Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif Ketua BPC PHRI Pangandaran Agus Mulyana: Bangkit dari Pandemi Covid-19
Berikut petikan wawancara khusus jurnalis Tribunjabar.id Oktora Veriawan dan Padna dengan Agus Mulyadi, di Joglo Hotel Pangandaran, belum lama ini.

TRIBUNJABAR.ID, PANGANDARAN - Saat dilantik sebagai Ketua BPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pangandaran, Agus Mulyadi langsung dihadapkan pada pandemi Covid-19.
Ia pun harus memutar otak agar anggotanya bisa tetap hidup.
Berbagai terobosan ia lakukan, dan itu kini berbuah.
Saat ia dilantik, anggota PHRI Kabupaten Pangandaran hanya 60 hotel dan restoran, itu pun yang aktif hanya 30-an.
Baca juga: Pengunjung Kecewa, Liburan di Pantai Pangandaran Tak Sesuai yang Diharapkan Gara-gara Hal Ini
Kini anggotanya sudah 354 hotel serta restoran, dan semuanya aktif.
Berikut petikan wawancara khusus jurnalis Tribunjabar.id Oktora Veriawan dan Padna dengan Agus Mulyadi, di Joglo Hotel Pangandaran, belum lama ini.
Pandemi Covid-19 berjalan lebih dari dua tahun, apa yang dirasakan PHRI di Pangandaran?
Saya bercerita tentang PHRI di Kabupaten Pangandaran waktu saya dilantik jadi ketua PHRI Kabupaten Pangandaran pada 19 Agustus 2019.
Begitu saya dilantik, langsung dihantam pandemi Covid-19.
Ini tentu menjadi sebuah musibah bagi saya. Saat itu hotel ditutup semua, imbasnya pada roda perekonomian.
Nasib karyawan hotel dan restoran bagaimana?
Banyak karyawan yang dirumahkan. Ada juga yang pakai sistem sif.
Misalnya, yang punya karyawan 30 orang, yang masuk itu 15 orang.
Jadi, dalam sebulan itu mereka menerima gaji 15 hari. Bahkan ada yang di-PHK juga, dan hotelnya langsung ditutup.
Apa yang Anda lakukan saat itu?
Saat itu saya berpikir bagaimana caranya PHRI bisa berperan di saat pandemi. Akhirnya, kita kebetulan.
Saat itu ada bantuan dari Kemenkraf melalui TNI-Polri. Saat itu saya melobi supaya pendistribusiannya bisa kami handle.
Bukan dari kami, sih, tapi karena PHRI belum punya apa-apa.
Nah, dari situ ada image bahwa PHRI itu benar-benar care ke karyawannya. Karena memang, bantuan itu untuk karyawan yang terdampak pandemi.
Saat itu saya bilang, kalau mau menerima bantuan ini coba koordinasi ke PHRI. Syaratnya, tentu masuk jadi anggota PHRI.
Akhirnya mereka, para pengusaha hotel dan restoran, masuk ke PHRI.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Setelah itu, ada beberapa wilayah daerah yang masuk ke level 2, termasuk di kita (Pangandaran).
Saat itu yang menjadi konsentrasi saya waktu berada di level 2, hotel itu bisa buka di posisi 50 persen tapi tempat wisatanya ditutup.
Nah, kalau di Bandung, itu mungkin bisa karena memang hotelnya tidak ada di dalam objek wisata. Saat itu PHRI Garut sudah kibarkan bendera putih.
Tapi, kami, PHRI Pangandaran berkirim surat ke ketua PPKM Jawa Bali, ke Kementerian Kesehatan, dan ke Kementerian Pariwisata.
Tiga surat itu saya kirim langsung dari BPC PHRI Kabupaten Pangandaran dengan tembusan ke BPD PHRI Jawa Barat dan PHRI pusat, kemudian Kepala Dinas Pariwisata Jawa Barat dan Kepala Dinas Kabupaten, Pak Bupati Pangandaran dan juga Pak Gubernur Jabar.
Saya sampaikan pada pemangku kebijakan yang di atas bahwa Pangandaran ini berbeda dengan daerah lain.
Saya sampaikan, bagaimana kami bisa beroperasi 50 persen kalau tempat wisatanya ditutup.
Bagaimana hasilnya?
Hasilnya, dua minggu setelah itu Pangandaran ini dibuka, meski belum full, dan dengan persyaratan yang sangat ketat.
Di hotel-hotel kami pasangi banner dengan menggunakan logo Kabupaten Pangandaran dan logo PHRI yang tulisannya hotel ini telah buka dengan syarat memenuhi protokol kesehatan.
Otomatis hotel yang tidak pasang banner itu tidak bisa buka.
Saya bilang, yang ingin mendapatkan banner dan mendapatkan rekomendasi PHRI, silakan masuk dulu menjadi anggota PHRI.
Jadi sekarang total anggotanya berapa?
Sekarang total sudah ada 354, dan semuanya pada aktif. Dulu kan, dari 60 anggota yang aktif hanya 30 tapi sekarang 354 aktif semua.
Itu mungkin musibah, yang saya buat menjadi hikmah.
Itu mungkin satu-satunya di Jawa Barat bahwa PBC PHRI Kabupaten Pangandaran ini punya gedung sendiri. (*)