Dokter dan Nakes Ancam Mogok Nasional, Protes RUU Omnibus Kesehatan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama para tenaga kesehatan lainnya mengancam akan melakukan mogok kerja nasional atau cuti pelayanan kesehatan.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama para tenaga kesehatan (nakes) lainnya mengancam akan melakukan mogok kerja nasional atau cuti pelayanan kesehatan.
Ancaman itu benar-benar akan dilakukan jika DPR dan Pemerintah tidak menghentikan pembahasan RUU Omnibus Kesehatan.
"Setelah ini kami menginstruksikan seluruh anggota untuk mogok kalau Pemerintah tidak menggubris dan tidak mengindahkan tuntutan kami hari ini," kata juru bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Beni Satria di sela-sela aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (5/6).
Adapun lima organisasi profesi yang menggelar aksi unjuk rasa menolak pembahasan RUU Omnibus Kesehatan itu yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Baca juga: dr Tirta Soroti Nakes Puskesmas di Sulteng Viral Bandingkan Pasien BPJS dan Umum: Begini Ga Elok
"Tentu kami sampaikan bahwa untuk pelayanan emergency, IGD [instalasi gawat darurat), kemudian ICU [Unit perawatan intensif], tindakan operasi emergency, itu tetap berjalan. Ini sama seperti cuti lebaran," kata Beni mengenai ancaman aksi mogok dari para nakes itu.
Dalam aksi unjuk rasa kemarin para dokter dan tenaga kesehatan menyuarakan penolakan mereka terhadap RUU Omnibus Kesehatan yang tengah dibahas oleh Pemerintah dan DPR.
Selain membawa spanduk dan banner menolak pembahasan RUU Omnibus Kesehatan, para tenaga medis itu juga melakukan aksi teatrikal dengan membawa keranda dan manusia berkain kafan.
Kordinator lapangan aksi teatrikal yang juga seorang dokter bernama Trisna mengungkapkan aksi teatrikal tersebut sesuai dengan isi RUU Omnibus Kesehatan.
"Salah satunya memfasilitasi tenaga kesehatan luar negeri, namun menginjak tenaga kesehatan di Indonesia. Kemudian adanya keranda tersebut menandakan bahwa RUU tersebut membunuh secara perlahan tenaga kesehatan dengan pasal-pasal yang tidak berpihak," kata Trisna.
Trisna juga menyinggung RUU Omnibus Kesehatan yang menuntut tenaga kesehatan untuk bisa menyembuhkan.
"Tenaga kesehatan itu bukan Tuhan bisa menyembuhkan. Kami hanya perantara, hanya berusaha menyembuhkan," tegasnya.
Menurut Trisna, RUU Omnibus Kesehatan itu justru mengadu domba antara tenaga kesehatan dengan masyarakat.
"Jadi hal itu secara tidak langsung mangadu domba antara tenaga kesehatan dengan rakyat," tutupnya.
Para dokter dan nakes mengaku telah melayangkan tuntutan kepada DPR sejak 28 hari lalu. Namun menurut mereka DPR tetap melakukan pembahasan tanpa melibatkan organisasi keprofesian.
"Karena tuntutan kami 28 hari yang lalu, tetapi pemerintah masih punya gunjingan bersama DPR untuk membahas itu tanpa melibatkan kami," ujar Beni.
Ia pun mempertanyakan alasan di balik dicabutnya aturan terkait keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, apoteker dan kebidanan yang digantikan oleh RUU Omnibus Kesehatan.
"Mengapa undang-undang eksisting profesi yang sudah mengatur seluruh organisasi profesi itu harus dihapuskan dan dicabut," ujarnya.
Beni menilai muatan RUU 'sapu jagat' itu belum memberikan kepastian perlindungan terhadap tenaga medis dan kesehatan. Dalam RUU itu kata dia juga belum ada kejelasan terkait asas kesalahan dan kelalaian.
"Kemudian terkait asas kesalahan dan asas kelalaian yang tidak jelas dalam RUU, untuk itu kita minta hentikan stop pembahasan ini," ujarnya.
Menurut Beni, RUU Kesehatan tersebut seharusnya mengakomodir perlindungan terhadap nakes dan medis.
"Masih tetap terjadi penganiayaan terhadap tenaga kesehatan, perawat, bidan dokter yang dianiaya dalam memberikan pelayanan kesehatan," imbuhnya.
Sebelumnya Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menilai RUU Omnibus Kesehatan yang tengah dibahas DPR itu tak memiliki urgensi.
Ia menilai seharusnya pemerintah lebih memperhatikan persoalan kesehatan di wilayah terpencil, bukan membuat aturan baru yang berpotensi bertabrakan dengan aturan lainnya di bidang kesehatan.
"Banyaknya jumlah regulasi ternyata tak berbanding lurus dengan kemampuan regulasi itu menyelesaikan berbagai persoalan," kata dia.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengklaim tenaga medis dan kesehatan tak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Kesehatan.
Ia juga menganggap RUU usulan DPR itu tak dibahas secara transparan.
"Seruan para tenaga medis dan kesehatan akan RUU Kesehatan seperti angin lalu bagi pemerintah, sebagaimana terjadi sebelumnya dalam pembuatan UU Cipta Kerja yang tidak transparan," ujarnya.
Kemudian Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi menyoroti muatan RUU itu tidak memberikan kepastian terkait kontrak kerja bagi tenaga medis dan kesehatan.
"Belum tampak perbaikan dari perlindungan (hukum) bagi tenaga medis dan kesehatan dalam hal kontrak kerja," ujarnya.
Sementara Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam menganggap RUU Kesehatan berisiko menimbulkan standar ganda dalam di antara organisasi profesi kesehatan.
"Masalah multi Organisasi Profesi (OP) yang berisiko menimbulkan standar ganda/multi dalam penegakan etika yang tentunya akan membahayakan keselamatan pasien di kemudian hari," tegas Noffendri.
Terpisah, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Aliyah Mustika berharap para nakes membatalkan ancaman melakukan aksi mogok massal itu.
"Semoga saja tidak ada (mogok massal). Kami akan mencari titik temunya dan akan kami bicarakan di Komisi IX," kata Aliyah usai mendatangi para pendemo di depan gedung DPR, Jakarta, Senin (5/6).
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena.
Ia juga berharap para nakes dan petugas medis tak menggelar aksi lanjutan menolak RUU Omnibus Kesehatan.
"Kami berharap tidak perlu ada aksi-aksi lanjutan yang kemudian harus merugikan masyarakat, terutama teman-teman nakes sampai tidak bisa bekerja membuat pasien terlantar," kata Melki kepada Tribunnews.com.
Melki juga menyayangkan aksi penolakan RUU Omnibus Kesehatan yang dilakukan berbagai organisasi profesi itu.
Dia mengklaim pihaknya telah mendengarkan masukan-masukan para organisasi profesi, bahkan sejak dalam penyusunan di badan legislasi (Baleg).
"Dan sudah jadi rumusan juga dari DPR RI sebenarnya," ujar Melki.
Melki menjelaskan pihaknya juga sudah memberikan kesempatan kepada para organisasi profesi untuk memberikan masukan atas berbagai catatan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah.
"Secara khusus juga pada momen berikutnya lagi itu juga kesempatan kedua lagi di Komisi IX panja (panitia kerja) DPR RI sudah menerima lagi masukan-masukan berbagai pihak khususnya teman-teman OP," tegasnya.
Namun dia memang mengakui tidak semua masukan dari organisasi profesi bisa diakomodir oleh Komisi IX DPR.
"Jadi prinsipnya adalah semua mekanisme sudah ditempuh, sudah kita buka ruang juga dengar masukan juga," imbuhnya.(tribun network/frs/rhm/dod)
Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.
Judika Pakai "Odol" di Bawah Mata saat Main Bola di Senayan, Imbas Tembakan Gas Air Mata di Demo DPR |
![]() |
---|
Ascariasis Masih Jadi Penyakit Endemis di Jabar, IDI Ingatkan Risiko pada Balita |
![]() |
---|
Balita di Sukabumi Tewas Akibat Cacingan, IDI Jabar Kritik Lemahnya Pengawasan Puskesmas & Posyandu |
![]() |
---|
Pimpin IDI Purwakarta, Rudi Komitmen Tingkatkan Profesionalisme Dokter dan Berdampak bagi Masyarakat |
![]() |
---|
Pelantikan Pengurus IDI, Bupati Ajak Kuatkan Kolaborasi Tingkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.