Mengenal Kerbau Marongge asal Sumedang yang Sedang Diteliti Unpad sebagai Ternak Unggul

Kerbau Marongge sendiri merupakan kerbau yang hidup dan berpopulasi di Desa Marongge, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang.

|
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Ravianto
ist
Kawanan Kerbau Marongge di Desa Marongge, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang. 

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Pakar Peternakan dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Dr. Dudi tengah meneliti potensi Kerbau Marongge sebagai sumber daya genetik ternak yang unggul. 

Keunggulannya ada pada ketahanan kerbau pada kondisi alam paling ekstrem sekalipun.

Daya tahan hidup kerbau lebih baik dibandingkan sapi. 

Kerbau Marongge sendiri merupakan kerbau yang hidup dan berpopulasi di Desa Marongge, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang.

Di desa ini, masyarakat telah punya kesadaran kolektif untuk menjaga bibit unggul bibit marongge dengan memilahnya sejak kerbau anakan.

Dudi menjelaskan, kerbau berperan penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Sawah bisa digarap dengan baik penggunaan tenaga mesin.

Penggunaan kerbau sebagai tenaga pengolah lahan pertanian merupakan suatu alternatif pembangunan pertanian ramah lingkungan dan menghemat anggaran pengeluaran bahan bakar minyak dan gas. 

"Begitu pula pada aspek lainnya, kerbau dapat berfungsi sebagai penghasil daging bagi upaya pemenuhan kebutuhan daging nasional,"

"Keberadaan kerbau sedemikian rupa telah menyatu dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat," kata Dudi kepada TribunJabar.id, di Sumedang, Kamis (8/2/2024).  

Menurut Dudi, peran kerbau sebagai penghasil daging memiliki posisi yang penting, mengingat daging kerbau dapat menjadi komplemen bahkan substitusi daging sapi.  

Dari kerbau liar ke kerbau ternak

Kerbau termasuk dalam sub famili Bovinae, genus Bubalus.

Dari beberapa spesies kerbau, hanya spesies Bubalus arnee yang dapat menjadi jinak, sedangkan kerbau liar yang masih dijumpai adalah anoa, kerbau Mindoro, Bubalus cafeer dan kerbau merah.  

Dudi mengatakan, sebagaimana dalam literatur yang dia temukan, domestikasi kerbau diduga sejak 7.000 tahun yang lalu dan perannya sangat menunjang kehidupan manusia.

Penyebaran kerbau di dunia cukup merata dikarenakan memiliki daya adaptasi yang baik pada berbagai kondisi agroklimat yang ada. 

Kerbau mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan sapi, karena ternak ini mampu hidup di kawasan yang relatif ‘sulit’ terutama bila pakan yang tersedia berkualitas rendah.
 
Dalam kondisi kualitas pakan yang tersedia relatif kurang baik, setidaknya pertumbuhan kerbau dapat menyamai atau justru  lebih baik dibandingkan sapi, dan masih dapat berkembangbiak dengan baik.

Kerbau Marongge

Di Desa Marongge Kecamatan Tomo Kabupaten Sumedang populasi kerbau cukup banyak dan telah menyatu dengan kondisi alam, sosial dan budaya setempat. 

Kerbau ini mampu hidup pada kawasan yang relatif sulit terutama bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah.  

Untuk menjaga kulaitas genetik Kerbau Marongge antara lain adalah dapat dilakukan program seleksi dalam bangsa yang dapat dilaksanakan dalam kelompok peternak dengan ternaknya secara sederhana di pedesaan, tanpa catatan dalam bentuk recording  di atas kertas melainkan catatan berulang yang dicatat dalam bentuk cap bakar pada tubuh ternak induk dan anaknya. 

Satu catatan yang diperlukan adalah bobot sapi atau bobot pada sekitar 6-7 bulan. 

Jika tidak ada timbangan dapat dilakukan dengan mengukur lingkar dada. Ukuran lingkar dada tidak perlu diterjemahkan ke dalam taksiran bobot badan. Ukuran ini hanya dipakai untuk membandingkan satu anak ternak (kerbau) dari yang lain dalam kelompok umur dan daerah yang sama.  

Anak kerbau yang merupakan 10-20 persen terbaik ditetapkan sebagai bibit pilihan dan diberi cap bakar A seterusnya kelompok B adalah yang merupakan sisa yang berukuran di atas rataan kelompoknya.  

Induk dari anak kerbau kelas A diberi cap A pula.  Selanjutnya bibit pilihan jantan dan betina dijadikan calon pejantan dan induk untuk menghasilkan generasi selanjutnya.   

Pemuliaan ternak berkelanjutan diimplementasikan dalam kesinambungan program dan tujuan pemuliaan yang paripurna secara terus menerus sehingga dihasilkan ternak yang berkualitas genetik tinggi dan responsif terhadap teknologi.   

Berdasar literatur, kata Dudi, kegiatan pemuliaan ternak bertujuan untuk meningkatkan produktivitasnya serta berkaitan erat dengan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan dengan memperhatikan kesempatan peningkatan kesejahteraan dari ternak yang dimilikinya. 

"Maka, program pemuliaan ternak erat kaitannya dengan aspek kebijakan pemerintah; Peran peternak; Infrastruktur (sarana-prasarana); Dan, kesesuaian genotipe dengan lingkungan sehingga sumberdaya ternak yang tersedia cocok dengan lingkungannya," katanya. 

Di negara berkembang agraris seperti Indonesia, kerbau lumpur umumnya digunakan sebagai ternak kerja pengolah lahan. Hal ini dikarenakan kerbau mempunyai kekuatan dan daya tahan yang baik dalam bekerja. 

Kerbau lebih baik dibandingkan sapi pada kondisi basah atau terendam air ditempat berlumpur sehingga kerbau dapat menarik bajak di tanah berlumpur dan dalam kondisi tertentu cocok untuk ternak kerja. 

"Tujuan pemuliaan yang mungkin dapat dirumuskan adalah mendapatkan kerbau lumpur yang unggul sebagai tenaga pengolah lahan pertanian," katanya.(*)

Laporan Kontributor TribunJabar.id, Kiki Andriana 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved