Guru Rudapaksa Santri
Herry Wirawan Tak Banyak Bantah dan Benarkan Perbuatan Bejat di Persidangan, Orang Tua Korban Syok
Kuasa hukum Herry Wirawan (36), Ira Mambo, menyebut kliennya bersikap kooperatif selama menjalani persidangan.
Penulis: Cipta Permana | Editor: Giri
Ada 11 santri berasal dari Garut.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari, mengatakan, asal muasal diketahuinya domisili para korban tersebut berdasarkan hasil koordinasi dengan jajaran Polda Jawa Barat, yang menindaklanjuti laporan dari kepala desa dan para orang tua santri.
"Ada 11 santri perempuan yang menjadi korban dari Garut, namun berasal dari beberapa daerah berbeda, dan berbeda daerah dengan kades yang melaporkan ke P2TP2A Garut. Dari laporan itu diketahui ada yang punya anak (melahirkan) dan ada yang tengah hamil akibat perbuatan pelaku," ujar Diah dalam keterangan tertulis yang diterima TribunJabar.id, Kamis (9/12/2012).
Menurutnya, kasus rudapaksa yang dilakukan terdakwa sudah berlangsung lama, antara 2016 hingga 2021.
Diah menjelaskan pihaknya menerima informasi tersebut pada Juni 2021.
Bahkan pada Juni 2021 itupihaknya menerima laporan dari seorang kepala desa dan orang tua santri terkait adanya dugaan kasus pencabulan terhadap beberapa anak warga desanya yang jadi santri di sebuah pesantren di Bandung.
Sebelumnya, kepala desa sudah melaporkan kasus tersebut ke Polda Jawa Barat.
Saat pihaknya menerima laporan tersebut, sebagian orang tua korban belum mengetahui masalah yang menimpa anaknya.
Kemudian, P2TP2A berinisiatif memanggil para orang tua korban dan diberitahu perihal masalah yang menimpa anak mereka di pesantren oleh tim psikolog.
"Semua orang tua syok begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya. Setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orang tua bisa menerima permasalahan tersebut," ucapnya.
Menurut dia, saat ini para korban sudah kembali ke masyarakat dan tinggal bersama orang tua mereka.
Kendati demikian, pihak P2TP2A tetap melakukan pendampingan.
"Selain pendampingan menghadapi persidangan, P2TP2A juga melakukan pendampingan kesehatan, mengingat, ada korban yang masih menunggu proses melahirkan setelah sebelumnya, satu orang korban juga telah melahirkan dengan fasilitas P2TP2A Garut. Korban yang masih usia sekolah dan bisa kembali bersekolah, bahkan ada yang ingin melanjutkan kuliah," katanya. (*)