Warga di Kebonwaru Bandung Bantah Sepakat, PT KAI Sebut Tak Ada Putusan yang Larang Penggusuran
Kasus penggusuran warga di lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di Jalan Anyer, Kelurahan Kebonwaru Bandung, warga bantah sepakat dengan pihak PT KA
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Mega Nugraha
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kasus penggusuran warga di lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di Jalan Anyer, Kelurahan Kebonwaru Bandung, warga bantah sepakat dengan pihak PT KAI.
Dindin Nuryadin, salah satu warga mengatakan, hingga saat ini masih ada warga yang belum sepakat dan sedang menempuh jalur hukum lewat gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung.
Baca juga: Cerita Merpati Harga Miliaran, Jaguar Dijual Rp 1,5 M, Rampok Rp 2 M, Pemilik Sempat Tak Bisa Tidur
"Warga di sini itu belum semuanya menyepakati dan menerima, kalau PT KAI mengeksekusi bagi mereka yang sudah menyepakati silakan, tapi bagi mereka yang masih berjuang di Pengadilan jangan dieksekusi, tapi kenyataan di lapangan semuanya dieksekusi dan sekarang sudah diratakan semua, walaupun kita nanti tanggal 2 ada sidang," ujar Dindin, saat dihubungi, Sabtu (20/11/2021).
PT KAI menertibkan 25 rumah di Jalan Anyer dalam Kota Bandung, karena dianggap berdiri di lahan milik negara yang akan digunakan untuk pembangunan Laswi City Heritage.
Dari semua pemilik bangunan rumah di Jalan Anyer dalam, kata Dindin, masih ada warga yang belum setuju.
"Ya, kurang lebih ada 14 rumah yang belum setuju, sekarang sudah diratakan," katanya.
Baca juga: Kisah Warga Majalengka Tak Bisa Disambar Petir Setelah Ucapkan Mantra Sakti Warisan Leluhur
Warga yang belum setuju, kata dia, saat ini sementara ditampung di rumah warga lain dan masjid, sambil menunggu hasil gugatan di Pengadilan Negeri Bandung.
"Sekarang ada yang ditampung sementara di rumah warga sekitar dan di Masjid. Dampaknya banyak sekali, anak-anak belum bisa sekolah, orang tuanya juga belum bisa kembali bekerja," ucapnya.
Respon PT KAI
Humas PT KAI Daop II Bandung, Kuswardoyo mengakui jika masih ada 14 kepala keluarga (KK) pemilik bangunan rumah yang belum sepakat dengan PT KAI.
"Memang betul. Jadi, sampai pelaksanaan itu yang 14 KK belum mendapat uang bongkar dan belum sepakat dengan kami hingga terjadinya penertiban kemarin," ujar Kuswardoyo.
Baca juga: Cerita Merpati Harga Miliaran, Jaguar Dijual Rp 1,5 M, Rampok Rp 2 M, Pemilik Sempat Tak Bisa Tidur
Kuswardoyo mengatakan, pihaknya sudah melakukan penggusuransosialisasi dan mengirim pemberitahuan kepada warga terkait akan dilakukannya bangunan rumah di lahan tersebut, sejak Mei 2021.
"Kami selalu membuka pintu untuk komunikasi, buktinya semua surat pemberitahuan kami tembuskan ke wilayahan setempat, kami juga beberapa kali lakukan mediasi, semua itu kita jalankan prosesnya," katanya.
Dari pengadilan pun, ujar Kuswardoyo, tidak ada satupun keputusan yang melarang PT KAI untuk melakukan penggusuran.
"Terbukti dengan sejumlah aparat kewilayahan dari Polrestabes, TNI, Satpol PP dan Camatnya ikut berada di lokasi. Seandainya itu ilegal, aparat kewilayahan tidak akan ikut dan pasti akan melarang, secara legalnya seperti itu," ucapnya.
Minta Rp 5 Juta
Tarid Ferdiana, kuasa hukum warga RW 04, Kebonwaru, mengatakan ada dua hal yang jadi tuntutan warga dalam gugatannya terhadap PT KAI di Pengadilan Negeri Bandung.
Pertama, kata Tarid, warga menuntut PT KAI menunjukkan bukti-bukti kepemilikan atas lahan yang mereka klaim.
"Kedua, kalau memang terbukti tanah ini milik PT KAI, warga meminta ganti rugi yang layak dan adil," ujar Tarid saat dihubungi melalui telepon, Rabu (13/10/2021).
Uang bongkar yang hanya Rp 200 ribu per meter untuk rumah semipermanen dan Rp 250 ribu per meter untuk rumah permanen yang akan disediakan PT KAI menurut Tarid, dianggap warga jauh dari keadilan.
"Warga dalam gugatannya, meminta satu meternya Rp 5 juta untuk penggantian bangunan. Tapi itu baru pengajuan. Nanti yang memutuskan itu hakim karena sudah masuk pengadilan," ujarnya.
Sejauh ini, kata Tarid, persidangan baru sampai pada pemanggilan para pihak tergugat. Selain PT KAI, gugatan juga ditujukan kepada PT Wika, Pemkot Bandung, Pemprov Jabar, dan BPN.
"Kemarin sidang pertamanya itu 1 September 2021, sidang kedua dijadwalkan 21 Oktober 2021, agendanya masih pemanggilan para pihak karena sidang pertama yang hadir hanya dari Pemkot Bandung," katanya.
Tarid mengatakan, tentu saja ada alasan kenapa warga juga mengugat sejumlah pihak lainnya selain PT KAI. Untuk PT KAI, jelas, karena merekalah yang mengklaim tanah dan berencana membongkar rumah-rumah warga yang berdiri di sana.
PT Wika ikut digugat karena di surat pertama PT KAI mencantumkan nama PT Wika.
"Upaya penggusuran ini terjadi berdasarkan surat tersebut, yang artinya PT KAI bekerja sama dengan PT Wika agar melakukan pembangunan di tanah tersebut," ujar Tarid.
Pemkot Bandung dan Pemprov Jabar ikut digugat terkait perizinan pembangunannya, sementara BPN, kata dia, untuk mempertanyakan tanahnya, apakah tanah itu milik PT KAI atau bukan.
"Makanya BPN juga dijadikan tergugat, karena kita ingin meminta penjelasan kepada BPN apakah tanah ini milik PT KAI atau bukan. Sebab, yang kita lihat dari aplikasi BPN itu, rumah warga itu masuk jalur hijau, dan itu tandanya milik negara tidak ada yang memiliki. Kalau pun itu milik PT KAI, harusnya dimunculkan sertifikatnya," katanya.
Tarid mengatakan, ada 40 kepala keluarga yang menggugat ke Pengadilan Negeri Bandung terkait status kepemilikan lahan di RW 04 Keluragan Kebonwaru ini.
Upaya pembongkaran rumah di lahan yang disengketakan di kawasan itu, ujarnya, akan menjadi pelanggaran hukum jika dilakukan ketika sidang gugatannya di pengadilan masih berjalan.
Dalam wawancara, Senin (11/10), Tarid mengatakan, bagaimana pun PT KAI tak boleh melakukan pembongkaran paksa, kecuali putusan pengadilan inkrah dan PT KAI menjadi pemenang.
"Kita sudah masuk gugatannya 30 Agustus 2021. Pada 21 September sudah sidang pertama, tapi ini pas 4 Oktober sudah ada salah satu rumah penggugat yang ditertibkan secara paksa oleh PT KAI," katanya.