DPRD Jabar Tegas Menolak Pembatalan 306 PPPK, Ini yang akan Dilakukan Dewan
DPRD Provinsi Jawa Barat menolak keputusan pemerintah yang membatalkan pengangkatan 306 guru honorer asal Jawa Barat menjadi PPPK.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - DPRD Provinsi Jawa Barat menolak keputusan pemerintah yang membatalkan pengangkatan 306 guru honorer asal Jawa Barat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Penolakan ini disampaikan DPRD Jabar, Senin (13/3/2023).
Kemarin, Komisi V DPRD Jabar melakukan audiensi dengan Forum Guru Prioritas Pertama Negeri dan Swasta, yang juga dihadiri oleh jajaran Dinas Pendidikan Provinsi Jabar di Kantor Komisi V DPRD Jabar.
Ketua Forum Guru Prioritas Pertama Negeri dan Swasta, Endri Lesmana, menjelaskan 306 guru honorer dari berbagai kota dan kabupaten di Jabar ini telah dinyatakan lolos menjadi PPPK, tiga bulan lalu.
Namun, pada Maret 2023 terdapat surat pengumuman dari Dirjen GTK Nomor : 1199/B/GT.00.08/2023 Tentang Pembatalan Penempatan Pelamar P1 pada Seleksi ASN PPPK Tahun 2022.
Surat pengumuman tersebut sontak membuat ratusan guru honorer yang sebelumnya sudah dinyatakan lulus merasa terpukul.
Endri menilai pembatalan ini dilakukan secara sepihak oleh panitia seleksi.
"Pembatalan ini seolah-olah sepihak karena tiga hari terakhir sebelum penempatan diumumkan. Dari yang dibatalkan, mayoritas 77 guru pelajaran PKWU, dan 67 guru Bahasa Inggris."
"Pembatalan ini berdampak pada psikologis mereka yang masih harus bersabar," katanya dalam kesempatan tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Wahyu Mijaya, mengatakan pihaknya tengah berupaya mencari solusi terbaik sesuai dengan kewenangan provinsi dan apa yang bisa sama-sama dilakukan dalam memperjuangkan nasib 306 guru tersebut.
"Kewenangan penerimaan memang ada di pusat, tapi kami nyatakan tidak akan pernah lepas tangan dengan hal ini."
"Dari sisi kami memang hanya bisa mengusulkan. Kami usulkan di awal 14 ribu PPPK, yang sudah tahap pertama sudah 5.776, kemudian tahap kedua 5.526, dan tahap ketiga kami usulkan 3.800 lagi," kata Wahyu.
Namun kini, ia menyatakan akan fokus terlebih dulu kepada 306 guru yang dibatalkan status PPPK-nya.
Ia menyatakan siap melakukan fasilitasi dan berupaya maksimal sesuai kewenangannya.
"Kita sama-sama perjuangkan. Langkah-langkah yang hasus dilakukan sama-sama didiskusikan."
"Kami tidak pernah akan lepas tangan, ini komitmen kami dalam fasilitasi para guru," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya, menyatakan pihaknya menolak tegas pembatalan ini dan meminta 306 guru honorer asal Jabar yang dimaksud kembali diloloskan menjadi PPPK.
Ia menyatakan pembatalan ini mengindikasikan adanya ketidakpastian hukum.
"Kami setelah melakukan komunikasi dengan beberapa perwakilan guru, melihat bagaimana level Kementerian membatalkan sepihak SK itu."
"Kami dengan tetap menghormati institusi kementerian, menilai ada ketidakprofesionalan pansel ketika menyangkut nasib 306 guru ini," kata Abdul Hadi.
Anggota Komisi V DPRD Jabar Enjang Tedi mengatakan Komisi V DPRD Jabar sudah resmi meminta Kemendikbudristek untuk membatalkan surat pembatalan PPPK tersebut.
Ia pun menyebutkan adanya indikasi ketidakpastian hukum dan ketidakprofesionalan pansel dalam pembatalan ini.
"Ada dampak psikologis yang dialami guru yang dibatalkan jadi PPPK."
"Ada yang malu ke sekolah, bahkan ada yang sudah tidak bisa mengajar di sekolah swasta terdahulunya karena sempat dinyatakan lulus PPPK di negeri," katanya.
Dari hasil penelusurannya ke Kemendikbud, ujar Enjang, pembatalan tersebut dilakukan karena adanya sanggahan dari peraih nilai lainnya.
Namun setelah ditelusuri, pihaknya juga menemukan ada sejumlah guru di selatan Garut yang sudah lolos tapi dibatalkan, padahal guru tersebut tidak memiliki pesaing di bawahnya.
"Misalnya yang terjadi kepada guru Bahasa Inggris di Cibalong, yang daftar satu orang tapi dibatalkan padahal ketika menginput data itu sudah dikunci," ucap Enjang.
"Artinya sesungguhnya Panselnas itu tidak melihat satu per satu sehingga bisa dikatakan Panselnas tidak profesional, dan melanggar undang-undang."
Syok
Salah satu guru honorer di SMA Al Madinah Cibatu, Kabupaten Garut, Aep Saefudin (53), mengaku tak mengerti dengan pembatalan ini.
Ia mengatakan, pengumuman pembatalan itu tak masuk akal karena guru honorer yang sudah lulus seharusnya sudah dikunci kelulusannya.
"Saya sangat kecewa, sedih, syok dan merasa aneh, kenapa tiba-tiba dibatalkan, kan saya sudah lulus PG dan P1 bahkan sudah dapat info akan ditempatkan di SMKN 10 Garut," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Senin (13/3/2023).
Padahal, menurut Aep, kabar kelulusannya sudah sangat membahagiakan dirinya dan keluarga.
Bagaimana tidak, kerja kerasnya selama 23 tahun menjadi guru honorer akhirnya terjawab dengan diangkat menjadi ASN PPPK.
"Tapi tiba-tiba dicabut dan itu meleburkan perasaan bahagia para guru lain yang juga lulus tapi kena pembatalan," ujarnya.
Kekecewaan mendalam, sebelumnya juga diungkapkan Tiktik Sartika (53), satu dari 28 guru honorer di Garut yang dibatalkan kelulusannya sebagai PPPK.
Tiktik menuturkan, sebelum pengumuman, ia telah menerima edaran bahwa ia dinyatakan lolos PPPK prioritas satu (P1), ditempatkan di sekolah tempatnya mengajar, yakni di SMA Negeri 23 Pakenjeng, Kabupaten Garut.
"Waktu itu saya sudah dinyatakan lolos, ada semacam edaran gitu PDF, ternyata saya termasuk salah satu dari tiga ribu sekian yang P1, tapi digagalkan, dibatalkan," ujarnya saat ditemui di Aula Paseban Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jumat (10/3/2023) sore.
Ia menuturkan, informasi awal bahwa dirinya dinyatakan lolos PPPK sempat membuat bahagia keluarga dan anak-anaknya.
Kebahagiaan tersebut menurutnya merupakan jawaban atas doa-doa dan harapannya yang selama 33 tahun mengabdi sebagai guru honorer.
Namun kebahagiaannya itu tidak berlangsung lama, karena mendadak kelulusannya menjadi PPPK dibatalkan.
"Malu dan sakit, ketika saya melihat (teman) yang lima orang itu lulus passing grade dapat penempatan. Hanya saya seorang yang dibatalkan," ungkapnya.
Tiktik berharap, ia dan teman-temannya yang terdampak pembatalan, seluruhnya bisa kembali ditempatkan dan dicabut pembatalannya.
(syarif abdussalam/sidqi al ghifari)
Massa Aksi di Depan Kantor DPRD Jabar Dibubarkan, Polisi Tembakkan Gas Air Mata, Ada yang Ditangkap |
![]() |
---|
Aten Munajat Kembali Dipercaya Jadi Ketua Hamida Garut, Siap Bersinergi untuk 'Garut Hebat' |
![]() |
---|
Suasana Terkini Aksi Unjuk Rasa di DPRD Jabar: Massa Bertahan di Bawah Hujan, Petugas Bersiaga |
![]() |
---|
Ketua DPRD dan Sekda Jabar Turun ke Jalan Temui Pengunjuk Rasa, Massa Adukan Sikap Represif Polisi |
![]() |
---|
Ketua Fraksi PPP Sebut Gugatan FKSS kepada Dedi Mulyadi Harus Jadi Pelajaran untuk Pemprov Jabar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.