Raja Tega, Anaknya Sedang Sakit, Sang Ayah Malah Merudapaksa, Korban Kejang-kejang dan Meninggal
Sang bocah itu sampai kejang-kejang saat dirudapaksa sebelum akhirnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
TRIBUNJABAR.ID, SEMARANG - Seorang ayah di Semarang tega merudapaksa anak kandungnya yang masih berusia 8 tahun.
Sang bocah itu sampai kejang-kejang saat dirudapaksa sebelum akhirnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Kasus ini nyaris tak terungkap karena keluarga langsung memakamkan korban.
Untungnya, surat keterangan meninggal tak wajar dari rumah sakit membuat polisi turun tangan sehingga kasus pencabulan ayah pada anak itu terungkap.
Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Kota Semarang meminta Widiyanto (41), pelaku sekaligus seorang ayah yang memperkosa anak kandungnya sendiri hingga tewas, dihukum seberat-beratnya.
Wakil Ketua Komnas PA Kota Semarang Bidang Pemenuhan Hak Anak, Enar Ratriany Assa mengatakan, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku melewati kewarasan.
“Kasus ini benar-benar bejat. Pelaku wajib dihukum seberat-beratnya,” tegas Enar, Senin (21/3/2022), sebagaimana dilansir Kompas.com.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ini terjadi di Kota Semarang.
Pelaku kekerasan seksual yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri WD (41).
Korban NP (8) yang tengah sakit dipaksa berhubungan badan oleh pelaku hingga menyebabkan meninggal dunia.
Enar menilai apa yang dilakukan pelaku sudah tidak bisa ditoleransi
Terlebih korban merupakan anak kandungnya sendiri.
Sehingga diperlukan adanya efek jera.
“Maaf ya, hewan saja, tidak mau jika ada yang menyakiti anaknya. Lah ini malah dijadikan pelampiasan,” ujar Enar.
Menurutnya kasus kekerasan seksual dan predator anak bagaikan fenomena gunung es.
Dari sekian kasus yang terungkap, kata dia pelaku kebanyakan merupakan orang terdekat.
Untuk itu Komnas PA meminta orang tua tidak mudah percaya dan harus lebih memproteksi anaknya.
"Pengawasan memang harus, agar jangan sampai kasus-kasus seperti menimpa korban terulang lagi,” tambahnya.
Kronologi Kasus Terungkap
Diwartakan Tribun Jateng sebelumnya, kasus ini terungkap usai dilakukan pembongkaran makam korban di daerah Genuk pada Sabtu (19/3/2022) malam.
Penyebab tewasnya bocah diketahui setelah adanya surat keterangan dari dokter RS Panti Wilasa yang menyebutkan korban meninggal dunia tidak wajar.
Pada keterangan dokter ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan di kelamin maupun dubur.
Hal tersebut disampaikan oleh Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Donny Lombantoruan saat konfrensi pers di Polrestabes Semarang.
"Dari situlah kemudian kami membuatkan laporan polisi dan saat itu bocah itu sudah dimakamkan," ujarnya, Senin (21/3/2022).
Setelah diketahui korban meninggal tidak wajar, dilakukan pembongkaran makam pada pukul 21.40 di pemakaman Sedayu, Banget Ayu, Genuk.
"Dari situlah baru diketahui bahwa korban meninggal dunia akibat kekerasan seksual," kata Donny.
Selanjutnya pihaknya melakukan penangkapan terhadap pelaku di rumah kos Jalan Kiai Syakir I RT 02/ RW 03.
Pelaku Mengakui Tindakannya
Pelaku mengakui atas tindakan bejatnya tersebut.
"Menurut keterangan pelaku, anaknya sempat kejang setelah melakukan hubungan seksual dengan anaknya," tuturnya.
Donny menuturkan setelah itu pelaku meminta tolong ke tetangganya agar dibawa ke klinik.
Namun klinik meminta bocah itu dibawa ke rumah sakit agar mendapat penanganan.
"Sebelum dibawa ke rumah sakit pelaku sempat membawa korban ke rumah ibunya untuk meminta izin, saat itu ibunya tidak sempat mengecek kondisi korban dan akhirnya dibawa ke RS Panti Wilasa.
"Namun setelah sampai Panti Wilasa, dokter memberikan keterangan bahwa anaknya meninggal dunia," ujar Donny.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, lanjutnya, pelaku mulai tidak bisa menahan syahwatnya ketika sedang tiduran dengan korban.
Saat itu pelaku mulai terbesit untuk melakukan hubungan seksual.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 81 ayat 3 Jo Pasal 76 d Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pelaku diancam dengan hukuman pidana selama 15 tahun penjara.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Rahdyan Trijoko) (Kompas.com/Riska F)