Pencabutan Izin Operasional Perguruan Tinggi, Guru Besar UPI Sebut Biasanya karena Tak Penuhi Syarat

Umumnya, izin operasional perguruan tinggi dicabut jika perguruan tinggi tersebut terbukti tak dapat memenuhi kriteria atau syarat

Tribun Jabar/ Firman Suryaman
Ratusan mahasiswa STMIK demo tuntut kejelasan nasib pendidikan mereka setelah izin opefasional STMIK dicabut Kemendikbudristek. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Guru Besar Prodi Administrasi Pendidikan (Adpend) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Profesor Aan Komariah, mengatakan ada beberapa hal yang bisa membuat Kemendikbud Ristek mencabut izin operasional sebuah perguruan tinggi.

Aan mengatakan itu ketika dimintai komentarnya terkait pencabutan izin yang baru saja dilakukan Kemendikbud Ristek terhadap STMIK Kota Tasikmalaya.

Soal pencabutan izin operasional perguruan tinggi itu, ujarnya, diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 7 Tahun 2020, tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta.

Umumnya, izin operasional perguruan tinggi dicabut jika perguruan tinggi tersebut terbukti tak dapat memenuhi kriteria atau syarat sebagai perguruan tinggi.

Baca juga: Izin Operasional STMIK Kota Tasikmalaya Tiba-tiba Dicabut, Mahasiswa Bingung,Terancam Gagal Sarjana?

"Untuk perguruan tinggi negeri istilahnya bukan dicabut izin, tapi dibubarkan. Tapi, untuk perguruan tinggi swasta, itu dicabut izinnya. Kenapa izinnya dicabut, bisa jadi karena tidak memenuhi kriteria atau syarat dari pendirian perguruan tinggi swasta, yang paling utamanya adalah tentu tidak terakreditasi," katanya.

Terkait kasus yang menimpa STMIK Kota Tasikmalaya, kata Aan, perlu dicari tahu apa penyebabnya utamanya, apakah karena tidak terakreditasi atau badan penyelenggaranya bubar.

"Jadi, kalau tidak memenuhi persyaratan sampai tidak terakreditasi, berarti persyaratan administrasinya juga tidak terpenuhi, mulai dari kurikulumnya, dosennya, organisasinya tata kerjanya, kemudian sarana prasarananya," katanya.

Terkait mahasiswanya, tegas Aan, pihak badan penyelenggara harus bertanggung jawab penuh, apakah itu merger dengan kampus lain atau melakukan upaya lainnya.

"Kejelasan mahasiswanya bagaimana, ya selama memenuhi ketentuan, boleh saja," ujarnya.

(nazmi abdurahman)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved