Kisah Guru Honorer di Pelosok KBB, Mengajar 52 Tahun, Gaji Rp 350 Ribu, Sehari Jalan Kaki 10 Km

Ini kisah Hadjarudin, seorang guru honorer yang sudah mengabdi 52 tahun di pelosok KBB. Meski upahnya cuma Rp 350 ribu perbulan.

|
Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: taufik ismail
Tribun Jabar/Hilman Kamaludin
Hadjarudin Supiana(75) seorang guru honorer yang mengabdi selama 52 tahun di pelosok Bandung Barat. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG BARAT - Sinar matahari bersama embun pagi mengiringi perjalanan Hadjarudin Supiana (75) di jalan yang terjal daerah perbatasan Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Kabupaten Cianjur.

Jaket tipis dan peci hitam yang dipakai oleh pria tua yang berprofesi sebagai guru honorer ini, tampaknya bisa sedikit menghangatkan tubuhnya dari dingin pagi di wilayah yang dikelilingi persawahan dan perkebunan itu.

Membawa tas selempang dari rumahnya yang sederhana di Kampung Cicadas-Citeureup, Desa Sukasirna, Kecamatan Campaka Mulya, Kabupaten Cianjur dia berjalan pelan-pelan sambil menikmati udara segar.

Semangatnya untuk sampai di tempat tujuan, tak pernah pudar meski harus menempuh perjalanan sekitar 5 kilometer dengan kaki yang sudah tak sekuat dulu.

Perjalanan yang ditempuh pria kelahiran 8 Oktober 1947 untuk sampai ke tempat mengais rezekinya di SDN Babakan Sirna, Kecamatan Gununghalu, KBB itu tidak mudah karena harus melewati jalan rusak penuh batu yang memiliki tanjakan dan turunan yang cukup curam.

Meski begitu, Hadjarudin tetap berjuang dengan penuh semangat demi bisa mencerdaskan anak bangsa yang ada di pelosok desa meski hanya dapat upah alakadarnya.

"Saya pergi mengajar ke sekolah setiap hari jalan kaki, kadang kalau ingin cepat sampai, saya naik motor diantar anak angkat. Sekarang, saya ngajar umum di kelas 3," ujar Hadjarudin di rumahnya, Jumat (17/6/2022).

Dengan segala keterbatasan itu, tetapi kecintaannya terhadap dunia pendidikan hingga saat ini terbukti tidak luntur.

Dia tetap optimis menatap masa depan, termasuk menatap 2023, meski dia telah mengabdi sebagai guru honorer sejak tahun 1970 hingga sekarang atau selama 52 tahun.

Selama itu, pria yang menempuh sekolah rakyat (SR) hingga sekolah pendidikan guru (SPG) ini mengajar di sejumlah sekolah, seperti sekolahan di Cianjur, Kota Bandung dan terakhir di Bandung Barat sejak tahun 1986 mulai dari SD Cilangari 1, Cilangari 2, Cisitu, dan Babakan Sirna sampai sekarang.

"Pada tahun 1970 saya ngajar di SD Cigulingan (Cianjur) sampai dengan tahun 1973, terus pindah ke SD di Kota Bandung, terus pindah lagi ke Bandung Barat," katanya.

Dia bercerita, saat pertama kali mengajar pada tahun 1970 hanya mendapat honor dari pemberian guru yang statusnya PNS sebesar Rp 10 ribu per bulan, kemudian dari tahun ke tahun honornya terus naik meskipun hanya sedikit.

"Bayangkan, awalnya honor saya Rp 10 ribu, terus naik lagi jadi 20 ribu per bulan, tidak ada guru yang honornya seperti saya," ucap pria yang hanya memiliki anak angkat ini.

Puluhan tahun, dia hanya mendapat honor sebesar itu tetapi karena tidak ada pekerjaan lagi, Hadjarudin tetap menikmati pekerjaannya, karena harapan ingin menjadi PNS pada tahun 1988 gagal setelah terganjal masalah persyaratan.

"Kalau enggak punya 'orang dalam' susah. Teman yang seangkatan saya ada yang bisa lulus tes lewat orang dalam, ada yang jadi kepala sekolah ada juga pengawas, tapi saya ikhlas mengajar," katanya.

Hari demi hari dilalui Hadjarudin sebagai guru honorer dengan penuh kesabaran, hingga akhirnya dia pernah diganjar penghargaan guru daerah terpencil (Gurdacil) oleh pemerintah setempat dan mendapat uang 'kadeudeuh' sebesar Rp 1,7 juta.

"Dapat Rp 1,7 juta cuma satu kali, setelah itu honor naik bertahap, tapi sampai sekarang honor saya hanya Rp 350 per bulan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)," ujar Hadjarudin.

Dengan honor guru honorer Rp 350 ribu per bulan pada zaman sekarang tentunya itu jauh dari kata cukup, tetapi dia tetap bertahan dan sampai saat ini belum ada niat untuk pensiun.

Untuk menutupi kekurangan uang honor dari mengajar, dia mengandalkan uang tambahan dari hasil bertani, sehingga kebutuhan sehari-harinya bisa tetap terpenuhi.

"Kebutuhan dicukup-cukupkan saja karena sekarang hanya ada anak angkat, kalau istri sudah gak ada (meninggal dunia) dari dua tahun lalu," katanya.

Hingga saat ini, Hadjarudin masih tetap semangat untuk mengajar meskipun hanya mendapat honor pas-pasan, tetapi dia belum bisa memastikan kapan akan pensiun sebagai guru honorer.

Hingga saat ini, Hadjarudin masih tetap semangat untuk mengajar meskipun hanya mendapat honor pas-pasan, tetapi dia belum bisa memastikan kapan akan pensiun sebagai guru honorer.

"Kalau untuk berhenti sekarang belum terpikirkan, saya masih fokus ingin mengajar anak-anak," ujar Hadjarudin.

Hadjarudin Jadi Panutan Guru yang Berstatus PNS Hingga Diumrohkan oleh Bupati Bandung Barat

Selama mengabdi di SDN Babakan Sirna, Hadjarudin sudah dianggap sebagai guru senior dan menjadi panutan para PNS karena selama ini ia memiliki tekad yang kuat untuk mencerdaskan anak didiknya.

Kepala Sekolah SDN Babakan Sirna, Dadang Hikmat Subagia mengatakan, hingga saat ini Hadjarudin masih tetap bersemangat untuk mengajar meskipun hanya berstatus non PNS dan mendapat honor yang sangat kecil.

"Pak Hadjarudin ini merupakan guru honorer panutan dan senior yang patut ditiru. Beliau kami anggap sebagai sesepuh, orang tua kami, sehingga beliau masih dibutuhkan karena kami kekurangan tenaga pendidik," kata Dadang.

Meski begitu, kata Dadang, pihaknya tidak melarang apabila Hadjarudin sewaktu-waktu ingin berhenti atau pensiun, mengingat saat ini usianya sudah tidak muda lagi, sehingga pihaknya juga tidak memaksa dia untuk tetap mengajar di sekolahnya.

"Beliau pegang kelas karena di sekolah ini ada guru honor yang pindah. Bahkan, di sekolah kami tidak ada guru khusus PJOK, sehingga untuk mata pelajaran olahraga harus diemban oleh guru kelas," ucapnya.

Pengabdian luar biasa Hadjarudin, akhirnya tercium oleh Pemkab Bandung Barat hingga akhirnya ia mendapat perhatian khusus dan diberi penghargaan oleh Bupati Bandung Barat, Hengky Kurniawan.

Kepala Dinas Pendidikan KBB, Asep Dendih mengatakan, pada awal Februari lalu, Hadjarudin diberangkatkan umrah oleh Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan tepatnya saat peringatan Hari Guru Nasional (HGN) dan ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

"Jadi umroh itu sebagai bentuk apresiasi dari pak bupati, karena untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan PNS, tak memenuhi syarat karena usianya sudah lebih dari 60 tahun," kata Asep, menceritakan kisal lokal bercerita.

Ia mengatakan, sebetulnya jika melihat usianya yang sudah renta, dia harus sudah waktunya berhenti mengabdi.

Tetapi karena di SDN Babakan Sirna kekurangan guru, maka masih diizinkan untuk mengabdi, apalagi ia juga masih ingin tetap mengajar.

"Waktu itu beliau juga diberi uang karena dari sisi gaji kan hanya bisa dapat dari dana BOS, jadi kita gak bisa memberi lebih, karena ada aturannya," ucapnya.

Kisah Hadjarudin guru yang mengajar di pelosok desa di Kabupaten Bandung Barat, mencari kisah inspiratif yang layak bagi warga di sana, untuk mengatakan " aku lokal aku bangga ".

Baca juga: Cianjur Masih Kekurangan Guru PNS, Ajukan Penambahan 750 Tenaga PPPK, Terbanyak untuk Guru

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved