Darurat Kekerasan Seksual Tak Cukup Dorong RUU TPKS Disahkan, ''Sense of Crisis'' DPR Dipertanyakan

Sayangnya, banyaknya kasus kekerasan seksual nampaknya tak cukup mendorong DPR untuk mengesahkan RUU TPKS

Chaerul Umam/Tribunnews.com
ILUSTRASI - Rapat Paripurna DPR RI 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Beberapa waktu belakangan, sejumlah kasus kekerasan seksual mencuat dan menjadi sorotan masyarakata.

Salah satunya adalah kasus Herry Wirawan, guru rudapaksa belasan santriwatinya sendiri hingga hamil dan melahirkan.

Selain itu, sejumlah kasus rudapaksa pun mencuat, membuat banyak kalangan menyebut indonesia darurat kekerasan seksual.

Baca juga: Dampak Kasus Kekerasan Seksual pada Korban, dari Fobia hingga Depresi, Bahkan Dorongan Akhiri Hidup

Sayangnya, banyaknya kasus kekerasan seksual nampaknya tak cukup mendorong DPR untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Harapan korban dan masyarakat agar RUU TPKS ini segera disahkan pun harus pupus.

Dilansir dari Kompas.com, rancangan legislasi itu tidak ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/12/2021).

Rapat Paripurna hanya membahas dua agenda yakni pengesahan RUU Jalan serta pidato penutupan masa sidang oleh Ketua DPR Puan Maharani.

Padahal, draf RUU TPKS telah disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Rabu (9/12/2021) satu pekan sebelumnya.

Tidak adanya pembahasan RUU TPKS memantik protes dari anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Luluk Nur Hamidah.

Dalam interupsinya, Luluk menegaskan pentingnya kehadiran RUU TPKS di tengah situasi darurat kekerasan seksual.

"Saat ini ada ratusan ribu korban kekerasan seksual di luar sana, dan sebagian bahkan ada di gedung ini, benar-benar berharap atas kebijaksanaan pimpinan dan kita semua agar dalam forum yang terhormat ini, kita bisa bersama-sama mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR," ujar Luluk, Kamis.

Luluk pun meminta agar DPR mengutamakan urusan kemanusiaan dibandingkan kepentingan politik jangka pendek.

Baca juga: 4 Pemuda di Cirebon Rudapaksa Anak di Bawah Umur Secara Bergilir, Baru Kenal Seminggu dari Medsos

Ia juga membeberkan sejumlah kasus kekerasan yang sejauh ini terungkap ke publik, antara lain kasus kekerasan seksual yang dilakukan pembimbing agama dan kasus mahasiswi berinisial NW yang bunuh diri akibat eksploitasi seksual.

"Begitu banyak yang sudah menunggu dan menilai bahwa DPR gagal dan tidak memiliki sense of crisis adanya darurat kekerasan seksual. Enough is enough," ujar dia.

"Saya kira kita semua tidak ingin menjadi bagian yang tidak memiliki sense of crisis tersebut," ucap Luluk.

Halaman
123
Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved