Anak Ridwan Kamil Hilang

Cerita Kelahiran Anak Sulung Ridwan Kamil, Lahir di RS Khusus Warga Miskin di Amerika 

Emmeril Kahn Mumtadz, putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dilahirkan di New York, Amerika Serikat, pada 25 Juni 1999.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Hermawan Aksan
Instagram @ataliapraratya
Keluarga Ridwan Kamil saat momen Lebaran 2022. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id M Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID - Emmeril Kahn Mumtadz, putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dilahirkan di New York, Amerika Serikat, pada 25 Juni 1999.

Kisah kelahirannya kerap diceritakan Ridwan Kamil dalam sejumlah kesempatan.

Termasuk saat Kang Emil menghadiri kegiatan penandatanganan kesepahaman bersama antara Pemprov Jabar dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) ihwal Pelayanan Penyelenggaraan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Asal Jabar, di Gedung Sate, akhir Maret lalu.

Meski di Amerika, kisah Emil, putra sulungnya tidak dilahirkan di rumah sakit besar yang mahal, tapi di sebuah rumah sakit khusus warga miskin karena kondisi karier Ridwan Kamil sebagai arsitek saat itu sedang mengalami keterpurukan.

Baca juga: Sudah 24 Jam Lebih Putra Sulung Ridwan Kamil Belum Ditemukan, Doakan Anak Kami Selamat . . .

"Tahun 1998, setahun setelah jadi pekerja migran Indonesia di sana, saya di-PHK," kenangnya.

"Saat itu ekonomi Indonesia sedang krisis."

"Bayangkan, saya harus dipulangkan ke Indonesia, padahal setahun sebelumnya berangkat dengan bangga, diantar keluarga satu bus, dadah-dadah."

"Tapi setahun kemudian harus pulang sebagai orang yang di-PHK."

Saat itu, kata Emil, pilihannya hanya dua, yakni pulang sebagai pecundang atau nekat bekerja di negeri orang walau tanpa jaminan.

Akhirnya, setelah memohon agar visanya tidak dicabut, ia melamar ke sekitar 100 perusahaan di Amerika Serikat.

Namun, dari 100 itu, ia hanya mendapat 5 kali kesempatan wawancara.

Emil mengatakan dua wawancara pertamanya tidak berjalan baik karena pihak perusahaan merendahkan kemampuannya sebagai arsitek dan memandang lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak prospektif.

Pada wawancara di perusahaan ketiga, ia akhirnya bisa diterima setelah percaya diri menyatakan bahwa ia sempat menjadi mentor komputer kepada rekan-rekannya di Indonesia.

Di perusahaan inilah, ia kemudian meniti karier dari bawah sampai menjadi kepercayaan perusahaan.

Ia dipercaya mengerjakan proyek Beijing Finance Street.

Dengan kerja kerasnya, pun sempat merasakan menjadi pekerja berkedudukan tinggi setelah naik jabatan di perusahaan tersebut.

Namun cerita manis ini tak berlangsung seterusnya.

Akibat kelalaian HRD yang lupa mengurus visa kerjanya, karier Ridwan Kamil harus terputus.

Di sinilah ia merasa sangat kesulitan, sendirian, karena saat itu ia tidak memiliki perlindungan sebagai PMI layaknya saat ini.

"Hidup saya tak seindah drama Korea. Saya ganti perusahaan ada empat kali, di perusahaan ketiga di-PHK lagi karena HRD lupa memperpanjang visa saya."

"Bagai disambar geledek di New York. Visa sudah expired, saya tidak bisa ngelawan. Makanya saya sekarang lahirkan Jabar Migrant Service Center supaya PMI lain tidak mengalami hal buruk yang saya alami," kata Emil saat itu.

Saat terkena PHK untuk kedua kalinya, istri tercintanya Atalia Praratya sedang hamil delapan bulan.

Ia dan istrinya tidak bisa segera pulang ke Tanah Air karena wanita hamil berusia delapan bulan tidak dibolehkan naik pesawat.

Ia pun berusaha kembali bekerja di New York walau tanpa visa.

"Di-PHK tidak ada pesangon, tidak ada asuransi, dan biaya melahirkan di Amerika Serikat itu Rp 70 juta, uang dari mana?"

"Yang dilakukan, saya pun akhirnya pernah bekerja tanpa visa, dengan julukan ilegal migran."

"Saya kerjanya tukang ukur bangunan. Dengan gaji UMR, anjlok dari gaji profesional," katanya.

Akhirnya, sang istri melahirkan anak pertamanya, Emmeril Kahn Mumtadz, di rumah sakit khusus warga miskin kota New York, demi mendapatkan jaminan pembiayaan persalinan.

"Pendapatan saya yang di atas UMR itu nanggung. Asuransi tidak punya dan gaji juga tidak cukup untuk membayar biaya persalinan."

"Saya minta gaji saya diturunkan sedikit di bawah UMR supaya masuk ke rumah sakit itu."

"Anak pertama Gubernur Jabar akhirnya lahir dengan status warga miskin kota penerima bansos," katanya.

Baru setelah dua bulan melahirkan anak pertamanya, mereka pun bisa pulang ke Tanah Air.

Itu setelah 4,5 tahun mereka berada di Amerika.

Selama tujuh tahun menjadi PMI sejak 1997 sampai 2004, Emil juga sempat mengadu nasib di Hong Kong.

Ia berada di sana  hampir selama 2,5 tahun.

"Itu jatuh bangun saya sebagai pekerja migran, semua sendiri."

"Saya tidak mau kisah saya ini terulang, makanya kalau ada apa-apa, PMI segera register di Jabar Migrant Service Center," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved