Bencana Erupsi Gunung Semeru, Pakar Gunung Api Unpad Pertanyakan Keberadaan Sistem Peringatan Dini

Prof Nana Sulaksana mempertanyakan sistem peringatan dini dalam memantau aktivitas gunung tertinggi di Jawa itu.

Istimewa
Pakar Gunung Api dari Unpad, Prof Nana Sulaksana 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Bencana kembali melanda Indonesia, setelah gempa Cianjur, kini terjadi erupsi gunung berapi di wilayah Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur, yakni Gunung Semeru pada Minggu (4/12/2022).

Pakar Gunung Api dari Unpad, Prof Nana Sulaksana mempertanyakan sistem peringatan dini dalam memantau aktivitas gunung tertinggi di Jawa itu.
Menurutnya, erupsi yang terjadi di Semeru berbeda dari tahun sebelumnya.

Pada 2021, banjir lahar akibat erupsi Semeru yang disebabkan aktivitas vulkanik dengan cuaca ekstrem di sana.

Baca juga: VIRAL Aksi Nekat Pimpinan Ponpes Menolak Dievakuasi saat Erupsi Semeru, 15 Santri Ikut Bertahan

Sedangkan saat ini, erupsi benar-benar proses erupsi akibat naiknya magma.

"Erupsi gunung berapi bukan peristiwa luar biasa. Gunung Semeru masih berstatus siaga (level III) sejak 16 Desember 2021. Kenaikan status Semeru menjadi awas (level IV) pada Minggu (4/12/2022) siang. Padahal, erupsi Semeru sudah terjadi dini hari pukul 03.00 WIB. Jadi, menurut saya ini bermasalah," ujarnya, Senin (5/12/2022).

Dia mempertanyakan pula terkait optimalisasi sistem peringatan dini sebelum erupsi Semeru terjadi. Sebab, sistem peringatan dini sebaiknya dikeluarkan sedini mungkin sebelum erupsi terjadi sampai ke masyarakat, sehingga proses evakuasi lebih cepat dilaksanakan.

"Sekarang menjadi pertanyaan apakah setiap daerah sudah diberikan otonomi dalam mengurus pemantauan kegunung apian? Sebab, otonomi ini penting agar penyampaian informasi peringatan dini ke warga lebih cepat. Saya contohkan, kenaikan status gunung api, itu kan oleh instansi pusat. Artinya, ada rentang birokrasi laporan dari pos pengamatan yang notabene ada di daerah sekitar, lapor ke kepala vulkanologi, lalu ke atas lagi ke Badan Geologi. Itu terlalu jauh," ujarnya.

Prof Nana juga mendorong adanya peta detail terkait aliran lahar.

Material erupsi menumpuk di tubuh gunung berapi yang berupa endapan awan panas ditambah dengan cuaca ekstrem sangat rentan terjadi luapan lahar panas maupun dingin.

Baca juga: Sejarah Singkat Erupsi Gunung Semeru, Pernah Meletus 8 Kali dalam Sehari, Bikin Khawatir Jepang

"Pemetaan potensi lahar panas dan dingin harus selalu diperbaharui," katanya.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved