Kisruh, 55 dari 98 Dosen SBM ITB Lakukan Rasionalisasi Pelayanan, Mahasiswa Diminta Belajar Mandiri
Forum Dosen SBM ITB menyatakan melakukan rasionalisasi pelayanan mulai Selasa (8/3/2022), yakni mahasiswa diminta untuk belajar secara mandiri.
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Darajat Arianto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Forum Dosen SBM ITB menyatakan melakukan rasionalisasi pelayanan mulai Selasa (8/3/2022). Hal itu diungkap dari anggota Forum Dosen SBM, Achmad Gazali.
Rasionalisasi pelayanan yang dimaksud, katanya proses belajar mengajar tak dilakukan secara luring maupun daring, sehingga mahasiswa diminta untuk belajar secara mandiri.
Tak hanya itu, FD SBM ITB pun menyatakan tak akan menerima mahasiswa baru sampai sistem normal kembali, menyusul adanya kebijakan Rektor ITB yang tak memungkinkan SBM ITB untuk beroperasi melayani mahasiswa sesuai standar Internasional.
Jajaran Dekanat SBM ITB yang dipimpin oleh Utomo Sarjono bersama wakil bidang akademik, Aurik Gustomo, dan wakil bidang sumber daya, Reza A Nasution telah mengajukan pengunduran diri ke rektor pada 2 Maret 2022.
Perwakilan FD SBM ITB, Jann Hidajat menyimpulkan bahwa hasil pertemuan mereka, antara lain:
1) Rektor ITB tidak lagi mengakui dasar-dasar atau fondasi pendirian SBM ITB yang tertuang dalam SK Rektor ITB Nomor 203/2003. SK ini memberikan wewenang dan tanggung jawab swadana dan swakelola pada SBM ITB sebagai bagian dari ITB, yang selama 18 tahun telah berjalan dan berhasil membawa SBM ITB pada tingkat dunia, dengan diperolehnya akreditasi AACSB. Pencabutan swakelola otomatis telah mematikan roh dan sekaligus meruntuhkan “bangunan” SBM ITB, raison d'etre, alasan kehidupan atau dasar eksistensi SBM ITB sebagai sebuah sekolah yang inovatif dan “gesit/lincah”.
2) Rektor sedang membuat sistem terintegrasi yang seragam (berlaku bagi semua Fakultas/Sekolah di ITB), walaupun faktanya masing-masing Fakultas/Sekolah memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda. Sistem yang dibangun Rektor ITB belum selesai, namun peraturan lama sudah ditutup. Peraturan baru ini menguatkan posisi Rektor sebagai penguasa tunggal dengan sistem yang sentralistis dan hirarkikal – membuat ITB menjadi tidak gesit/lincah.
"Kami mengkritisi kepemimpinan Rektor ITB yang membuat peraturan tanpa dialog dan sosialisasi, tanpa perhatikan dampak pada pihak-pihak terkait, serta tak ikuti prinsip yang diatur dalam statuta ITB, seperti akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, efektivitas, dan efisiensi," katanya.
FD SBM ITB juga, katanya, telah menyampaikan pernyataan sikap yang kepada Rektor pada Senin (6/3/2022), berisikan meminta Rektor ITB berkomunikasi langsung dengan FD SBM ITB. Mereka juga menuntut beberapa hal, seperti dikembalikannya azas swakelola dan dilakukan kaji ulang atas peraturan baru yang dikeluarkan Rektor dengan melibatkan perwakilan Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA) ITB, serta unit terdampak khususnya SBM ITB, sampai ada kesepakatan bersama agar menjamin semua Fakultas/Sekolah di ITB memiliki kemauan dan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Achmad Gazali pun menyebut untuk dosen-dosen yang berkomitmen melakukan rasionalisasi pelayanan ini sekitar 55 orang dosen dari 98 dosen full time.
Mahasiswa S2 SBM ITB semester akhir, Rizqi Ayunda Pratama saat dihubungi memberikan tanggapan terkait kisruh ini. Awal mula, Rizqi menceritakan alasan dirinya bergabung dengan SBM ITB.
"Saya awalnya mengikuti program experiencing strategic leadership program di SBM ITB selama tiga bulan oada 2019 sebagai program dari Kementerian BUMN. Dan saya merasakan atmosfer belajar yang sangat intensif dan up to date dengan perkembangan bisnis juga teknologi," katanya, Rabu (9/3/2022).
Dia pun mengaku sangat yakin jika SBM ITB dapat membantunya meraih karier yang lebih baik ke depannya. Sehingga, pada 2021, dia mengambil program ASEAN MBA ITB dan USM dengan biaya sendiri dan mengikuti perkuliahan dengan semangat tinggi.
"Tapi, Jumat lalu saya mendengar kabar atau isu soal eskalasi konflik ini. Terus terang ada rasa kecewa dan demotivasi yang saya rasakan. Karena saya sudah curahkan effort yang tak sedikit untuk kuliah dan belajar dalam waktu bersamaan, waktu keluarga pun saya korbankan lebih dari setahun ini," ujarnya.