Polisi dan Jaksa Lewatkan Satu Hal Penting di Kasus Rudapaksa Santriwati oleh Herry Wirawan

Yudi Kurnia, kuasa hukum 11 santriwati korban rudapaksa oleh Herry Wirawan (36) sebut ada yang luput dalam penyidikan kasus tersebut, yakni perbudakan

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Mega Nugraha
kolase SHUTTERSTOCK/TribunJabar
Herry Wirawan, guru bejat yang rudapaksa santriwati 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Yudi Kurnia, kuasa hukum 11 santriwati korban rudapaksa oleh Herry Wirawan (36) menyebut ada yang luput dalam penyidikan kasus tersebut, yakni perbudakan. 

Selain dirudapaksa, kata dia, korban yang mayoritas masih anak-anak ini juga dipekerjakan untuk membuat proposal yang digunakan pelaku untuk mencari dana bantuan. Santriwati ini selain jadi korban rudapaksa, juga jadi korban perbudakan.

"Eksploitasi anak ini kayanya luput dari penyidikan, karena anak-anak ini dipekerjakan seperti membuat proposal, kan itu bagian tata usaha. Kalau dia sekolah yang benar itu, ada bagiannya dan proposal itu digunakan untuk mencari keuntungan, anak-anak ini kesehariannya lebih banyak untuk kerja-kerja seperti itu, ini sudah masuk eksploitasi anak," ujar Yudi, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (21/12/2021). 

Baca juga: Istri Herry Wirawan Disebut Terlibat Dalam Kasus Rudapaksa 13 Santriwati, Dugaan Kuasa Hukum Korban

Selain itu, kata dia, dalam kasus ini kuat dugaan ada peran serta istri pelaku yang menutupi kelakuan bejat suaminya. 

"Kemudian, istri pelaku ini tahu korban hamil tapi tidak melapor, padahal disekolah dia tahu ada dua anak yang hamil, tapi dia (istrinya) tidak curiga itu dilakukan oleh istrinya," katanya. 

"Ini harus diperkarakan, karena kemungkinan ada sindikat, dia (istrinya) tahu tapi dilakukan pembiaran," ucapnya. 

Selain itu, kata dia, keluarga korban pun meminta agar pelaku dijatuhi hukuman mati atas perbuatan bejatnya. 

"Korban menginginkan pelaku ini dijerat dengan hukuman mati sesuai dengan undang undang perlindungan anak perubahan kedua," ujar Yudi. 

Namun, kata dia, dalam tuntutan jaksa malah menerapkan undang-undang perlindungan anak perubahan kesatu. 

Baca juga: Keluarga Korban Minta Herry Wirawan Dihukum Mati, Namun Jaksa Cuma Beri Tuntutan Penjara Segini

"Dalam perubahan ke satu gak ada hukuman mati atau kebiri. Ancaman 15 tahun dan di dalam pasal 81 ayat 3 ada pemberatan karena pelaku adalah guru sepertiga jadi ancaman hukuman 20 tahun," katanya. 

Ia berharap jaksa penuntut umum mengubah tuntutannya dengan menerapkan undang-undang perubahan kedua yang mengatur kebiri dan hukuman seumur hidup. 

"Mudah-mudahan dalam tuntutan diterapkan itu," ucapnya. 

Sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Herry dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primernya. 

Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

"Terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak, ancamannya pidana 15 tahun. Namun, perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat Riyono.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved