Sosok Brigjen TNI Nugraha Gumilar Anak Yatim Jadi Jenderal: Selalu Ditolong Tuhan Sejak Lahir

Brigjen TNI Nugraha Gumilar meluncurkan buku yang bercerita tentang perjuangannya sebagai yatim hingga menjadi jenderal bintang satu.

Editor: Adi Sasono
DOK PRIBADI NUGRAHA GUMILAR
Brigjen TNI Nugraha Gumilar saat bedah buku “Anak Yatim Jadi Jenderal: Tragedi Pesawat Nurtanio”, Sabtu (24/6/2023). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Sukses bagi Brigjen TNI Dr Nugraha Gumilar MSc adalah tidak pernah menyerah pada kegagalan. Kesuksesan bukan berarti harus lolos dari ujian tetapi saat menemui kegagalan memutuskan untuk tidak menyerah.

“Jadi itu prinsip mendiang bapak saya yang terus saya pegang hingga saat ini. Jujur dan berusaha sebaik mungkin, jika ada masalah pasti nanti Tuhan akan menolong lewat orang-orang di sekitar kita,” tutur Brigjen TNI Nugraha Gumilar di sela-sela acara peluncuran bukunya berjudul “Anak Yatim Jadi Jenderal: Tragedi Pesawat Nurtanio” di Jakarta, Sabtu (24/6/2023).

Melalui siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (27/6/2023), Gumilar berharap bukunya menginspirasi kaum muda sebagai bekal menghadapi tantangan ke depan yang makin kompleks.

Terlahir 23 Januari 1968 di Bandung, Jawa Barat, bungsu dari tujuh bersaudara, Gumilar menapaki perjalanan panjang hidupnya dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain. Namun di saat itu pula ia selalu mendapatkan pertolongan Tuhan.

Bahkan “kegagalan” sudah ia rasakan saat ia lahir. Betapa tidak, orang tuanya Nazar Gumbira dan Rosidah mengatakan bahwa Gumilar adalah anak yang tidak diharapkan.

Karena saat itu orang tuanya menganggap memiliki enam anak sudah lebih dari cukup, ditambah kondisi ekonomi mereka yang jauh dari berkecukupan.

Terlebih Rosidah mengalami pendarahan yang cukup hebat saat melahirkan anak keenam. Namun kedua orang tua Gumilar tetap menerimanya sebagai titipan Tuhan.

Ternyata, di awal hidupnya pun Tuhan sudah turun tangan menolong. Bayi yang tidak diharapkan itu ternyata membawa keberuntungan.

Ketika ia lahir, sang ayah Nazar Gumbira berkesempatan sekolah di Belanda. Karena itulah ia lantas diberi nama Nugraha Gumilar yang artinya anugerah yang terhampar.

Pertolongan Tuhan terus dirasakan Gumilar dan keluarga. Pun saat ayahnya, Nazar Gumbira meninggal dunia akibat jatuhnya Pesawat Casa 212 Nurtanio pada Januari 1980.

Gumilar yang kala itu masih berusia 12 tahun terpaksa menjadi yatim. Sejak itu Gumilar tidak punya figur bapak dan dibesarkan oleh ibu yang berjuang membesarkan ketujuh anak-anaknya.

“Ibu saya jualan di pasar. Karena bapak mendadak meninggalnya (kecelakaan pesawat-red), dia tidak siap ditinggalkan, lain halnya jika sakit kan sudah siap. Ibu lagi makan pagi tiba-tiba ada berita kecelakaan pesawat itu, ibu merasakan seakan langit rumah runtuh,” papar Gumilar.

Menurut dia, ibunya waktu itu bingung mau berbuat apa karena cuma berjualan di pasar harus menghidupi anak yang masih kecil-kecil.

“Hanya satu yang sudah menikah baru setahun artinya kehidupan ekonominya pun masih berat. Saya masih SD, jadi belum ada yang bisa dijadikan pegangan,” kenang Gumilar.

Tuhan pun bekerja. Ketika kesulitan semakin terasa, sekitar tahun 1982, atau 2 tahun sepeninggal ayahnya, Nurtanio memberikan kesempatan kepada para janda korban keselakaan pesawat Casa untuk membuka usaha kantin di Nurtanio. Hal ini tentu saja mendatangkan perbaikan hidup keluarga.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved