Kondisi Terkini Gunung Tangkuban Parahu, Sudah Normal Tapi Wisatawan Jangan Mendekat Kawah Aktif
Badan Geologi pada Kementerian ESDM menyatakan aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu belum mengalami peningkatan signifikan.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Mega Nugraha
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Badan Geologi pada Kementerian ESDM menyatakan aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu belum mengalami peningkatan signifikan.
Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono mengatakan hembusan yang terjadi di Kawah Ecoma beberapa waktu lalu diduga akibat adanya dinamika air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan. Kemudian, terpanaskan dan membentuk akumulasi uap air bertekanan tinggi.
Hal ini menyebabkan terjadi overpressure sementara dan gas keluar berupa hembusan yang cukup kuat melalui zona lemah. Hembusan berwarna putih mengindikasikan bahwa aktivitas ini didominasi oleh uap air.
"Mengacu pada hasil pemantauan visual dan instrumental dan estimasi potensi ancaman bahaya terkini maka tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada pada Level I (Normal)," katanya melalui siaran tertulis, Senin (14/2).
Baca juga: Pedagang di Gunung Tangkuban Parahu Sempat Panik, Lihat Embusan Gas dari Kawah Ratu
Pada Level I (Normal) Badan Geologi rekomendasikan agar masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu, pedagang, wisatawan, dan pendaki, untuk tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan Kawah Upas.
Kemudian, tidak menginap atau berlama-lama berada di dalam kawasan kawah-kawah aktif yang ada di dalam kompleks Gunung Tangkuban Parahu.
Masyarakat, katanya, harus mewaspadai meningkatnya konsentrasi gas vulkanik yang dapat terjadi secara tiba-tiba, yaitu dengan tidak berlama-lama berada di sekitar area kawah aktif Gunung Tangkuban Parahu agar terhindar dari paparan gas yang dapat berdampak bagi kesehatan dan keselamatan jiwa.
Direkomenndasikan juga untuk mewaspadai terjadinya letusan freatik yang dapat terjadi secara tiba-tiba
dan tanpa didahului oleh gejala peningkatan vulkanik yang jelas.
"Masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban {arahu diharap tenang, beraktivitas seperti biasa, tidak terpancing isu-isu tentang letusan Gunung Tangkubanparahu, tetap memperhatikan perkembangan kegiatan Gunung Tangkuban Parahu yang dikeluarkan oleh BPBD setempat dan selalu mengikuti arahan dari BPBD setempat," katanya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), katanya, selalu berkoordinasi dengan Pemprov Jabar dan BPBD Kabupaten Bandung Barat serta BPBD Kabupaten Subang.
Baca juga: Gunung Tangkuban Parahu Tunjukkan Peningkatan Aktivitas, Ini Kata Ahli, Warga Diharap Patuhi Imbauan
Dalam kesempatan tersebut, Badan Geologi pun memaparkan evaluasi tingkat aktivitas Gunung Tangkubanparahu berdasarkan data pengamatan visual dan instrumental pada periode 30 Januari 2022 hingga 13 Februari 2022.
Berdasarkan hasil pengamatan visual pada periode 30 Januari 2022 hingga 13 Februari 2022 menunjukkan asap kawah Ratu berwarna putih dengan intensitas tipis hingga sedang, tinggi umumnya tidak teramati. Angin lemah hingga kencang ke arah utara, timur laut, tenggara, dan selatan.
Pada tanggal 12 Februari 2022 sejak pukul 11:43 WIB teramati hembusan asap berwarna putih dari Kawah Ecoma dengan intensitas tipis hingga kuat dengan tinggi mencapai 100 meter dari dasar kawah, sedangkan pada tanggal 13 Februari 2022 teramati asap berwarna putih dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi asap 20 – 60
meter dari dasar kawah.
Kegempaan Gunung Tangkubanparahu didominasi oleh Gempa Hembusan yang berkaitan dengan aktivitas permukaan. Seismograf merekam juga getaran menerus yang diakibatkan oleh hembusan gas maupun angin/noise.
Energi seismik yang diestimasi berdasarkan perata-rataan nilai amplitudo seismic (Real time Seismic Amplitude Measurements/RSAM) menunjukkan fluktuasi tetapi belum teramati adanya peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan estimasi nilai koherensi seismik Stasiun RTU, pada bulan Februari 2022 menunjukkan adanya penurunan nilai koherensi yang terjadi akibat peningkatan tekanan pada tubuh Gunung Tangkubanparahu. Hal ini mengakibatkan perubahan pada medium seperti terbentuknya rekahan sehingga hembusan asap keluar di Kawah Ecoma.
Pola ini juga teramati sebelum erupsi Juli 2019, saat itu disertai peningkatan kegempaan vulkanik yang signifikan namun pada Februari 2022 ini tidak teramati adanya peningkatan kegempaan. Data pemantauan seismik mengindikasikan belum adanya intrusi magma yang signifikan, peningkatan yang terjadi masih bersifat transien (sementara).
Hasil pengukuran deformasi dengan metode EDM (Electronic Distance Measurement) menunjukkan pola relatif memendek (deflasi) pada jarak miring antara PARK - LRNG, sedangkan pada jarak miring PARK - UPAS datar atau tidak ada perubahan.
Hasil pengukuran deformasi dengan metode tiltmeter berfluktuasi namun relatif mendatar yang mengindikasikan belum adanya perubahan aktivitas yang signifikan. Data pemantauan deformasi
mengindikasikan belum adanya akumulasi tekanan yang signifikan.
Hasil pengukuran temperatur di lereng Kawah Ratu mengalami peningkatan pada tanggal 12 Februari 2022 dan hasil pengukuran suhu tanggal 13 Februari 2022, temperatur kawah kembali menurun. Peningkatan temperatur yang terjadi pada 12 Februari 2022 masih bersifat transien (sementara).
Hasil pengukuran konsentasi gas CO2 relatif stabil, sedangkan konsentrasi gas H2S relatif menurun. Rasio gas C/S pada tanggal 12 Februari 2022 mengalami peningkatan. Hasil pengukuran konsentrasi gas H2S pada tanggal 13 Februari 2022 mulai menunjukkan peningkatan dan rasio gas C/S menurun jika dibandingkan dengan rasio gas C/S tanggal 12 Februari 2022.
Data pemantauan geokimia menunjukkan adanya peningkatan temperatur (sementara) pada sistem bawah permukaan Gunung Tangkuban Parahu, namun peningkatan yang terjadi belum menerus. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi fluida magmatik dalam aktivitas kali ini belum signifikan.