Revisi Undang-Undang Desa Bisa Berdampak Positif dan Negatif, ini Kata Pengamat Politik Unpar
Revisi Undang-Undang Desa yang dilakukan pemerintah dapat memberikan dampak positif dan negatif.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Kemal Setia Permana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengamat Politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menilai revisi Undang-Undang Desa yang dilakukan pemerintah dapat memberikan dampak positif dan negatif.
Pertama, kebijakan pemerintah yang menyetujui perpanjangan masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 tahun dalam satu periode akan menghasilkan perencanaan pembangunan desa yang utuh dan menyeluruh.
"Artinya, lamanya masa jabatan kepala desa membuka ruang bagi kepala desa terpilih untuk menyusun perencanaan pembangunan dalam jangka panjang dan mendapatkan pasokan data, fakta, dan bukti-bukti yang relevan dalam menentukan arah pembangunan desa," ujar Kristian, Selasa (6/2/2024).
Menurut Kristian, kepala desa dapat mengembangkan alternatif pilihan program kebijakan pembangunan yang lebih bervariasi, serta menilai dengan cermat keuntungan dan risiko dari setiap pilihan kebijakan pembangunan yang akan diterapkan.
Hal ini menurutnya akan meningkatkan kematangan dalam pengambilan kebijakan pembangunan desa.
Kemudian, kepala desa dapat menata tahapan-tahapan pembangunan yang lebih terperinci dan terukur untuk memastikan tingkat ketercapaian program pembangunan yang lebih tinggi.
Kedua, dampak positifnya adalah eksekusi pembangunan desa yang lebih terarah.
Dari sisi implementasi kebijakan, kepala desa memiliki jangka waktu yang leluasa untuk menerapkan program-program pembangunan yang sudah direncanakan sambil memantau kinerja dari setiap tahapan pelaksanaan pembangunan.
"Dengan demikian, maka kepala desa dapat mengendalikan arah pembangunan desa agar tetap konsisten dengan perencanaan yang sudah disusun sebelumnya. Dampaknya diharapkan masyarakat bisa merasakan hasil pembangunan yang lebih nyata sehingga dapat mengangkat kualitas kesejahteraan masyarakat setempat," ujarnya.
Ketiga, dengan panjangnya masa jabatan diharapkan kepala desa memiliki waktu yang cukup untuk mengonsolidasikan lembaga-lembaga masyarakat di desa untuk menyolidkan gerak dan langkah dalam mendukung pelaksanaan pembangunan.
"Dengan demikian, desa lebih bisa merangkul dan menjangkau berbagai kelompok masyarakat yang ada di desa untuk terlibat aktif dan berkomitmen dalam pembangunan desa," katanya.
Sementara dampak negatifnya, dengan adanya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka bukan tidak mungkin Desa memiliki kapasitas untuk menghasilkan regulasi berupa Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa.
"Padahal dibutuhkan kemampuan dan keahlian yang rumit untuk merumuskan sebuah regulasi. Dalam konteks kebijakan publik, setidaknya pengambil kebijakan harus mengakuisisi dua aspek penting yaitu informasi dan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan," katanya.
Kepala desa, menurut Kristian, harus bisa mengumpulkan, mengolah, dan menginterpretasikan informasi dan pengetahuan untuk menghasilkan kebijakan yang dilandaskan pada data, fakta, dan bukti-bukti sehingga membawa dampak yang terukur terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kritikan Pengamat Politik Sindir Wapres Gibran: Janji 19 Juta Lapangan Kerja Malah Jadi 19 Juta PHK |
![]() |
---|
Kata Pengamat Politik Soal Ijazah Wapres Gibran Berpolemik, Sebut Presiden Prabowo Bisa Diuntungkan |
![]() |
---|
SK Kemenkum Dinilai Jadi 'Bahan Bakar' Konflik PPP, Picu Dualisme Lebih Besar |
![]() |
---|
5 Masalah Utama di Kota Bandung yang Belum Tertangani dengan Baik, Butuh Kolaborasi Semua Pihak |
![]() |
---|
Rocky Gerung Prediksi Gibran-Jokowi Maju Jadi Presiden dan Wakil, Relawan Bara JP: "Itu Kurang Ajar" |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.