Hasilkan Devisa Besar, Pengelolaan PMI di Timur Tengah Belum Maksimal, Ini Penyebabnya

Pengelolaan PMI di Timur Tengah belum maksimal padahal menghasilkan devisa besar bagi negara

Editor: Siti Fatimah
dok fisip Unpas
FGD " Eksistensi TKI di Timur Tengah: Perspektif Keamanan dan Diplomasi" 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Devisa terbesar kedua di Indonesia adalah transaksi keuangan para pekerja migran Indonesia. Jumlahnya  mencapai Rp 159,6 triliun. Oleh sebab itu PMI sering disebut sebagai pahlawan devisa negara.

Kendati demikian, pengelolaan PMI  ini belum maksimal, khususnya dari sisi keamanannya.

Demikian diungkapkan Komandan Pusdikter, Brigjen TNI, Drajad Brima Yoga Sip M.H., yang juga mantan Atase Keamanan RI di Riyadh saat FGD " Eksistensi TKI di Timur Tengah: Perspektif Keamanan dan Diplomasi" di Fisip Unpas, Kamis (18/8) dalam keteerangan resmi Unpas.

Baca juga: Program Government to Government, Airlangga; Tingkatkan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

"Selama ini pengelolaan TKI (PMI)  belum terlalu baik. Karena pengelolaannya masih antar perusahaan ke perusahaan, belum goverment to goverment. Dengan begitu kontrol pemerintah pun masih kurang terhadap keamanan TKI (PMI) di luar negeri," ujar Yoga.

Menurutnya, sekuritisasi PMI di luar negeri seharusnya menjadi beban negara dengan tujuan untuk melindungi mereka.

Ia mencontohkan, pada tahun 2017 ada PMI perempuan dideportasi dari Turki karena diduga terlibat ISIS.

Selain itu, pada tahun 2019, ada ratusan PMI menjadi korban human trafficking di Irak.

"Di Timur Tengah, jika TKI berkasus, maka sudah pasti langsung diproses dan mendapat hukuman di sana. Kecuali jika keluarga memaafkan TKI itu bisa dibebaskan," ujarnya.

Baca juga: Airlangga Hartarto Dukung Penuh 2022 Jadi Tahun Penempatan Pekerja Migran Indonesia

"Dalam kasus tertentu kita juga melakukan pendampingan PMI ang berkasus, tapi tidak diberi keleluasaan karena mereka juga punya hukum sendiri," katanya.

Dikatakan, diplomasi pekerja migran di Timur Tengah selama ini belum lancar, padahal sektor pekerja migran di sana sangat besar dan membutuhkan pendampingan.

Selama ini, kata Yoga upaya perlindungan dalam menangani PMI  di Timur Tengah diantaranya adalah perlindungan teknis, seperti adanya rumah singgah dan konseling. Selain itu, perlindungan hukum, ada pengacara, pendampingan hukum, dan permohonan amnesti dan repatriasi (yang overstay, yang tak tertampung ditampung di kantor perwakilan mereka.)

"Selain itu, perlindungan politis, yakni dengan cara MoU tentang penempatan dan perlindungan PMI, meskipun kenyataan enggak berjalan mulus," katanya.

Baca juga: Mulai 1 Agustus, Indonesia Kembali Kirim Pekerja Migran ke Malaysia, Sempat Disetop

Dekan Fisip Unpas, Dr. M. Budiana mengatakan FDG ini merupakan persembahan HUT ke-77 RI.

Kegiatan ini merupakan kaleidoskop ketenagakerjaan Indonesia di luar negeri.

Selain itu, FDG ini pun dilakukan untuk brainstorming soal ketenagakerjaan di luar negeri untuk para dosen dan mahasiswa Hubungan Internasional Fisip Unpas.

"Melalui FDG ini kita akan mendengarkan oleh-oleh soal ketenagakerjaan di luar negeri khususnya di Timur Tengah dari Pak Brigjen Yoga. Karena beliau mantan atase keamanan di sana selama bertahun-tahun," ujar Budiana. 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved