Begini Jawaban Ridwan Kamil saat Diminta Buruh untuk Mencontoh Anies Baswedan soal UMK DKI Jakarta

Massa buruh berunjuk rasa meminta Gubernur Jabar Ridwan Kamil merevisi UMK 2022 seperti yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Tribun Jabar / Hilman Kamaludin
Buruh KBB saat bergerak dari Kawasan Batujajar menuju Gedung Sate. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Massa buruh berunjuk rasa meminta Gubernur Jabar Ridwan Kamil merevisi UMK 2022 seperti yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Ridwan Kamil meminta Jabar jangan disamakan dengan Jakarta karena di Jakarta tidak memiliki UMK, berbeda dengan Jabar yang memiliki 27 UMK dan 1 Upah Minimum Provinsi (UMP).

Pada prosesnya, katanya, setiap bupati dan walikota di Jabar mengajukan UMK kepadanya. Kemudian Gubernur Jabar yang diinstruksikan melalui PP 36 hanya bertugas menyetujuinya sesuai peraturan yang berlaku tersebut.

"Jakarta itu enggak ada UMK-nya. Dia tak ada ajuan dari bupati dan wali kotanya. Jadi seorang Gubernur DKI Jakarta bisa mengoreksi. Logika ini dipakai untuk menilai para gubernur yang berbeda dengan DKI Jakarta. Gubernur non-DKi tugasnya hanya tukang pos, menyetempel usulan dari bawah. Kalau usulan dari bawahnya tidak berubah ya tidak ada perubahan," kata Ridwan Kamil di Gedung Sate, Selasa (28/12).

Baca juga: 13 Anak di Bawah Umur Dirudapaksa Bos Miras, Libatkan Mucikari Perdagangan Anak

Ia mengatakan UMK di Jabar tidak akan berubah karena tidak ada bupati dan walikota di Jabar yang mengajukan revisi UMK masing-masing. Semua yang ditetapkannya, kata Gubernur, adalah berdasarkan ajuan bupati dan walikota.

"Jadi Jabar tak berubah karena bupati wali kota tak ada yang mengusulkan revisi sampai detik terakhir. Kalau bertanya seolah ada harapan gubernur merevisi, artinya saya disuruh melanggar aturan," katanya.

UMK, katanya, hanya berlaku bagi pekerja dengan usia kerja di bawah 1 tahun dan ini sekarang di bawah kendali pemerintah pusat. Ia pun memiliki celah untuk menyejahterakan buruh yang bekerja di atas 1 tahun melalui skala upah.

"UMK itu hanya untuk yang baru masuk, jumlah buruh baru masuk cuma 5 persen. Nah saya akan buat aturan untuk yang 95 persen, akan naik. Tapi diskusi ini kan keukeuh, padahal bisa. Tawaran Jabar, UMK-nya ngikut PP 36 untuk yang 5 persen pegawai baru. 95 persennya bisa naik antara 3-5 persen. Nah ini yang kami wacanakan," katanya.

Baca juga: Penabrak Keji Handi dan Salsabila Ditahan di Rutan Canggih, Bakal Dipenjara Seumur Hidup?

Ia mengatakan hal ini sudah disetujui Apindo supaya kenaikan upah bagi pekerja dengan usia kerja di atas satu tahun bisa naik.

"Cara naiknya, saya bikin surat edaran di mana Apindo sudah bikin surat ke Gubernur, bahwa akan patuh untuk penyesuaian upah bagi mereka yang setelah satu tahun bekerja. Karena aturannya tetap harus ada kesepakatan dengan pengusaha," katanya.

Ia mengatakan selalu saja ada dinamika mengenai UMK ini padahal peraturannya pun berubah terus.

"Kenapa beda, ya begitulah politik upah itu carut-marut sejak zaman kapan. Kita mah korban dari proses yang awalnya gak jelas. Jadi tiap tahun kepala daerah dibentur-benturkan," katanya.

Ia mengatakan jika kepala daerah tidak diberi keleluasaan menentukan upah minimum, kenapa tidak langsung saja pemerintah pusat yang tentukan melalui menteri. Jangan lagi meminta usulan dari kabupaten, kota, dan provinsi, jika tidak akan didengar pemerintah pusat.

"Makanya saya bilang kalau daerah tidak boleh ada diskresi lagi, sudah ketok palu saja oleh menteri. Jangan nyuruh bupati ngajuin, jangan nyuruh gubernur stempel berikut gak boleh juga berwacana," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved