Penjelasan Kemenaker soal JHT Baru Dibayarkan saat Usia 56 Tahun, Akan Buka Dialog Dalam Waktu Dekat

Kemnaker menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan

Editor: Ravianto
TRIBUN JABAR
ANTRE - Seorang peserta BPJS ketenaga Kerjaan menyerahkan arsip kepada petugas BPJS di Kantor Cabang Perintis BPJS Kabupaten Cianjur, Kamis (10/9/2015). Kementerian Ketenagakerjaan (Ketenagakerjaan) memberikan penjelasan terkait polemik Jaminan Hari Tua (JHT) yang dalam Permenaker No. 2/2022, baru akan dibayarkan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun.  

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Ketenagakerjaan) memberikan penjelasan terkait polemik Jaminan Hari Tua (JHT) yang dalam Permenaker No. 2/2022, baru akan dibayarkan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun. 

Kepala Biro Humas Kemnaker, Chairul Fadhly Harahap, menjelaskan setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial untuk para buruh, maka khusus Jaminan Hari Tua (JHT) dikembalikan kepada fungsinya.

Yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya  memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi. 

Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia. 

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). 

Chairul Fadhly Harahap, menjelaskan bahwa JHT berasal  dari akumulasi iuran wajib dan hasil pengembangannya. 

"Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang," kata Chairul dalam keterangannya.

Chairul menjelaskan, meskipun tujuannya untuk perlindungan di hari tua (yaitu memasuki masa pensiun), atau meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT-nya. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila Peserta telah mengikuti program JHT   paling sedikit 10 tahun. 

Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30% dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun. 

Dalam PP tersebut, juga telah ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun. 

"Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," ujarnya. 

Atas dasar tersebut, Kemnaker menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua

Chairul mengatapak pemerintah telah meluncurkan berbagai jenis kebijakan dan program jaminan sosial untuk pekerja dalam menghadapi berbagai resiko, baik saat bekerja maupun saat sudah tidak bekerja. 

Seperti kecelakaan, sakit, meninggal dunia, PHK, hingga situasi usia yang sudah tidak produktif. 

Berbagai jenis jaminan sosial tersebut Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). 

Sedangkan yang terkait dengan pekerja yang mengalami PHK, mereka berhak mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan uang Jaminan Hari Tua

Pemerintah juga meluncurkan program baru sebagai bantalan untuk mereka yang terPHK, yakni Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja, sehingga diharapkan pekerja bisa survive dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru. 

Karena timbulny polemik, Chairul mengatakan pihaknya di Kemnaker akan akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) dalam waktu dekat.

"Sesungguhnya terbitnya Permenaker ini sudah melalui proses dialog dengan stakeholders ketenagakerjaan dan K/L terkait. Walaupun demikian, karena terjadi pro-kontra terhadap terbitnya Permenaker ini, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan SP/SB," ujarnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved