Sudah Terdeteksi di Indonesia, Simak 7 Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang Varian Omicron
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan temuan kasus pasien Covid-19 varian Omicron di Indonesia.
TRIBUNJABAR.ID- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan temuan kasus pasien Covid-19 varian Omicron di Indonesia.
Pasien Covid-19 varian Omicron terdeteksi di RS Wisma Atlet yang bertugas sebagai petugas kebersihan. Meski begitu, pasien tersebut tidak mengalami gejala.
Sebelum kamu panik, simak dulu tujuh hal tentang virus corona varian Omicron.
1. Penyintas Berpotensi Tertular Kembali
Studi ilmuwan di Afrika Selatan menemukan bahwa Omicron punya peluang menginfeksi penyintas Covid-19.
Penelitian itu dengan menghadirkan 2.796.982 orang dengan Sars-Cov-2 yang dikonfirmasi laboratorium dengan hasil tes positif 90 hari sebelum 27 November 2021.
Baca juga: Omicron Sudah Ditemukan di Indonesia, Ini Langkah Antisipasi Pemkot Bandung
Dari studi itu, mengidentifikasi 35.670 orang yang dianggap menginfeksi ulang.
"Temuan ini menunjukkan bahwa keunggulan varian Omicron setidaknya sebagian didorong oleh peningkatan kemampuannya dalam menginfeksi individu yang sebelumnya terinfeksi," kata salah satu peneliti Julliet RC Pulliam.
2. Menyebar Cepat
WHO menyebut bahwa Omicron menyebar ke seluruh dunia dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum di Indonesia ditemukan kasus pasien Covid-19 dengan varian Omicron, sebelumnya sudah ada 77 negara yang menemukan varian tersebut.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan ada kemungkinan banyak negara belum mendeteksinya.
Baca juga: Omicron Terdeteksi di Jakarta, Satgas Covid-19 Jabar Ingatkan Daerah Untuk Lebih Ketat Lakukan 3T
3. Tingkat Keparahan
Data awal menunjukkan adanya peningkatan rawat inap di Afrika Selatan. Namun, hal itu mungkin karena meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi, bukan spesifik akibat Omicron.
Kendati demikian, kasus kematian tidak meningkat drastis dan indikator lain seperti rata-rata lama rawat inap di rumah sakit juga tidak menunjukkan peningkatan.
Perlu diingat, semua varian Covid-19 dapat menyebabkan penyakit parah atau kematian, khususnya bagi orang-orang yang paling rentan.
4. Bisa Terdeteksi via Tes PCR
Tes PCR mampu mendeteksi seseorang tertular virus corona dengan varian Omicron.
Studi sedang berlangsung untuk menentukan apakah varian Omicron berdampak pada jenis tes lain, termasuk tes rapid antigen.
5. Vaksin kurang efektif tanpa dosis booster
Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan, tiga vaksin Covid-19 yang digunakan di negara itu kurang protektif terhadap varian Omicron. Studi tersebut dilakukan oleh para peneliti di Rumah Sakit Umum Massachusetts (MGH), Harvard, dan MIT.
6. Apakah lebih ganas dari Varian Delta?
Diketahui, varian Delta saat ini merupakan mutasi Covid-19 yang paling dominan di dunia. Varian ini bahkan menyebabkan lonjakan kasus besar di banyak negara, tak terkecuali Indonesia.
Butuh sekitar dua bulan bagi varian Delta untuk diberi label VoC oleh WHO. Sementara, Omicron telah menerima klasifikasi itu dalam waktu 72 jam setelah terdeteksi.
Kekhawatiran varian baru Omicron adalah tingginya jumlah mutasi yang mencapai 32 pada protein spike. Sebagai perbandingan, varian Delta yang dianggap sangat menular hanya memiliki delapan mutasi.
Meski jumlah mutasi pada protein lonjakan bukanlah indikasi yang tepat tentang betapa berbahayanya varian baru, hal itu menunjukkan bahwa sistem kekebalan manusia mungkin merasa lebih sulit untuk melawan varian baru.
7. Booster Pfizer dan Moderna berikan perlindungan
Dosis booster atau penguat dari vaksin Covid-19 Moderna dan Pfizer kemungkinan menawarkan peningkatan substansial dalam perlindungan terhadap varian Omicrin.
Hal itu diungkapakan oleh Penasihat Medis Utama Presiden Amerika Serikat Dr Anthony Fauci pada Rabu (15/12/2021).
"Pada titik ini, tidak perlu untuk booster yang sangat spesifik dan dirancang khusus untuk melawan Omicron," kata Fauci.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada lonjakan perlindungan setelah pemberian dosis ketiga.
Selain itu, mengindikasikan akan ada terobosan infeksi pada orang sudah divaksin lengkap, tapi belum menerima booster.