Dampak Kasus Kekerasan Seksual pada Korban, dari Fobia hingga Depresi, Bahkan Dorongan Akhiri Hidup
Seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mengalami dampak fisik, psikis, sosial yang bekepanjangan
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak menjadi perhatian masyarakat.
Salah satunya yang terjadi di Pesantren Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School di Cibiru.
Mirisnya, korban rudapaksa pun terjadi di lingkungan pesantren yang dilakukan oleh pemimpin pesantren.
Terdapat 21 jumlah korban dan tentunya mereka mengalami tekanan akan kejadian yang menimpanya.
Baca juga: Herry Wirawan Guru Bejat yang Rudapaksa Santriwati Ternyata Sediakan Basecamp, Ini Fungsinya
Psikiater Rumah Sajit Limijati, Teddy Hidayat Dr Sp KJ, menjelaskan, seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mengalami dampak fisik, psikis, sosial yang bekepanjangan.
Stimulasi seksual dan rudapaksa, kata Teddy, adalah faktor predisposisi terhadap gangguan psikiatrik di kemudian hari; fobia, cemas, tidak berdaya, depresi.
"Hal ini akan menimbulkan rasa malu, bersalah, citra diri buruk, perasaan telah mengalami cedera permanen, pengendalian impuls, merusak, bahkan terjadi bunuh diri," ujar Teddy pada keterangan yang diterima, Senin (13/12/2021).
Ia juga mengungkapkan, kemungkinan yang dapat terjadi akibat kekerasan seksual yaitu kesulitan mempercayai orang lain, cenderung akan menolak hubungan seksual dengan lawan jenis dan lebih memilih hubungan seksual sesama jenis.
Dalam kasus yang dilakukan oleh pemimpin pesantren ini, Teddy mengatakan, pelaku melakukan upaya intimidasi dan sugesti yang ditanamkan dan dipengaruhi.
Baca juga: Kasus Rudapaksa Oknum Guru Pesantren, Ridwan Kamil Minta Publik Empati Pada Psikis Korban
"Dalam penanaman sugesti ini dilakukan terus-menerus, dan korban hidup di lingkungan tertutup atau terisolir selama bertahun–tahun," ucapnya.
Kondisi ini, kata Teddy akan mempengaruhi perkembangan kepribadian dan pemikiran korban kearah patologis, salah satunya disebut “stockholm syndrome”.
Artinya adalah gangguan psikiatrik pada korban penyanderaan yang membuat mereka merasa simpati atau bahkan muncul kasih sayang terhadap pelaku.