Berita Viral

Ada Tanah Wakaf di Balik Viralnya Tanjakan Spongebob di Lembang Bandung Barat, Begini Ceritanya

Dibalik viralnya Tanjakan Spongebob, ternyata ada tanah wakaf yang dihibahkan oleh seorang warga bernama Emak Rasih untuk pembangunan jalan

|
hilman kamaludin/tribun jabar
Pengendara saat melintas di Tanjakan Spongebob di Kampung Bukanagara, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG BARAT - Tanjakan Spongebob yang berlokasi di Kampung Bukanagara, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), kini tengah viral karena memiliki kontur jalan yang sangat ekstrem.

Tanjakan itu memiliki panjang 250 meter dan lebar yang bervariatif, seperti di bawah 5,5 meter, dan di atasnya 2 meter hingga 2,5 meter.

Dengan kondisi itu banyak pengendara mobil dan motor yang tidak kuat menanjak.

Dibalik viralnya tanjakan tersebut, ternyata ada tanah wakaf yang dihibahkan oleh seorang warga bernama Emak Rasih untuk pembangunan jalan yang asalnya lahan pertanian dan hanya ada jalan setapak tersebut.

Cucu Emak Rasih, Sayogi (37) mengatakan, saat itu sang nenek yang merupakan warga Kampung Bukanagara ini memiliki tanah di kampungnya sekitar 100 tumbak atau setara 1.400 meter persegi, kemudian sebagian tanah tersebut diwakafkan.

"Panjang tanah yang diwakafkan saya kurang tahu pasti, tapi kalau lebarnya yang pertama 1 meter, kedua 1 meter lagi, dan terakhir minta 0,5 meter, jadi total 2,5 meter," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (7/11/2023).

Ia mengatakan, lebar tanah yang dihibahkan tersebut sesuai kesepakatan dengan warga dan sesepuh Kampung Bukanagara yang menginginkan ada akses jalan karena saat itu lokasinya hanya perkebunan dan jalan setapak.

"Akhirnya, nenek saya mewakafkan tanahnya sebagian untuk jalan ini, tapi ada juga yang sudah dijual. Saat itu tanah ini diwakafkan sekitar 20-30 tahun lalu," kata Sayogi.

Baca juga: Asal-usul Tanjakan Spongebob di Lembang, Ternyata Awalnya Disebut Jalan Barulaksana

Meski tanahnya sudah diwakafkan untuk jalan itu, kata dia, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih dibayar oleh pihak keluarganya karena sejak awal tanah diwakafkan tidak tahu nasib sertifikat tanah tersebut.

Ia mengatakan, sertifikatnya tanah itu dari awal hingga saat ini masih bersatu atau belum ada pemisahan sertifikat tanah antara milik keluarganya, tanah yang sudah dijual, dan yang diwakafkan untuk jalan.

"Jadi sertifikatnya masih satu, atas nama Emak Rasih, tapi kita baru tahu, kenapa tanah keluarga yang sisa 80 tumbak, tapi bayar PBB lumayan mahal, sekitar Rp500 ribu per tahunnya," ucapnya.

Ternyata pembayaran PBB tersebut, kata dia, untuk tanah utuh sebanyak 100 tumbak, sehingga PBB tanah yang diwakafkan untuk jalan dan tanah yang sudah dijual itu hingga kini masih dibayar pihak keluarganya.

"Kita sudah mau urus, tapi belum ada penyelesaiannya, saya ingin sertifikatnya segera dipisahkan agar PBB dibayarkannya sama pihak desa," ucap Sayogi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved