Kelompok Teroris Transaksi Miliaran Rupiah untuk Merakit Bom, Dimanipuasi Pembelian Sajadah

Menteri Politik Hukum dan Keamanan(Menkopolhukam), Mahfud MD mengungkap adanya transaksi miliran rupiah terkait terorisme di Jawa Timur.

Editor: Januar Pribadi Hamel
YouTube Komisi III DPR
Menteri Politik Hukum dan Keamanan(Menkopolhukam), Mahfud MD mengungkap adanya transaksi miliran rupiah terkait terorisme di Jawa Timur dipergunakan untuk merakit bom. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Menteri Politik Hukum dan Keamanan(Menkopolhukam), Mahfud MD mengungkap adanya transaksi miliran rupiah terkait terorisme di Jawa Timur dipergunakan untuk merakit bom.

Transaksi miliaran rupiah tersebut dimanipulasi sebagai pembelian sajadah.

"Saya kebetulan Ketua Tim TPPU. Jadi saya lihat banyak yang mencurigakan bahwa ini untuk terorisme kirim uang ke suatu daerah memesan produk sajadah di sebuah tempat di Jawa Timur, uangnya miliaran," ujar Mahfud saat Pengarahan Gerakan Literasi Digital di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Selasa(13/6).

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi(MK) ini juga menyebut setelah dilakukan pengecekan terkait transaksi pembelian sajadah miliaran rupiah tersebut perusahaan yang diduga fiktif ternyata tidak dikirimi sajadah.

Baca juga: Terduga Teroris Ditangkap Densus 88 di Surabaya, Dibekuk saat Akan Pergi Naik Ojol

Uang tersebut justru dipergunakan untuk membeli bahan-bahan untuk merakit bom.

"Tapi tidak ada feedback-nya perusahaan yang dikirimi itu sajadah, yang kemarin sudah dilacak, itu digunakan untuk merakit bom, dan sebagainya dan sebagainya, ini begini," ucapnya.

Menurut Mahfud kelompok teroris juga memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan pengembangan kelompoknya.

"Ada juga cyber terrorist dimana teknologi digital jadi alat bari untuk melancarkan serangan dan merekrut anggota baru," ujarnya.

Tidak hanya itu kata eks Anggota DPR ini selain cyber terrorist ada juga suatu negara atau kelompok jahat tertentu yang melakukan pengintaian dengan melakukan pola serangan siber.

Ia kemudian mencontohkan kemunculan Bjorka yang pernah heboh dan mengklaim adanya kebocoran data.

"Ada juga serangan siber yang disponsori negara atau kelompok yang bermaksud jahat untuk melakukan pengintaian atau pencurian informasi seperti Bjorka soal pembicaraan antara presiden dan menteri, dan bisa lebih dahsyat dari itu hanya saja ini yang tidak kita ketahui," kata Mahfud.

Plt Menkominfo ini juga menyampaikan pemenuhan literasi digital di Indonesia juga sangat rendah.

Dia mengatakan, berdasarkan data dari Institute for Management Development (IMD), Indonesia berada di urutan ke-51 dari 63 negara terkait literasi digital.

"Ada data yang saya catat tadi sebelum berangkat ke sini, Saudara, pemenuhan literasi digital di Indonesia sangat rendah atau rendahlah.

"Coba ini ada catatan atau laporan dari Institute for Management Development (IMD) dalam world digital competitive news ranking di mana Indonesia ada di urutan ke-51 saja dari 63 negara. Rendah.
"Meskipun pengguna internet banyak, tapi tidak dengan literasi digital. Pengguna internet terbesar saya kira (Indonesia)," kata Mahfud.

Menurut Mahfud orang yang mengetahui caranya menggunakan internet dalam aktivitas sehari-hari disebut sebagai yang telah memiliki literasi digital.

Sebaliknya jika hanya menggunakan internet tapi tidak paham kegunaan dan manfaatnya berarti tidak paham literasi digital.

"Literasi berarti paham caranya, paham bahwa itu tipuan, paham bahwa itu benar, paham bahwa itu tidak boleh itu tuh namanya literasi digital.

"Tapi kalau cuma pakai internet, itu tidak paham, dia tidak melek dengan digital, bisa saja, apalagi pengguna email itu banyak banget. Tapi, kalau kita lihat dari hasil penelitian, literasi digital sedikit, masih rendah," tuturnya.

Mahfud kemudian memaparkan indeks literasi digital berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kemenkominfo. Mahfud menyebut setiap tahunnya ada kenaikan namun sedikit.

"Memang ada kemungkinan, literasi digital berdasarkan survei dari indeks literasi digital yang dirilis Kemenkominfo 2023, catatannya begini. Tahun 2020 dari skala 1-5, indeks kita itu ada di 3,46, tahun 2021 naik sedikit menjadi 3,49, dan tahun 2022 kemarin naik hanya 3,54 naiknya sedikit-sedikit," ucapnya.

"Sehingga, dari skala 1-5, ini kita masih masuk dalam kategori sedang saja. Dibandingkan dengan negara ASEAN lain, kita jauh, masih rata-ratanya negara ASEAN itu 70. Kita masih tidak sampai di situ," tambahnya.(Tribun Network/gta/wly)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved