12 dari 100 Anak di Jabar Kawin di Bawah Usia 18, Ini Daftar Risiko Buruk Menikah Dini
Menurut Lenny N. Rosalin, banyak dampak buruk yang akan timbul dari perkawinan anak ini, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N. Rosalin, menyoroti masih tingginya angka perkawinan anak di Jawa Barat.
"Sebanyak 12 dari 100 anak-anak di Jawa Barat kawin di bawah usia 18 tahun," ujar Lenny saat ditemui seusai acara perjuangan perempuan di era tatanan kehidupan baru, di kampus Itenas, Jalan PH Mustofa, Kota Bandung, Jumat (17/12/2021).
Menurut Lenny, Kementerian PPPA diberi lima amanah prioritas oleh Presiden Joko Widodo, antara lain memberdayakan perempuan agar menjadi wirausaha yang punya perspektif gender, mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak, mencegah pekerja anak dan perkawinan anak.
Menurut dia, banyak dampak buruk yang akan timbul dari perkawinan anak ini, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
"Terhadap pendidikan, karena mereka pasti ke luar sekolah, wajib belajar tidak akan terpenuhi. Kedua risiko kesehatan bagi ibunya, risiko terburuknya kematian ibu saat melahirkan, karena dia masih anak-anak. Kemudian kanker serviks. Kemudian risiko terhadap anak, kematian bayi dan stunting," katanya.
Gubernur Jawa Barat, kata dia, mencanangkan pada tahun 2023 angka stunting harus nol.
"Tapi kalau angka perkawinan anaknya masih tinggi, ini juga harus diberesin di tingkat hulunya," ucapnya.
Kemudian dampak ke ekonominya, ujar Lenny, anak yang menikah di usia dini paling hanya memiliki ijazah SD dan biasanya bekerja di sektor informal.
"Itulah tiga dampak langsung akibat perkawinan anak di bawah umur," katanya.
Rektor Institut Teknologi Nasional (Itenas) Prof. Melinda Nurbanasari menambahkan, melalui seminar yang digelar Itenas pihaknya berharap dapat menjadi edukasi bagi perempuan.
Menurutnya, saat ini perempuan tidak hanya sebagai ibu atau istri, tapi juga dapat membantu menjadi tulang punggung ekonomu keluarga.
"Dengan kegiatan ini peran perempuan semakin menonjol dan kesetaraan gender juga semakin baik, jadi tidak ada dikotomi cewek-cowok," ujar Melinda.
Dalam kegiatan tersebut, kata dia, hadir pula pameran UMKM di bawah binaan Permodalan Nasional Madani (PNM).
"Ini sangat bagus karena mahasiswa kami dapat belajar wirausaha, tidak hanya berharap bekerja, tapi diharapkan membuka lapangan kerja nantinya," katanya. (*)