Kisah Getir Guru di NTT, 10 Tahun Mengajar Tak Pernah Digaji hingga Kini Tinggal di Perpus Sekolah

Ternyata nasib menjadi seorang guru tak selalu beruntung, guru di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini misalnya, 10 tahun mengajar tak pernah digaji

|
Editor: Hilda Rubiah
Kompas.com
Kisah getir guru di NTT ini tak terima gaji 10 tahun mengajar hingga terpaksa tinggal di Perpustakaan Sekolah 

TRIBUNJABAR.ID - Ternyata nasib menjadi seorang guru tak selalu beruntung, guru di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini misalnya.

Meski sudah mendedikasikan dirinya, selama 10 mengajar ia tak pernah digaji.

Mirisnya, demi menghemat biaya transportasi, guru di NTT ini tinggal di perpustakaan sekolah bersama keluarganya.

Perpustakaan sekolah itu dialih fungsikan sebagai tempat tinggal sementara untuk para guru.

Kisah getir ini dialami oleh guru bernama Lukas Kolo (37)

Baca juga: Viral, Oknum Guru Diduga Doktrin Murid Soal Perang Israel dan Teroris, Minta Maaf, Warganet Geram

Sudah 10 tahun terakhir Lukas Kolo mengabdi menjadi guru di SMP Negeri Wini.

Ia menjalani profesinya sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri Wini dengan sukacita.

Pada Agustus 2023 lalu, Lukas menerima Surat Keputusan (SK) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Namun, hingga saat ini ia belum menerima gaji.

“Saya terima SK tanggal 7 Agustus 2023, sampai hari ini belum terima gaji. Mungkin pemerintah masih urus, karena terlalu banyak peserta,” ungkap Lukas, seperti dikutip Tribun Jatim dari Kompas.com

Lukas tidak mengetahui secara pasti kapan akan menerima gaji. Saat ini, dirinya hanya bisa menunggu saja.

Untuk bertahan hidup, Lukas mengandalkan kerja sampingan dengan menjadi pekerja kebun dan menjual hewan.

Di SMP Negeri Wini ini, Lukas bersama keluarganya sengaja tinggal di ruang perpustakan yang dialihfungsikan menjadi mes.

Hal tersebut demi menghemat biaya transportasi dari rumahnya di Bakitolas yang jaraknya sekitar 25 kilometer ke SMP Negeri Wini.

“Pulangnya kalau ada keperluan saja. Ya kadang satu bulan sekali. Yang menginap di mes ada tiga guru, termasuk saya,” ungkapnya. 

Dia mengaku harus membuat alat peraga karena tak memiliki lab bahasa.

“Sejauh ini, kami hanya bisa pakai alat peraga. Kami kreatif sendiri untuk membuat gambar atau poster. Kami sediakan dan kami paparkan agar mereka tahu tentang apa,” tuturnya.

Saat praktik listening atau praktik mendengarkan percakapan Bahasa Inggris, Frederikus menggunakan speaker atau pengeras suara kecil yang disambungkan ke ponsel.

Frederikus mengungkapkan bahwa SMP Negeri Wini tak memiliki proyektor untuk mengajar.

Bahkan terkadang dirinya meminjam proyektor ke SD Katolik Wini yang tak jauh dari sekolahnya.

“Kami kadang kalau mau pakai Infocus (merek proyektor) harus pinjam dari SD Katolik Wini. Karena kan mereka ada. Kalau ada pertemuan orang tua dan urgent, ya harus pinjam,” ujar Frederikus.

Baca juga: 30 Kata-kata Bijak Ucapan Selamat Hari Guru Nasional 2023 Cocok Dibagikan di WA & Buat Caption di FB

Di sisi lain, setiap guru harus membeli buku referensi tambahan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa.

“(Kalau ada tambahan belajar, guru) harus beli. Terkadang, buku referensinya disiapkan oleh guru, lalu mereka fotokopi,” ucap Guru Bahasa Indonesia, Aryance Paulina Thake Kolo.

Lukas pun meminta Pemerintah Indonesia memperhatikan tenaga pengajar di pelosok negeri yang jauh dari kata sejahtera.

Apalagi di wilayah perbatasan banyak tenaga guru honorer.

“Karena di sini banyak guru honorer. Tentunya pemerintah harus membuka mata. Karena, tanpa guru, dunia bisa mati. Guru yang bisa mencerdaskan bangsa,” katanya.

“Kebutuhan sangat menuntut, tapi pemerintah kurang memperhatikan, itu kendala kami di situ. Jadi, kami mohon supaya, untuk ke depan, perhatikan guru,” ucap Lukas melanjutkan.

Para guru di NTT
Para guru yang ada di perbatasan sulit dapat gaji hingga terbatas alat mengajar

Serupa dengan Lukas, Frederikus berharap pemerintah lebih memperhatikan tenaga pendidik.

“Anak bangsa ini perlu dididik. Tapi, bagaimana dengan kami yang pendidik? Itu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah,” ujarnya.

Terlepas dari hal tersebut, Frederikus juga tetap berharap agar siswanya yang lulus bisa melanjutkan ke jenjang tinggi dan tidak kalah saing dengan anak yang bersekolah di kota.

Artikel ini diolah dari TribunJatim.com

 

Sumber: TribunJatim.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved