Perusahaan Tambang Pasir Ilegal di Paseh yang Diciduk Polisi Milik "Orang Ternama" di Sumedang

Baru-baru ini, Kepolisian Daerah Jawa Barat membongkar aktivitas pertambangan ilegal di Dusun Cileuksa, Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Sumedang.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Januar Pribadi Hamel
DOK Polda Jabar
Aparat Kepolisian tengah menggerebek aktivitas tambang pasir ilegel di Dusun Cileuksa, Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, Kamis (24/8/2023). 

Laporan Kontributor TribunJabar.id, Kiki Andriana 

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Baru-baru ini, Kepolisian Daerah Jawa Barat membongkar aktivitas pertambangan ilegal di Dusun Cileuksa, Desa Legok Kaler, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang.

Dua orang dijadikan tersangka dalam operasi tangkap tangan 24 Agustus 2023 itu. Keduanya berasal dari satu perusahaan yang melakukan aktivitas tambang pasir dan sirtu menggunakan alat berat jenis escavator.

Aktivitas tambang itu berdiri di atas lahan carik seluas 16,2 hektare. Menurut polisi, yang baru dikelola sebagai tambang paris barulah 14 tumbak.

Lalu bagaimana muawalnya tambang ilegal itu bisa beroperasi?

Kepala Desa Legok Kaler, Suwarno mengatakan awalnya, tanah carik itu akan dibuat tempat wisata. Hal itu sesuai dengan hasil musyawarah desa.

Saat itu, disepakati lahan harus dibenahi. Namun, karena lahan merupakan area berbatu, maka Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang akan menjalankan usaha parisiwata itu menjalin kerja sama dengan perusahaan tambang.

Sekalian juga, BUMDes melakukan penyertaan modal kepada aktivitas pertambangan itu.

"Kerja samanya 3 tahun. Tapi karena baru dikerjakan 3 hektare, maka adendum. Penambahan waktu setahun lagi," kata Kades Suwarno kepada TribunJabar.id, Kamis (7/9/2023).

Saat itu, yang diajak kerja sama hanyalah satu perusahaan saja. Yaitu, sebuah perusahaan tambang milik "orang ternama" di Kabupaten Sumedang.

"Tapi sekarang ini ada 5 perusahaan tambang yang beraktivitas di Desa Legok Kaler, mereka sebagian besar izinnya habis," kata Kades.

Namun, yang disesalkan kades adalah kasus ini tidak mencuat dari awal. Padahal aktivitas tambang sudah berlangsung 3 tahun.

"Kenapa tidak dari awal dilarang," katanya.

Padahal, menurut Kades, ada satu sisi yang bermanfaat dalam aktivitas tambang itu. Yakni, warganya bisa bekerja sebagai pemungut batu, juga menghidupkan warung-warung kecil di sekitar tambang.

"Saya ini serba salah. Tidak ditanda tangan saya dilaporkan ke Ombudsman, ditandatangan rekomendasi untuk izinnya, jadinya malah seperti ini," katanya.

Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan ada dua lokasi tambang di desa yang sama. Tambang itu beroperasi di atas tanah carik seluas 16 hektare.

Namun, yang telah dikelola sebagai tambang pasir ilegal adalah 14 tumbak.

Dari 14 tumbak itu, dua perusahaan mendapatkan keuntungan yang fantastis, Rp8 juta per hari.

Ibrahim memerinci, satu lokasi tambang bisa menjual 15 truk pasir per hari. Pasir satu truk dibanderol Rp550.000. Itu berarti, dalam sehari, satu lokasi tambang dapat uang Rp8.250.000.

"Satu tambang dalam dua bulan dapat uang Rp480 juta. Dikali dua tambang. Itu terjadi di tanah negara, Tanah carik desa," kata Ibrahim Tompo.

Dalam kasus ini, dua tersangka, yakni HH wiraswasta asal Kabupaten Sumedang, dan U buruh harian lepas di Sumedang telah diamankan polisi.

Polisi juga telah memeriksa sejumlah saksi, mengamankan barang bukti berupa tiga escavator, mesin pengayak pasir, bundel dokumen transaksi, dan mengamankan uang hasil transaksi.

Pertambangan ilegal ini dinilai melanggar Pasal 158 Undang-undang RI nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara. (*)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved