Mengenal Tari Cikeruhan dari Sumedang, Ronggeng yang Gemulai tapi "Berbahaya"

Tari Cikeruhan berasal dari Cikeruh, Kabupaten Sumedang. Kini Cikeruh hanya menjadi nama sebuah desa, dari sebelumnya nama sebuah kecamatan.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar/Kiki Andriana
Para penari Tari Cikeruhan (berkebaya kuning dan selendang hijau) mengajak penonton yang notabene pelajar untuk menari bersama, sebagai penutup segmen I Gelar Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Jawa Barat, di lapangan PPS Sumedang, Sabtu (16/12/2023). 

Laporan Kontributor TribunJabar.id, Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Tiga ronggeng yang sedang menari itu tampak lincah, energik, gemulai, dan menampilkan ke-sampulur-an tubuh perempuan.

Pakaian kebaya kuning, kain samping merah, dan selendang hijau yang dikenakan para ronggeng bersanggul itu makin menegaskan kesan pikatan terhadap lawan jenis.

Namun, bukan sekadar gemulai. Gerakan tari mereka bertenaga, cenderung menyerupai gerakan pencak silat atau Ketuk Tilu.

Buktinya, tiga lelaki "pamogor", atau lelaki yang senewen dengan ronggeng incarannya, tidak bisa dengan mudah menyentuh satu pun dari ketiga ronggeng itu.

Alih-alih bisa meraih "tubuh" ronggeng, ketiga pamogor malah dapat bantingan. Tubuh mereka terlempar sedikit menjauh dari ronggeng, dan para ronggeng melanjutkan tariannya.

Meski pamogor terus berjuang, hingga akhir tarian yang berlangsung sekitar dua menitan itu, mereka tak berhasil mendapatkan incarannya.

Begitulah Tari Cikeruhan yang ditampilkan tiga pasangan penari binaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, di Lapangan Pusat Pemerintahan Sumedang (PPS), Sabtu (16/12/2023), dalam acara Gelar Warisan Budaya Tak Benda Jawa Barat.

Tari Cikeruhan berasal dari Cikeruh, Kabupaten Sumedang. Kini Cikeruh hanya menjadi nama sebuah desa. Sebelumnya, Cikeruh lebih luas adalah nama sebuah kecamatan.

Kecamatan Cikeruh lantas dimekarkan menjadi Kecamatan Jatinangor dan Kecamatan Cimanggung.

Cikeruh juga merujuk kepada Sungai Cikeruh. Tari Cikeruh berasal dari daerah ini.

Direktorat Warisan Budaya Tak Benda, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meregistrasi "Tari Cikeruhan" sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Jawa Barat.

Tari ini teregistrasi sebagai WBTB pada tahun 2011 dengan nomor register 2011001983.

Tari Cikeruhan memang mengandung unsur Ketuk Tilu sehingga kesannya gemulai tapi "melawan".

Di Lapangan PPS Sumedang, Tari Cikeruhan ditampilkan pasangan Agung Fauzi-Nadila Diani, Virgi Adrian-Niken Amelia, dan Rega Febria-Dini Kristianti.

Mereka adalah alumni dan mahasiswa jurusan Pendidikan Seni Tari Universita Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Namun, dari keenam orang penari itu, hanya Nadila Diani (24) yang merupakan warga asli Cikeruh.

Nadila tercatat sebagai warga Cikeruh-Lio, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Sisanya berasal dari Kota Bandung, Sukabumi, dan Bogor.

"Saya belajar tari sudah sekitar 8 tahun. Sejak SMK, terus dilanjut di Universitas. Tidak belajar di sanggar, dulu sekolah di SMK Kesenian," kata Nadila seusai manggung.

Nadila mengatakan, Tari Cikeruhan memang agak berbeda dengan tarian lainnya. Sebab, selain ada unsur Ketuk Tilu, tarian ini juga ada unsur gimik.

Misalnya, ketika ronggeng menolak rayuan, penolakan itu bukan dengan marah meski sambil menjauhkan tubuh pamogor. Tapi sambil tertawa centil.

"Saya gembira bisa menarikan tarian ini. Secara keseluruhan, memang saya hobi menari," katanya.

Agung Fauzi (25), yang berpasangan dengan Nadila, adalah warga Kota Bandung.

Dia mengatakan, pada masa-masa ketika menjadi mahasiswa, dia pernah membawa Tari Cikeruhan untuk ditampilkan di Jepang.

"Tahun 2018. Waktu itu ada acara ulang tahun hubungan Indonesia-Jepang. Waktu itu menari berdua dengan Gina Fitria," kata Agung.

Tari Cikeruhan yang ditampilkan di lapangan Pusat Pemerintahan Sumedang dilakukan oleh tiga pasangan.

Namun, menurut Agung, tarian ini bisa dimainkan bahkan oleh satu pasangan saja.

Sumedang Tuan Rumah

Pemerintah Kabupaten Sumedang ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi tuan rumah pelaksanaan Gelar Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Jawa Barat 2023 di Pusat Pemerintahan Sumedang (PPS), Sabtu (16/12/2023).

Alasan banyaknya meraih penghargaan menjadikan Sumedang tuan rumah Gelaran WBTB 2023.

Penjabat Bupati Sumedang, Herman Suryatman mengatakan ada dua dimensi dalam warisan budaya tak benda. Yaitu, sebagao tontonan dan sebagai tuntunan.

"WBTB Jawa Barat bersumber dari budaya Sunda, ada Sunda Kacirebonan, Sunda Priangan, dan Sunda yang beririsan dengan Betawi,"

"Selain nyaman untuk ditonton juga ragam WBTB yang diakui Unesco bisa menjadi tuntunan berbangsa dan bernegara," kata Herman.

Menurut Herman, di ada 10 WBTB yang diakui level nasional. Untuk tahun 2023 ini ada Seni Ajeng Kasumedangan dan Pengobatan Tradisional Raksa Jagat yang sudah ditetapkan WBTB nasional.

Sebelumnya telah ditetapkan sebagai WBTB, Kuda Renggong (2014), Ngalaksa (2018), Tarawangsa (2018), Tari Umbul (2018), Rengkong (2022), Tari Jayengrana (2022), Goong Renteng (2022), Celempungan (2022).

Sementara untuk WBTB Jawa Barat ada empat warisan budaya Sumedang yaitu Bedog Cikeruh (2022), Bangreng (2022), Cikeruhan (2022) dan Kurupuk Bangreng (2023).

"Jangan sampai terjebak formalitas. Mudah mudahan melalui Gelar Warisan Budaya ini, WBTB bisa menjaga kelestariannya dan setelah itu bisa kita wariskan ke generasi berikutnya,"ujarnya.

Kepala Disparbud Jabar Beni Bachtiar menyampaikan, Jawa Barat mempunyai keragaman budaya. Hal ini menjadi sumber kekuatan dalam mengembangkan kebudayaan dan Jawa Barat merupakan satu satunya Provinsi yang memiliki tiga wilayah budaya.

"Budaya Betawi, Priangan dan Kacirebonan, ini jadi kekuatan. Inilah sebuah akar tiga budaya bisa bersatu dalam sebuah provinsi," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved