Berita Viral
Viral Aplikasi Pemerintah Bernama 'Nyeleneh' Termasuk dari Cirebon dan Sumedang, Ini Klarifikasinya
Media sosial tengah ramai memperbincakan sejumlah aplikasi dan situs pemerintah yang diberi nama nyeleneh hingga cenderung saru atau tidak senonoh.
Penulis: Salma Dinda Regina | Editor: Salma Dinda Regina
Kepala Pusat Studi Komunikasi, Media dan Budaya dari FIKOM Universitas Padjajaran (Unpad), Kunto Adi mengatakan, sebuah aplikasi atau situs seharusnya diberi nama yang familiar bagi publik.
Hal itu akan memudahkan orang mengingat nama suatu aplikasi atau situs.
Kemudian, mereka menjadi lebih mudah menggunakannya. Kunto mengungkapkan, budaya memberi singkatan atau akronim terhadap suatu hal banyak ada di Indonesia pada masa Orde Baru.
Contohnya, Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut sebagai Puskesmas.
"Puskesmas ada familiaritas. Ada 'pus' di situ walau 'kesmas' nggak terlalu familiar. Itu membantu orang untuk mengingat dan menggunakan nama itu," kata Kunto pada Kompas.com, Rabu.
Sebaliknya, suatu hal yang diberi nama dengan istilah yang sangat asing akan menyulitkan orang untuk mengingat serta menggunakannya.
Sayangnya, Kunto menilai, situasi Indonesia sekarang ini menunjukkan kemunduran dari masa Orde Baru.
Sebab, akronim yang ada saat ini terutama dari pemerintah lebih banyak mengarah kepada obyektifikasi perempuan atau pikiran jorok pejabat.
"Ini menunjukkan cara pandang pejabat-pejabat kita yang masih mengobyektifikasikan perempuan. Cara berpikirnya sangat misoginis. Ini yang menurut saya menjadi permasalahan," ungkap Kunto.
Cara pandang tersebut membuat para pejabat melihat aplikasi itu dianggap sama maupun punya sifat-sifat dan atribut seperti perempuan.
Akibatnya, aplikasi-aplikasi tersebut diberi nama dengan akronim yang artinya buruk, menjurus ke hal-hal jorok, dan menunjukkan objektifikasi tubuh perempuan.
Padahal, menurut Kunto, aplikasi atau situs milik pemerintah daerah yang menggunakan nama-nama "saru" menimbulkan konotasi negatif.
"Kita justru kehilangan atau mundur dari apa yang dikerjakan Orde Baru dalam membuat singkatan. Mungkin karena terlalu banyak, singkatannya habis jadi lebih mengarah ke obyektifikasi perempuan atau pejabatnya saja yang otaknya ngeres," pungkas Kunto.
Penjelasan Pengamat
Sejumlah aplikasi pemerintah daerah (pemda) yang tak relevan dan bernuansa seksisme itu pun menuai sorotan.
Contohnya, aplikasi buatan Pemkot Surakarta diberi julukan "Simontok" (Sistem Monitoring Stok dan Kebutuhan Pangan).
Ada juga "Sisemok" (Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan) dari Pemkab Pemalang, serta "Sipepek" (Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan) dari Pemkab Cirebon.
Selain itu, masih ada "Siska Ku Intip" (Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Berbasis Kemitraan Usaha Ternak Inti Plasma) dari Pemprov Kalimantan Selatan, dan nama-nama yang dianggap problematik lainnya.
Tak hanya aplikasi, program dari beberapa pemerintah daerah juga mempunyai nama yang patriarkis, seperti "Mas Dedi Memang Jantan" (Program Masyarakat Berdedikasi Memperhatikan Angkatan Kerja Rentan) dari Pemkot Tegal.
Penamaan akronim sejumlah aplikasi dan program pemerintah daerah tersebut mendapat sorotan sejumlah pakar.
Sosilogo Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaina menilai, sejumlah nama akronim aplikasi bernuansa seksisme itu semakin menebalkan bias kepada perempuan.
Lewat penamaan itu, Ida menyebutkan bahwa perempuan semakin diobjektifiasi dan seksualitasnya pun dianggap sebagai "komoditi".
"Saya mempertanyakan apakah betul para perancang kebijakan atau program tersebut tidak tahu dan tidak paham bahwa istilah-istilah itu vulgar dan mesum?" kata Ida saat dihubungi, Rabu (10/7/2024), dikutip dari Kompas.com.
"Mereka lupa bahwa akronim tersebut mengukuhkan objektifikasi terhadap perempuan dan seksualitasnya," kata dia.
Ida menganggap, pemerintah tampak tidak mempedulikan nilai-nilai positif dalam suatu program atau aplikasi, termasuk aspek edukasi ke masyarakat luas.
Sebab, akronim suatu program atau aplikasi layanan publik semestinya rasional dan memuat pesan moral tertentu.
"Bukan hanya heboh dengan anggapan akan mudah diingat masyarakat," jelas dia.
Banyak alternatif lain
Pengamat Kebijakan Publik agus Pambagio menilai, pemberian akronim nama aplikasi dan program yang bernuansa seksisme tersebut tidak relevan dan tidak memperhatikan norma yang berlaku di masyarakat.
“Saya pasti paham membuat itu agar mudah diingat, tapi menurut saya tidak baik lah untuk sebuah program pemerintah menggunakan nama-nama yang tidak etis,” ujarnya, saat dihubungi secara terpisah, Rabu.
Menurut dia, masih banyak istilah, singkatan, atau akronim lain yang sesuai dengan norma, tapi tetap bisa mudah diingat masyarakat.
Misalnya, penamaan berdasarkan bahasa atau budaya masing-masing daerah, sehingga bisa lebih relevan terhadap kultur masyarakat setempat.
“(Nama) yang lucu-lucu tak apa-apa, tapi tidak menjurus (ke hal yang seksisme). Ini kan masalah serius untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengikuti program pemerintah dengan baik,” terang dia.
Agus menuturkan, pemerintah sebaiknya melakukan survei atau membuat kajian terlebih dahulu sebelum memilih akronim nama aplikasi yang tepat.
Penjelasan Pemkot Surakarta
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dipertan KPP) Kota Surakarta, Eko Nugroho Isbandijarso mengatakan, penamaan akronim aplikasi 'Simontok' memiliki tujuan untuk menarik dan mudah diingat oleh masyarakat.
“Digunakan untuk menunjang kegiatan dinas di bidang ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan,” kata Eko saat dihubungi, dikutip dari Kompas.com.
Dari aplikasi itu, bisa diketahui besaran stok pangan yang ada di pasaran dan kebutuh konsumsi masyarakat.
Dengan begitu, akan diketahui ketersediaan bahan pangan masyarakat Kota Surakarta sebagai konsumen.
“Juga dapat dilihat kapan terjadi tren penurunan pasokan, juga harga pangan, dan dapat digunakan kira kira kapan akan terjadi inflasi bahan pangan,” tutur Eko.
Ia memastikan, penamaan aplikasi "Simontok" tidak ditujukan untuk hal-hal yang tak etis, termasuk bernuansa seksisme.
“Saya rasa kalau umum (dimaksudkan kepada) orang yang gemuk dan lucu, atau istilah sekarang gemoy,” ujar dia.
(Tribunjabar.id/Salma Dinda/Muhammad Syarif) (Kompas.com/Aditya Priyatna/Erwina Rachmi)
Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.
berita viral
Lokal Viral
viral lokal
nama aplikasi nyeleneh
Pemerintah Daerah
Kabupaten Cirebon
Kabupaten Sumedang
SIPEPEK
Sipedo
Fakta-fakta Film Animasi Merah Putih: One For All Senilai Rp6,7 Miliar yang Viral Tuai Kritikan |
![]() |
---|
Sosok Pemobil yang Viral Ngaku Aparat dan Bawa Pistol di Tangsel Ternyata Jaksa, Kejagung Minta Maaf |
![]() |
---|
Sosok Ismanto Tukang Jahit Ditagih Pajak Rp 2,8 Miliar, Kantor Pajak Klarifikasi Beber Penyebabnya |
![]() |
---|
Kisah Hendry Pemuda Sumedang Nekat Jalan Kaki ke Makkah Modal Rp50 Ribu Tempuh Perjalanan 9 Bulan |
![]() |
---|
Viral Buruh di Pekalongan Kaget Ditagih Pajak Rp 2,8 Miliar, Hidup Sederhana di Gang Sempit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.