Guru Rudapaksa Santri
Sosok Herri Swantoro, Hakim yang Jatuhkan Vonis Hukuman Mati untuk Guru Jahat Herry Wirawan
Putusan hukuman mati itu merupakan perbaikan dari putusan Pengadilan Negeri Bandung yang sebelumnya memvonis Herry Wirawan hukuman seumur hidup.
TRIBUNJABAR.ID - Sosok Herri Swantoro, hakim yang menjatuhkan vonis hukuman mati untuk Herry wirawan, guru ngaji yang rudapaksa 13 santriwati.
Herry Wirawan kini mendapat vonis hukuman mati dari Pengadilan Tinggi Bandung (PT Bandung), Jawa Barat.
Putusan vonis hukuman mati tersebut diacakan dalam sidang yang digelar di PT Bandung, Senin (4/4/2022).
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum."
Baca juga: Herry Wirawan Kini Divonis Hukuman Mati, Kriminolog Sebut Masih Bisa Lolos Lewat Tahap Ini
"Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim PT Bandung, Herri Swantoro sebagaimana dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022), dikutip dari Tribun-Jabar.id.
Putusan itu merupakan perbaikan dari putusan Pengadilan Negeri Bandung yang sebelumnya memvonis Herry Wirawan hukuman seumur hidup.
"Menetapkan terdakwa tetap ditahan," katanya.
Profil Herri Swantoro
Mengutip situs penerbit Rayyana Komunikasindo, Dr. Herri Swantoro, S.H., M.H., lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 September 1959.
Ia merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1983.
Kemudian, di tahun 2003, Herri meraih gelar S2-nya di Universitas Krisnadwipayana.
Lalu, pada 2017, ia lulus program Doktoral di Universitas Padjajaran, sebagaimana diberitakan badilum.mahkamahagung.go.id.
Herri memulai kariernya sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Surabaya pada 1984.
Setelah itu, ia berturut-turut menjadi hakim di PN Sungai Liat, PN Cibadak, PN Pontianak, PN Tangerang, PN Denpasar, dan PN Jakarta Pusat.
Kariernya terus melesat hingga dipromosikan menjadi Ketua PN Muara Enim, Wakil Ketua dan Ketua PN Sleman, Ketua PN Tangerang, serta Ketua PN Jakarta Selatan.
Di tahun 2011, ia dipromosikan menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, lalu di PT Jakarta.
Lalu, pada 2014, ia dilantik menjadi Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung.
Saat ini, Herri menjabat sebagai Ketua PT Bandung.
Dikutip dari situs pt-bandung.go.id, ia dilantik menjadi Ketua PT Bandung pada 22 September 2021, di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Ketua PT Surabaya menggantikan Abdul Kadir, sebagaimana dilansir pt-surabaya.go.id.
Selama ini, Herri juga aktif menulis.
Baca juga: BERITA POPULER: Herry Wirawan Masih Bisa Lolos dari Hukuman Mati, Tergantung Dia dan Advokat
Ia telah menulis tiga buku berjudul Bunga Rampai Hukum dan Administrasi Peradilan Umum, Hukum Perseroan Terbatas dan Ancaman Pailit, serta Dilema Eksekusi.
Untuk buku Dilema Eksekusi yang terbit 2018, ditulis sebagai bentuk pengalaman Herri selama berkarier lebih dari 35 tahun di PN, PT, dan Dirjen Badilum.
Jejak Kasus Herry Wirawan
Diketahui, kasus kejahatan Herry Wirawan membetot perhatian publik sejak akhir tahun lalu.
Pasalnya, apa yang dilakukan Herry Wirawan sangat di luar batas nalar manusia.
Ia mrudapaksa belasan santriwati di boarding school miliknya di Cibiru, Bandung.
Semua korban pemerkosaan Herry Wirawan merupakan santriwati yang masih di bawah umur.
Rata-rata berusia 13 sampai 17 tahun.
Fakta di persidangan menyebutkan, Herry Wirawan memperkosa para korban di beberapa tempat, yakni di yayasan pesantren, hotel, hingga apartemen.
Aksi bejatnya itu sudah berlangsung selama lima tahun, sejak 2016 sampai 2021.
Dari aksinya, beberapa korban tersebut hamil hingga melahirkan anak.
Total ada sembilan bayi yang lahir dari hasil perbuatan Herry Wirawan.
Bayi-bayi tersebut rupanya digunakan Herry Wirawan sebagai alat untuk meminta sumbangan.
Kejinya, ia melabeli bayi tersebut sebagai bayi yatim piatu.
Belum cukup dengan perbuatannya, Herry Wirawan ternyata melakukan penyelewengan dana saat mengelola sekolah berasramanya.
Ia disebut mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan hak dari para santriwati.
Baca juga: INI Alasan Hakim PT Bandung Vonis Herry Wirawan Hukuman Mati, Jadi Contoh Bagi Orang Lain
Tak hanya itu, boarding school yang diasuh Herry Wirawan disebut menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, tidak jelas penggunaannya seperti apa.
Ironisnya lagi, Herry Wirawan juga mempekerjakan santriwatinya sebagai kuli bangunan selama proses pembangunan pesantren.
Sejumlah santriwati disuruh bekerja seperti mengecat atau mendirikan tembok.
Kejahatan lain yang dilakukan Herry Wirawan berdasar penuturan korban adalah menjadikan santriwati sebagai mesin uang.
Setiap hari, Herry Wirawan menyuruh para santriwati membuat proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren mereka.
Tugas membuat proposal tersebut dibagi di antara santriwati. Ada yang bertugas mengetik dan membereskan proposal untuk menggalang dana.
Sejumlah perbuatan Herry Wirawan yang di luar batas nalar kemanusiaan itu pun memantik amarah banyak masyarakat.
Banyak yang mengecam, tak sedikit yang meminta agar Herry Wirawan mendapat hukuman setimpal.
Akhirnya, JPU Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati serta hukuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas dan kebiri kimia.
Kemudian Herry Wirawan juga dituntut hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School, dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang.
Saat membacakan pembelaannya, Herry Wirawan sempat meminta majelis hakim agar memperingan hukumannya.
Ia juga telah menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada seluruh korban.
Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil, pernah menyampaikan, Herry Wirawan membacakan nota pembelaannya dengan tenang tanpa berurai air mata.
"Saya lihat tidak (mengeluarkan air mata, red). Dari yang dilihatkan, ya tidak. Masih tenang," katanya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jejak Kasus Herry Wirawan, Pemerkosa Santriwati yang Divonis Hukuman Mati Pengadilan Tinggi Bandung