Kearifan Lokal di Kasepuhan Ciptagelar
Pertanian dengan Membaca Langit Ala Warga Kasepuhan Ciptagelar, Teruji Tak Pernah Gagal Panen
Kasepuhan Ciptagelar di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi sudah ada sejak 1368. Mereka pertahankan pertanian dengan membaca langit di rasi bintang
Penulis: M RIZAL JALALUDIN | Editor: Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID,SUKABUMI- Kasepuhan Ciptagelar di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi sudah ada sejak 1368. Usia perkampungan yang pertahankan adat dan tradisi itu sudah 6 abad.
Kasepuhan Ciptagelar menyandarkan kehidupan dan tradisi pada budaya pertanian. Saat panen tiba, larangan memperjual belikan padi berlaku. Tujuannya mengendalikan hawa nafsu atas uang.
"Setelah panen, hasilnya itu disimpan di lumbung padi untuk bekal kehidupan sehari-hari, engga boleh dijualbelikan, jadi ya dari zaman dulu sampai sekarang tetap kebiasaan itu diregenerasikan dari turunan keturunan terus terusan," kata Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, saat berbincang dengan Tribun pada Jumat (14/1/2022).
Abah Ugi Sugriana Rakasiwi merupakan keturunan Abah Anom atau Encup Sucipta yang wafat pada 2007. Sebelum Abah Ugi, Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh almarhum ayahnya.
Baca juga: 654 Tahun Kasepuhan Ciptagelar Pertahankan Tradisi Larangan Jual Padi Untuk Ketahanan Pangan
Sebagai masyarakat agraris yang pertahankan tradisi pertanian, mereka punya ilmu dan teknologi sendiri dalam menanam padi. Salah satunya untuk bibit.
Bibit padi baru bisa dipanen setelah ditanam selama 7 bulan. Padahal, padi pada umumnya sejak ditanam hingga panen memerlukan waktu 3-4 bulan. Abah Ugi mengatakan, hal itu menandakan bibitnya pun bisa bertahan lama.
"Terus lama bibit juga kalau di kota mungkin menanam padi itu 2 sampai 3 bulan udah bisa panen, kalau di Abah ditanam itu masih nunggu sampai 7 bulan baru bisa dipanen, dari lamanya bibit dia sampai berbuah sampai bisa dipanen juga mungkin menunjukka si bibit ini lebih lama daripada yang umumnya mungkin," ucapnya
Baca juga: Ini Sosok Ditha Ana Talia asal Lebak Banten, Istri Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi
Proses penanamannya pun terbilang syarat dengan larangan. Abah Ugi menyebut, penanaman tidak dilakukan sembarangan. Dalam satu kali tanam padi selama satu tahun ini harus memperhatikan waktu yang tepat.
Menurutnya, ada dua tanda atau patok yang harus diperhatikan dalam proses menanam padi. Yakni dengan membaca langit, atau melihat rasi bintang.
Bagi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, saat rasi bintang orion atau rasi bintang kidang tampak di langit malam.
"Penanamannya kita ada pola tersendiri itu diregenerasikan dari zaman dulu, untuk menanam padi itu gak sembarangan waktu, kita besok harus nanam, bisa nanam itu enggak, kita ada patokan ada rasi bintang. Ada dua rasi bintang ada kidang sama kerti. Rasi bintang kidang udah tepat di atas kepala kita, kalau lihat tengah malam itu lurus berarti disitu mulai bisa menanam padi," katanya.
Kemudian rasi bintang kerti atau rasi bintang The Pleiades, orang menyebutnya sebagai bintang Kartika.
"Kalau misalkan kerti, kidang udah gak kelihatan disitu biasanya hama mulai bermunculan, makanya sebelum kidang gak kelihatan harus udah bisa panen seharusnya. Itu dua rasi bintang yang menentukan untuk menanam padi, biasanya dimulai oleh abah dulu terus diikuti warga, kalau panen ya mana aja duluan, kalau menanam harus Abah dulu," kata Abah Ugi.
Dikutip dari ciptagelar.info, dua rasi bintang itu jadi patokan pertanian leluhur yang masih dijalani sebagai tradisi bertani kasepuhan hingga saat ini. Patokan bintang ini disebut dengan istilah Pranata Mangsa, yaitu pola bertani dengan berpatokan pada rasi bintang.
Dengan mengikuti pola bintang ini, mereka mengikuti pola dan siklus alam. Bintang jadi patokan hidup dan kehidupan antara manusia dengan kehidupan lainnya.