam KRL

Dea mengatakan dirinya direkam dan difoto secara diam-diam pada Selasa (16/7/2024) malam ketika berada dalam KRL relasi Jakarta-Bogor dari arah Stasiun Duren Kalibata menuju Jakarta Kota.

Ia tidak menyadari perilaku pria yang merekamnya karena ketika itu ia memasang earphone dan menggunakan ponselnya.

Ketika melaju dari Stasiun Manggarai menuju ke Cikini, Dea didekati seorang petugas KRL.

Petugas itu mengatakan bahwa ada penumpang pria di seberangnya yang merekam Dea.

Mulanya, pelaku membantah aksi tersebut.

Akan tetapi, ketika isi ponselnya diperiksa, Dea dan petugas menemukan ada video pelaku merekam korban.

"Bukan hanya satu video, melainkan ada tujuh video dengan rentang durasi 3-7 menit," ungkap Dea saat dihubungi, Kamis, dikutip dari Kompas.com.

Setelah itu, petugas pun segera mengamankan pelaku yang diketahui berinisial H (52).

Ketika diperiksa di kantor sekuriti, petugas menemukan ponsel pelaku berisi banyak video korban lain.

Pelaku juga menyimpan banyak video pornografi.

Diping-pong saat lapor polisi dan laporan tidak bisa diproses

Dea pun melaporkan pelaku atas dugaan pelecehan ke polisi.

Mulanya, Dea membuat laporan dari Stasiun Jakarta Kota dan dirujuk ke Polsek Taman Sari.

"Tapi karena lokasi kasus di Jakarta Selatan, dipindahkan ke Polsek Menteng. Ternyata di Menteng pun tidak bisa memproses jadi harus ke Polsek Tebet," lanjut dia.

Namun di Polsek Tebet, Dea mengaku mendapatkan perlakuan tidak mengenakan.

Petugas menyebutnya "divideoin karena cantik", "mungkin bapaknya fetish, terobsesi dari video Jepang", "bapanya ngefans sama mbanya, mbak jadi idol", atau "cuma video biasa saja mbak sedang duduk".

Setelah itu, laporan Dea dirujuk lagi ke unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jakarta Selatan.

Namun, polisi yang bertugas menyatakan laporannya tidak bisa diproses secara pidana.

Bahkan, polisi wanita yang tengah bertugas menjelaskan pelaku hanya bisa ditindak jika video diambil paksa dan terlihat alat vital korban. Sedangkan Dea yang menjadi korban hanya divideo ketika duduk.

"Dari perundingan tersebut, mau gimana lagi, nggak ada upaya hukum. Pelaku membuat video permintaan maaf dan pernyataan tidak mengulangi lagi ke saya sebagai korban," tutur Dea.

Pelaku lalu diserahkan ke Polres Jakarta Selatan untuk menunggu dijemput keluarganya.

KRL Blacklist pelaku

VP Corporate Secretary KAI Commuter Joni Martinus mengatakan sangat menyayangkan kejadian dugaan perbuatan tidak menyenangkan terindikasi pelecehan yang dialami oleh Dea.

Menurut Joni, kejadian itu bermula dari laporan penumpang lain kepada korban.

Pelaku kemudian dilaporkan ke petugas pengamanan di atas kereta (PAM Walka). Pelaku sempat mencoba kabur saat KRL masuk di Stasiun Sawah Besar.

Pelaku lalu didata dan diminta keterangan di pos pengamanan Stasiun Jakarta Kota.

Hasil pemeriksaan awal menunjukkan pelaku terbukti memvideo dan mengambil foto korban dengan hp tanpa izin. Pelaku kemudian diserahkan ke Posek Tebet.

“KAI Commuter siap memberikan dukungan penuh untuk melindungi dan mendampingi korban tindak pelecehan tersebut ataupun tindak kriminal lainnya dalam melanjutkan proses hukumnya," ujar Joni saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis.

Dia menegaskan, KAI Commuter tidak menoleransi pelaku atas kejadian tersebut. Data pelaku telah dicatat dalam sistem CCTV Analytic.

Akibatnya, pelaku tidak akan bisa naik KRL karena ter-blacklist sistem face recognition.

“Identitas pelaku akan dimasukan ke database CCTV Analytic untuk memblokir dan mencegah pelaku menggunakan Commuter Line kembali," tegas Joni.

"Ini merupakan komitmen KAI Commuter dalam mencegah tindak pelecehan di transportasi publik khususnya KRL dan menindak tegas pelaku," pungkasnya.

Penjelasan Pakar

Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menerangkan, pelaku perekam Dea di KRL sebenarnya bisa dituntu.

"Menurut saya bisa dituntut sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

Pasal 335 KUHP bertuliskan, "Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain".

Pelaku yang melakukan perbuatan tidak menyenangkan terancam pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 4,5 juta.

"Atau juga bisa dituntut dengan menggunakan UU Kejahatan Seksual dengan catatan ada pemaksaan fisik," tambah Fickar.

Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved