Berita Viral

Bea Cukai Buka Suara soal Viral Kasus TKW Beli Coklat Rp 1 Juta yang Kena Pajak Rp 9 Juta

Belakangan ini tengah ramai di media sosial keluhan masyarakat terkait kinerja Bea Cukai.

Kompas
Ilustrasi bea cukai 

TRIBUNJABAR.ID - Belakangan ini tengah ramai di media sosial keluhan masyarakat terkait kinerja Bea Cukai.

Institut di bawah Kementerian Keungan (Kemenkeu) baru-baru ini memang menjadi sorotan publik.

Adapun keluhan yang ramai dibahas terkait dengan tingginya bea masuk dan pajak yang harus dibayar masyarakat saat membawa masuk barang yang dibeli dari luar negeri.

Baca juga: Kisah Nenek Hasinah Guru Ngaji yang Viral, 12 Tahun Kumpulkan Uang di Bawah Bantal untuk Naik Haji

Baru-baru ini, salah satu kasus yang menimpa tenaga kerja wanita (TKW) atau pekerja migran Indonesia (PMI).

Kasus yang viral ini terjadi pada pertengan April 2024 lalu.

Akan tetapi kembali ramai dibahas ketika institusi Bea Cukai banyak dikeluhkan publik di media sosial beberapa hari terakhir ini.

Kronologi kasus

PMI itu mengaku dirinya membeli coklat dari negara tempatnya bekerja seharga Rp 1 juta.

Akan tetapi begitu sampai di Indonesia, ia diminta membayar pajak dari Bea Cukai sebesar Rp 9 juta.

Bea Cukai Kemenkeu pun kemudian meluruskan kejadian tersebut melalui akun X @beacukaiRI yang menyebutkan pengenaan pajak dan bea masuk, diklaim sudah sesuai prosedur.

Seorang petugas Bea Cukai bernam Rifaldy menerangkan besarnya pungutan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor barang kiriman.

Jumlah yang harus dibayar sang pekerja migran sudah sesuai dengan nilai yang ada di dalam bukti pembayaran (invoice) barang kiriman dengan resi EE844479556TW.

Berdasarkan penjelasan Rifaldy, tingginya pajak dan bea masuk yang perlu dibayar terjadi karena Bea Cukai tak hanya menilai cokelat, melainkan juga menghitung tas yang ikut dibawa sang pekerja migran.

Baca juga: Viral 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Disebut Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

"Ada 20 bungkus makanan senilai 40 dollar AS atau setara Rp 616.160 dan sebuah tas senilai 1.108 dollar AS atau setara Rp 17.067.632," kata Rifaldy menjelaskan seperti yang dikutip Kompas.com.

Disebutkan produk impor berupa cokelat dikenaai tarif bea masuk sebesar 7,5 persen dan PPN 11 persen, sedangkan untuk tas dikenakan tarif bea masuk sebesar 20 persen, PPN 11 persen, dan PPh 15 persen.

Sehingga keseluruhan barang kiriman yang dibawa pekerja migran bersangkutan dikenakan pungutan negara sejumlah Rp 8.859.000.

Usai keluhannya ditanggapi Bea Cukai, pekerja migran pemilik cokelat merespons video klarifikasi Bea Cukai.

Menurutnya tas yang ia gunakan barang palsu dan mempersilakan Bea Cukai mengambilnya karena dirinya keberatan dengan besarnya denda yang harus dibayar.

"Kepada bapak Bea Cukai yang terhormat, saya ingin klarifikasi tas saya itu tas KW. Hanya kotaknya saja yang bagus dengan invoice palsu di dalamnya. Itu memang kesalahan saya. Kalau bapak minat ambil saja buat bapak itu tasnya sama cokelatnya sekalian buat Lebaran," kata wanita tersebut.

Klarifikasi Bea Cukai Bandara Soetta

Kabusdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana menjelaskan bahwa pihaknya telah menjawab keluhan itu melalui video yang diunggah akun TikTok resmi Bea Cukai dan X.

Sama dengan klarifikasi seorang petugas Bea Cukai bernama Rifaldy, Hatta menjelaskan bahwa pajak dan bea masuk dikenakan untuk coklat beserta tas yang dibawa PMI.

“Perlu diluruskan, pemilik akun menyatakan bahwa dirinya mengirim makanan berupa cokelat senilai Rp 1 juta rupiah dari luar negeri. Namun nyatanya, selain cokelat terdapat barang lain berupa tas senilai Rp 17 juta rupiah dalam kiriman tersebut,” ungkap Hatta dikutip dari laman resmi Bea Cukai.

"Atas keseluruhan barang kiriman dikenakan pungutan negara sejumlah Rp 8.859.000. Perlu dipahami bahwa dari seluruh tagihan tersebut, juga terdapat pembayaran lain-lain yang bukan merupakan pungutan dari Bea Cukai,” jelasnya lagi.

Hatta menyebut bahwa terdapat ketentuan yang harus ditaati dalam melakukan pengiriman barang dari luar negeri.

Termasuk pengirim barang dari luar negeri.

Termasuk pemilik barang harus mampu menunjukkan/menyertakan bukti pembayaran atas transaksi jual beli barang kiriman.

Karena, bukti pembayaran tersebut dapat dijadikan salah satu dasar oleh Bea Cukai untuk menetapkan nilai pabean.

Lalu, jika atas barang kiriman tersebut dipungut bea masuk dan PDRI, pungutan dibayarkan menggunakan kode billing ke rekening kas negara.

Untuk melacak barang kiriman dari luar negeri, Bea Cukai menyediakan tracking system melalui www.beacukai.go.id/barangkiriman.

Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved