Kemendikbudristek Buat Aturan Soal Penanganan Kekerasan Seksual, Mahasiswi Bandung: Melegalkan Zina
Mahasiswi di Bandung protes dengan aturan PPKS yang diterbitkan Kemendikbudristek.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: taufik ismail
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah mahasiswa di Kota Bandung tidak setuju dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.
Dalam aturan tersebut dituliskan beberapa poin yang dinilai seperti melegalkan perzinahan di lingkungan kampus.
Pada pasal 5, ayat (2) huruf b berbunyi, memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.
Kemudian huruf f: mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.
Lalu pada huruf g: mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.
Selanjutnya huruf h: menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.
Berikutnya huruf l: menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.
Dan huruf m: membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban.
Poin-poin tersebut dianggap melegalkan perzinahan di lingkungan kampus sehingga menimbulkan polemik.
Ai Sani Nuraini (22), mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung mengaku tidak setuju dengan aturan tersebut.
"Di situ kan jelas yang disoroti adalah kata "tanpa persetujuan korban" Jadi, kalau si korban setuju, itu bukan termasuk pelecehan atau kekerasan seksual dong? Dan masalahnya, banyak korban yang dapat ancaman, kan, entah itu diancam dalam hal akademik atau lainnya. Terus apakah ketika korban melaporkan hal ini, ke satgas PPKS apakah bakal jadi ribet enggak sih?" ujar Sani, saat dihubungi, Rabu (10/11/2021).
Sebaiknya, kata dia, aturan tersebut dibuat tanpa ada embel-embel persetujuan korban atau tidak.
"Pasal ini sama saja bilang, ketika korban diam saja, mereka artikan sebagai persetujuan. Padahal, itu mungkin rasa takut, dan bingung," katanya.
Pun demikian dengan Yeyen Yunengsih, mahasiswi tingkat akhir UIN Bandung ini mengatakan, aturan yang dibuat pemerintah seharusnya untuk memberikan rasa aman kepada mahasiswa.
"Sebetulnya yang harus dipertegas dari perguruan tingginya dulu sih, ditambah sekarang ada pasal-pasal Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, bisa menjadi landasan buat kedepannya agar tidak ada lagi pelecehan di lingkungan kampus," ujar Yeyen.
Baca juga: Cerita Seorang Mahasiswa, Harus Lunasi Utang ke Pinjol Ilegal Gara-gara Teman Minta Foto dengan KTP