Tanggapi Kericuhan di Desa Wadas Purworejo, Dedi Mulyadi Beri Saran Ini untuk Selesaikan Masalah
Anggota DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan pihaknya siap menjadi fasilitator permasalahan di Desa Wadas.
Penulis: Irvan Maulana | Editor: taufik ismail
Laporan Kontributor Tribun Jabar, Irvan Maulana
TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Kerusuhan terjadi di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, pada Selasa (8/2/2022).
Aparat bersenjata lengkap diketahui mengepung warga yang menolak pertambangan batu andesit. Puluhan orang diamakan oleh aparat.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan pemerintah kabupaten hingga kepala desa setempat untuk memfasilitasi mediasi antara warga dengan aparat.
"Mediasi perlu dilakukan, agar masalah penolakan sebagian masyarakat Desa Wadas, bisa diselesaikan dengan cara yang lebih arif dan bijaksana," ujar Dedi Mulyadi ketika dihubungi, Rabu (9/2/2022).
Dedi Mulyadi menjelaskan, sejak dulu selalu ada satu daerah yang dikorbankan jika terjadi pembangunan di satu daerah di Indonesia.
Namun, setelah pembangunan itu terealisasi, warga daerah yang dikorban justru tidak menikmati hasilnya.
"Penanganan pembangunan yang mengorbankan wilayah sering terjadi di Indonesia. Misalnya, satu daerah dibangun, dan satu daerah diambil sumber alamnya. Namun sering kali daerah yang dikorbankan itu justru tidak menikmati hasilnya," kata dia.
Mengenai permasalahan di Desa Wadas, Dedi menyampaikan beberapa saran untuk pemerintah dan intansi terkait di Jawa Tengah.
"Pertama, warga Wadas harus mendapat kompensasi seimbang dari pembangunan tersebut. Bukan hanya bentuk uang, tetapi juga ruang untuk mereka," katanya.
Dedi Mulyadi meminta, pemerintah juga mengkaji pertimbangan matang untuk pemulihan pascapembangunan.
"Warga harus tahu secara komprehensif, dampak dari pembangunan bendungan dan dampak lingkungan atas pengambilan sumber daya alam berupa batu andesit. Harus ada reklamasi juga bagi warga sekitar," kata Dedi.
Diungkap Dedi, semua rangkaian tersebut bisa dilakukan melalui jalur dialog.
Semua warga, baik yang pro maupun kontra, harus diberi ruang untuk bicara di dalam forum yang difasilitasi pemerintah.
"Harus ada jaminan juga bagi warga terdampak, untuk tetap hidup baik di lingkungannya, karena mereka berkorban demi pembangunan," ujarnya.
Ia menginbau, ruang dialog dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, agar masalah tidak meluas dan tidak menjadi alat politisasi kekuatan lain.
Dedi juga meminta aparat pemerintah, mulai dari gubernur, bupati, camat, hingga kades menjadi mediator terkait permasalahan di Wadas,
"Jangan sampai ada kesan warga menghadapi polisi atau TNI," katanya.
Jika diperlukan untuk memfasilitasi antara petugas dan warga Wadas dengan pihak terlibat, Dedi Mulyadi mengatakan pihaknya di Komisi IV siap mendatangi daerah tersebut.
“Karena ini menyangkut infrastruktur pertanian dan aspek lingkungan di dalamnya. Komisi IV tentu bersedia menjadi fasilitator bagi aparatur dan masyarakat,” ucapnya.
Sebelumnya diketahui, warga Wadas menolak lahannya dibangun bendungan Waduk Bener seluas 124 hektare. Penolakan warga tersebut didasari oleh kekhawatiran warga terhadap penambangan batu andesit untuk material bendungan.
Sebab warga menganggap, penambangan batu andesit dapat merusak mata air, pesawahan, dan perkebunan yang saat ini menjadi sumber penghidupan mereka.
Dilansir dari situs Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Waduk Bener atau Bendungan Bener dibangun untuk mengairi 15.069 hektare sawah.
Proyek tersebut merupakan program pemerintah yang bermaksud menambah jumlah waduk guna mendukung ketahanan pangan.
Waduk Bener dikatakan sebagai salah satu solusi untuk mengurangi debit banjir sebesar 210 meter kubik per detik, waduk juga difungsikan untuk menyuplai air baku sebesar 1,60 meter kubik per detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6 Mega Watt.
Diketahui, kericuhan warga di Wadas bermula dengan adanya petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang sedang mengukur lahan pembebasan proyek Bendungan Bener di wilayah tersebut.
Petugas BPN yang saat itu berjumlah 70 orang itu didampingi 250 aparat gabungan TNI, Polri dan Satpol PP setempat.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Iqbal Alqudusy mengatakan, pihaknya melakukan pendampingan, didasari adanya surat permohonan dari Kementerian PUPR dan BPN untuk pendampingan pengukuran tanah proyek bendungan.
Pihaknya juga mengakui telah mengamankan 23 orang yang kontra terhadap pembangunan Waduk Bener. Mereka diamankan karena melakukan pengancaman kepada warga yang setuju atas pembangunan waduk.
"Adu mulut dan ancaman kepada warga yang pro terjadi, aparat kemudian mengamankan warga yang membawa senjata tajam dan parang ke Polsek Bener," kata Iqbal.
Pihaknya mengaku, pengamanan dilakukan dengan mengedepankan humanisme. Baik yang pro, maupun yang kontrak ditampung dan disalurkan ke lembaga yang berwenang dalam proyek Waduk Bener.
Baca juga: Apa Akar Masalah di Desa Wadas Purworejo di Mana Ratusan Personel Menyerbu Desa, Terkait Bendungan?
