Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren Herry Wirawan 21 Orang, Tersebar di 4 Daerah Ini

Santriwati korban rudakpaksa yang dilakukan guru pesantren Herry Wirawan jadi 21 orang, tersebar di berbagai daerah di Jabar.

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Mega Nugraha
Kolase (Istimewa dan Tribunjabar.id/Cipta Permana)
Terungkap nasib miris para santriwati di pesantren yang diasuh Herry Wirawan. Mereka ternyata kerap diminta jadi kuli bangunan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Sidqi Al Ghifari

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Santriwati korban rudakpaksa yang dilakukan guru pesantren Herry Wirawan ternyata tersebar di berbagai daerah di Jabar.

Sebelum peristiwa tersebut muncul ke publik ternyata jumlah santriwati yang menjadi saksi sebanyak 21 orang. Dari jumlah tersebut, 5 orang menjadi saksi, 16 orang lainnya menjadi saksi sekaligus korban. 

Korban berasal dari berbagai daerah seperti Garut, Bandung, Tasikmalaya dan Cimahi. Jumlah korban yang paling banyak berasal dari Kabupaten Garut, 11 orang, 8 diantaranya melahirkan bayi, bahkan ada yang sudah 2 kali melahirkan.

Baca juga: 12 Santri Korban Herry Wirawan Seperti Dirahasiakan, Nurul: Tahu Dari Dulu, Kenapa Tak Diungkap?

Korban secara resmi melapor ke Polda Jabar pada tanggal 18 Mei 2021 dengan nomor laporan LBP/480/V/2021/Jawa Barat.

"Bukan hanya orang Garut ada orang Cimahi, Bandung semuanya ada 21 (5 saksi, 16 saksi korban)," ujar Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari saat jumpa pers, Kamis (9/12/2021) di Kantor P2TP2A Garut.

Aksi bejat Herry Wirawan pertama kali terbongkar oleh orangtua santriwati yang merasa curiga dengan adanya perubahan dari cara berjalan korban.

Saat ini korban sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bandung. Keluarga korban berharap pelaku bisa dihukum maksimal hukuman mati dan kebiri.

Beberapa korban saat ini kondisinya perlahan mulai membaik, namun beberapa diantaranya masih ada yang depresi hingga enggan untuk kembali bersekolah.

Baca juga: Santriwati Garut korban Herry Wirawan Tiap Hari Disuruh Bikin Proposal, Duitnya Dipakai ke Hotel

Aksi bejat Herry Wirawan dalam merudapaksa santrinya diungkap oleh pengacara korban.

Pelaku ternyata punya cara untuk meluluhkan korban dengan cara membisikkan sesuatu ke telinga korban saat hendak diajak melakukan perbuatan haram.

"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau. Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai Tribunjabar.id, Jumat (10/12/2021) di Kantor LBH Serikat Petani Pasundan.

Yudi menuturkan bisikan tersebutlah yang membuat korban menjadi mau untuk melayani pelaku. Bisikan tersebut juga menurutnya dilakukan secara dekat ke telinga korban.

Hingga kini isi bisikan yang disampaikan kepada korban masih menjadi misteri.

"Korban juga seakan tidak mau melaporkan perbuatan pelaku ke orangtuanya, padahal dia setiap tahun pulang kampung," ucapnya.

Kasusnya Seperti Dirahasiakan

"Buat saya kasus ini sangat memalukan, karena kesannya seperti ditutup-tutupi padahal perbuatan ini sudah terjadi sejak lama, dan sudah diketahui sejak beberapa bulan lalu, tapi baru ramainya sekarang ini," kata Nurul Arifin, Anggota DPR RI Arifin di Bandung, Jumat (10/11/2021).

Ia murka melihat kasus itu sudah terjadi sejak 2016 dan yang lebih mengenaskan, pemerkosaan santriwati itu dilakukan secara berulang.

Baca juga: Santriwati Bandung yang Diperkosa Herry Wirawan Jadi Kuli Bangunan: Disuruh Nembok sampai Ngecat

"Kemudian tidak ada penyesalan dalam diri pelakunya, sehingga perbuatan itu dilakukan berulang-ulang dengan jumlah korban yang terus bertambah," ujarnya.

Nurul Arifin mengutuk keras perbuatan tersebut dan meminta aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi vonis hukuman seberat-beratnya. Apalagi korban kejahatan kemanusiaan tersebut adalah anak-anak di bawah umur dan juga anak didiknya pelaku.

"Hukuman seberat-beratnya harus diberikan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pelaku. Ancaman hukuman 15 tahun bagi pelaku kejahatan asusila yang diatur dalam KUHP masih sangat kurang, apalagi ini korbannya banyak juga masih di bawah umur dan mencoreng kelembagaan pondok pesantren. Jadi menurut saya ini sangat keterlaluan," ucapnya.

Nurul menambahkan, dalam menangani kasus kejahatan kemanusiaan seperti ini, aparat penegak hukum maupun pemerintah, seharusnya tidak terkesan memberikan perlindungan bagi pelaku kejahatan.

Dugaan tersebut mengingat, kasus baru diungkapkan ke publik setelah proses persidangan pelaku berjalan selama beberapa kali.

"Ini kan kelihatannya ada upaya untuk tidak memblow up kasus tersebut ke publik. Maka ketika kasus tersebut terekspos di masyarakat, kita semua kaget dan menyesal mengapa tidak dari dulu. Memang, sepertinya harus di ributin dulu baru mendapat perhatian dari semua pihak," ujarnya.

Istri Ridwan Kamil Sudah Tahu Sejak Mei

Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Jabar, Atalia Praratya, istri Ridwan Kamil ternyata sudah tahu sejak Mei kasus tersebut. Pihaknya turun langsung mendatangi keluarga dan korban untuk memberikan dukungan moral dan psikologis.

"Saya dengan P2TP2A sudah mengetahui kejadian ini sejak Mei lalu. Bahkan saya datang sendiri datang memberi semangat, ngobrol langsung dengan para korban. Saat itu, ada 20-an orang yang ada di rumah aman kami," tuturnya di Bandung, Kamis (9/12/2021).

Istri Gubernur Jabar Ridwan Kamil tersebut mengatakan sejak kasus terungkap, Pemprov Jabar sudah memberikan pendampingan maksimal bagi para korban.

"Semua sudah mendapat penanganan dari tim kita dan pemda setempat. Mereka sedang trauma healing," kata Atalia.

Dengan adanya kasus tersebut, Atalia berharap para orangtua bisa lebih teliti dalam memilih sekolah dan memberikan edukasi tentang pelecehan dan kekerasan seksual.

"Bayangkan, orangtua menyekolahkan anaknya dengan harapan anaknya mendapat pendidikan yang baik. Orangtua harus jeli memilih sekolah juga, kalau pesantren tidak boleh ada lintas gender di ruang privat. Karena katanya pelaku punya akses sendiri ke kamar korban. Jadi harus dipantau," katanya.

Ia meminta pelaku kekerasan seksual terhadap belasan santri di Bandung ini mendapat hukuman berat. Sebab, tindakan tersebut sangat tidak manusiawi dan mencoreng lembaga pendidikan di Jawa Barat.

"Ini bejat sekali ya. Dia harus diberi hukuman berat agar jadi contoh bagi siapapun," kata Atalia Praratya.

Polda Jabar Akui Sengaja Tak Ekspose Kasus Itu

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Erdi A Chaniago mengakui tidak ekspose kasus pemerkosaan 12 santriwati oleh Herry Wirawan guru pesantren di Bandung

"Saat itu kami sengaja tidak merilis atau mengekspos kasus tersebut kepada media," ujar Kombes Pol Erdi A Chaniago di Mapolres Tasikmalaya, Kamis (/12/2021).

Pertimbangan polisi karena khawatir ada dampak negatif psikologis maupun sosial kepada para korban.

"Namun begitu penanganan kasus tersebut terus berjalan dan terbukti saat ini memasuki masa persidangan," ujar Erdi.

Setelah kasusnya P 21 (berkas lengkap) barulah kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.

"Jadi sekali lagi kenapa tidak kami rilis, karena demi pertimbangan kemanusiaan. Menghindari dampak psikologis dan sosial terhadap para korban," kata Erdi. 

Kombes Pol Erdi mengungkapkan, kasus tersebut mencuat Mei 2021 menyusul adanya pengaduan dugaan pemerkosaan oleh guru pesantren bernama Herry Wirawan 12 santriwati.

Dari hasil penyelidikan terungkap kasus tersebut sampai mengakibatkan sejumlah korban hamil sebelum kasusnya sendiri dilaporkan.

Amarah Keluarga Korban

11 santriwati asal Garut jadi korban rudapaksa oleh Herry Wiryawan guru ngaji di pesantren di Kota Bandung. Peristiwa rudapaksa itu terjadi sejak 2016 dan baru terungkap 2021 setelah dibongkar netizen. 

Dari belasan santriwati yang dirudapaksa, banyak diantaranya yang hamil. Bahkan sudah ada yang hamil dua kali.

Keluarga korban, AN (34) mengatakan bersyukur kasus rudakpaksa terhadap anaknya berhasil mencuat ke publik. Ia mengaku sudah sejak bulan Juni memperjuangkan hak keadilan bagi korban.

Bahkan dirinya beberapa bulan yang lalu sempat bertanya-tanya karena kasus tersebut sempat tidak ada kabar.

"Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa kasus ini tidak ada kejelasan tapi sekarang alhamdulillah sudah viral, biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakan seadil-adilnya," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).

Baca juga: Menuju Pilpres 2024, Relawan Anies Baswedan Mulai Bergerak di Cianjur

Dari raut mukanya AN terlihat menyimpan sejuta amarah terhadap pelaku. Bagaimana tidak, guru ngaji yang selama ini ia percayai untuk mendidik adiknya itu ternyata menghancurkan masa depan adik tercintanya.

Ia menyesalkan kasus sebesar ini baru mencuat ke publik, padahal menurutnya sudah enam bulan kasus ini berjalan.

"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama, korban sudah menderita sangat panjang, kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru rame, saya minta keadilan seadil-adilnya," ungkapnya.

AN juga menyoal tentang informasi proses hukum yang jarang ia dapati selama enam bulan terakhir ini.

"Saya warga Garut, tidak punya kenalan siapa-siapa di Bandung, mau nanya soal proses hukum juga ke siapa, saya tidak pernah tau perkembangan terkini," ucapnya.

Dibongkar Netizen

Kasus ini sendiri ternyata tidak diungkap polisi yang menangkap dan memeriksa kasus ini dan pula tidak diungkap

Penelusuran Tribun, kasus ini diungkap oleh netizen dalam unggahannya Awalnya, kasus ini diungkap netizen Facebook di akun Mary Silvita.Pada 4 November, dia mengunggah postingan soal awal mula kasus itu terungkap.

"Berawal dari aduan orangtua korban ke anggota dewan PSI Kota Bandung bro Yoel Yosaphat bahwa putra putri mereka telah jadi korban pedofil hingga melahirkan," tulis Mary Silvata.

Sejak 4 November 2021, meski sudah diungggah di media sosial, nyatanya belum viral. Baru pada 7 Desember 2021, kasus itu kemudian viral di Twitter.

Penelusuran Tribun, akun @nongandah sempat jadi pertama mengungkap kasus tersebut lewat unggahanya pada 7 Desember 2021.

Postingan yang mengungkap kasus guru ngaji cabul (Capture)
"Teman2, saya mau ngetwit yg serius.Ini cerita yg sedih bgt ttg kekerasan seksual di bandung yg dilakukan o/ pengasuh pesantren.kebetulan skrg saya msh di bandung. Saya menulis ini dg gemetar krn marah & sedih bgt. Sedih bgt krn membayangkan para korban,' cuitnya.

Kasus ini tidak diungkap polisi atau jaksa juga diakui oleh akun tersebut.

"Sebenarnya kasusnya tuh udh masuk pengadilan, sis @mary_silvita & @psikotabandun tadi siang baru mengikuti sidangnya. Tp kalo digoogling soal kasus ini ngga ada satupun beritanya keluar. Makanya yuk kita up kasus ini biar pelakunya dihukum seberat2nya @TsamaraDKI @GunRomli," katanya.

Postingan yang mengungkap kasus guru ngaji cabul (Capture)
Setelah viral di Twitter, kasus ini memudian jadi heboh. Sejumlah media mulai mempertanyakan kasus tersebut salah satunya ke Kejati Jabar. Ternyata memang kasus itu sudah di tahap pengadilan karena sudah disidangkan.

MUI Kota Bandung Ingin Tutupi Aib Korban dan Tutup Perbuatan Buruk di Kasus Ini

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung mengutuk keras perbuatan tersebut. MUI Kota Bandung juga menelusuri kasus tersebut. 

"MUI Kota Bandung memang menemukan adanya kejadian pelecehan seksual pada salah satu lembaga pendidikan yang memakan korban sebanyak 12 santriwati," ujar Sekretaris MUI Kota Bandung, Asep Ahmad Fathurrochman melalui rilis yang diterima Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).

Menurut Asep, dengan adanya peristiwa tersebut, dengan ini pengurus MUI Kota Bandung, memberikan beberapa pernyataan

1. MUI mengutuk keras peristiwa tersebut, karena bukan saja telah menodai ketulusan lembaga pendidikan dalam membina moral anak didiknya, tapi juga telah mengorbankan masa depan sejumlah anak yang menjadi anak asuhannya;

2. Perlu pula dijelaskan bahwa pelaku perbuatan terkutuk itu bukan merupakan bagian dari lembaga MUI, ataupun lembaga keagaman lainnya, termasuk bukan bagian dari lembaga Forum Pondok Pesantren Kota Bandung;

3. MUI juga menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga hukum untuk menangani dan bahkan untuk memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku perbuatan bejat itu;

4. Untuk tidak memperkeruh situasi, perlu pula diklarifikasi bahwa tidak ada pihak manapun yang ikut terlibat memberikan advokasi ataupun bantuan pendampingan lainnya atas peristiwa dimaksud. Pihak berwenang pun dalam hal ini pemerintah telah menyerahkan langsung kepada UPTD-PPA Jawa Barat bersama dengan PPA Polda Jabar untuk ditangani melalui jalur hukum; 

5. Perlu pula menjadi perhatian semua pihak, untuk menjaga ketulusan, kemurnian lembaga pendidikan, dan agar tidak terjadi kembali peristiwa serupa di masa yang akan datang;

6. Selaku bagian dari warga masyarakat, kita perlu ikut terlibat menyelamatkan masa depan anak-anak yang telah menjadi korban perbuatan bejad itu; stop menyebarluaskan berita buruk ini; dan bahkan kita tutup aib perbuatan buruk ini;

7. Karena diduga, bahwa perbuatan bejat ini, salah satunya, diinspirasi oleh beragam tayangan di media khususnya media sosial, maka perlu menjadi perhatian seluruh pihak untuk berhati-hati dalam menayangkan, menyebarluaskan tayangan-tayangan yang tidak

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved