Ramadan 2024

Gelar Tradisi Nyepuh, Ratusan Warga Ciomas Panjalu Bawa Batang Lidi ke Makam Lantas Diikat

Kepala Desa Ciomas, Devi Yulviana mengatakan, tradisi nyepuh mengandung makna membersihkan diri dan juga mendoakan leluhur. 

Penulis: Ai Sani Nuraini | Editor: Ravianto
Ai Sani Nuraini/Tribun Jabar
Melestarikan tradisi turun temurun sebelum Ramadhan, warga Ciomas Panjalu menggelar Tradisi Nyepuh, Jumat (8/3/2024) 

TRIBUNJABAR.ID, CIAMIS - TRADISI nyepuh di Desa Ciomas diikuti oleh ratusan warga dari berbagai daerah di Kecamatan Panjalu, Ciamis.

Tradisi diawali dengan prosesi nyimpayan, yakni mengikat ratusan lidi yang dibawa warga sebagai simbol merekatkan persatuan dan persaudaraan. 

Sapu lidi dari proses nyimpayan ini kemudian digunakan saat berziarah untuk membersihkan area makam dari dedaunan yang jatuh dari pohon.

Melestarikan tradisi turun temurun sebelum Ramadhan, warga Ciomas Panjalu menggelar Tradisi Nyepuh, Jumat (8/3/2024)
Melestarikan tradisi turun temurun sebelum Ramadhan, warga Ciomas Panjalu menggelar Tradisi Nyepuh, Jumat (8/3/2024) (Ai Sani Nuraini/Tribun Jabar)

Makam yang diziarahi adalah Kyai Haji Penghulu Gusti yang dahulu menyebarkan agama Islam di tanah Sunda. 

Setelah melaksanakan doa bersama dan bertawasul untuk kelancaran menjalankan ibadah puasa, secara bergantian pejabat, kepala desa dan warga Ciomas menaburkan bunga dan menyiramkan air dari sumber mata air Geger Emas.

Kepala Desa Ciomas, Devi Yulviana mengatakan, tradisi nyepuh mengandung makna membersihkan diri dan juga mendoakan leluhur. 

"Tradisi tersebut juga telah turun temurun dan biasa dilaksanakan warga Ciomas setelah nisfu syaban atau menjelang bulan suci Ramadan."

"Sebagaimana kita menyambut bulan suci Ramadan dalam hal mempererat silaturahmi khususnya warga Desa Ciomas," ujarnya kepada Tribun, Jumat (8/3).

"Nyepuh berarti nyaangan, enteung pikeun urang hirup', atau menerangkan, berkaca selama kita hidup."

Setelah prosesi tersebut, ratusan warga juga membawa berbagai jenis makanan yang disuguhkan dalam tradisi dengan syarat sumber atau asal-usul makanan tersebut harus jelas untuk pedoman perilaku yang baik dalam menjalani bulan suci Ramadan.

"Mereka membawa makanan untuk dimakan bersama-sama setelah kegiatan ini selesai. Makanan ini juga harus jelas asal usulnya darimana, nilai kandungan gizinya yang baik. Proses memasaknya ini disebut nalekan, yang diharuskan bahan makanan dari sumber yang halal, agar mengandung keberkahan," jelasnya.

Setelah melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan tradisi nyepuh, ratusan warga berkumpul untuk beristirahat dan menikmati berbagai makanan khas nyepuh.

Dalam tradisi ini warga Ciomas juga menyiapkan tiga tumpeng nasi kuning.

Tumpeng ini melambangkan tiga hal, yakni persaudaraan, keimanan dan kebaikan. 

Devi berharap, rangkaian tradisi menyambut Ramadan dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan sekaligus melestarikan budaya leluhur yang sarat dengan makna dan pesan moral dalam kehidupan. (tribunpriangan)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved