LINK Streaming, Hari Ini Sidang Putusan Kasus Valencya yang Dilaporkan Suami Pemabuk

Sidang kasus KDRT dengan terdakwa Valencya yang dilaporkan suami pemabuk akan digelar hari ini, Kamis (2/12/2021) di Pengadilan Negeri Karawang

Penulis: Cikwan Suwandi | Editor: Mega Nugraha
Tribun Jabar / Cikwan Suwandi
Hujan deras di sekitar Pengadilan Negeri Kelas II A Karawang saat Valencya, ibu di Karawang membacakan pembelaan setelah dituntut 1 tahun pidana oleh jaksa Kejari Karawang. 

Ia kemudian mengurai dasar hukum atau alasan dari pencabutan tuntutan tersebut. Syahnan mengatakan, perubahan atau pencabutan tuntutan itu didasarkan pada subjektifitas penuntut umum dan tidak dilandasi pada keadaan objektifitas kehidupan sosial terdakwa.

"Yang kami pandang dari sudut sosiologis dan paikologis dari tekanan atau perbuatan suaminya sendiri mendorong terjadinya pertengkaran dan perselisihan yang berkepanjangan dan berpengaruh pada traumakhitis pada jiwa anak-anak terdakwa," kata Syahnan Tanjung.

Sehingga, karena alasan itu, perkara tersebut langsung diambil alih Jaksa Agung sebagai sebagai perwujudan dari pelaksanaan kewenangan asas “Dominus Litis" sebagai pemilik atau pengendali perkara.

"Dengan konsekuensi bahwa pengendalian kebijakan penuntutan di suatu negara harus dilakukan di satu tangan yakni di bawah kendali Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi," katanya.

Hal itu kata Syahnan diatur di Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan yang menyebutkan:

Jaksa Agung adalah Penuntut Umum Tertinggi”, dan lebih lanjut disebutkan dalam ayat (2) untuk kepentingan penuntutan perkara Jaksa Agung dan jaksa jaksa lainnya dalam lingkungan daerah hukumnya memberi petunjuk-petunjuk, mengkoordinasikan dan mengawasi alat-alat penyidik dengan mengindahkan hierarchie, dan pengawasan disebutkan dalam ayat (3) Jaksa Agung memimpin dan mengawasi para Jaksa dalam melaksanakan tugasnya.

Selain itu, diatur pula di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI soal kewenangan Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum Tertinggi tetap melekat sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1):

"Jaksa Agung adalah pemimpin dan penanggung jawab tertinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan kewenangan kejaksaan, maka Jaksa Agung juga pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam bilang penuntutan",

"Artinya, Jaksa Agung bukan hanya pimpinan tertinggi di institusi kejaksaan melainkan juga pimpinan tertinggi dalam bidang penuntutan di institusi mana pun yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang," kata Syahnan.

Menurut dia, Jaksa Agung juga diberikan hak dalam Undang-Undang Kejaksaan penyampingan perkara atau deponering dalam proses pidana adalah sebagai pengecualian dari azas legalitas demi kepentingan umum.

Setelah mengurai dasar hukum pencabutan tuntutan itu, Syahnan Tanjung juga menyebut program Jaksa Agung terkait penanganan perkara dengan pendekatan restorative justice yang diatur Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pengehentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dalam repliknya, yang semula jaksa Kejari Karawang menyatkan agar Valencya divonis bersalah, di sidang replik, jaksa Kejagung menyatakan Valencya tidak bersalah.

"Penuntut Umum menyatakan unsur-unsur Pasai Dakwaan yang disangkakan kepada Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Meskipun tuntutan bebas demi hukum tidak diatur secara Imitatif dalam KUHAP, namun penuntut umum dapat saja menentukan sikapnya melakukan Penuntutan Bebas Demi Hukum “sebelum” Hakim Memutus Bebas terhadap suatu perkara dan dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dikehendaki dalam Pasai 191 KUHAP," katanya.

Pertama Kalinya Sepanjang Kejagung Berdiri

Penarikan tuntutan dalam perkara Valencya itu pun menjadi sejarah baru untuk hukum di Indonesia.
Pasalnya, penarikan tuntutan ini merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Jaksa Agung.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved