BPKN RI Sebut Fasilitas Jalan Tol di Indonesia Tidak Aman, Tak Cuma Kondisi Jalan, Tapi Juga Hal Ini

Kasus kecelakaan yang terjadi di sejumlah ruas tol di tanah air selama ini, hampir selalu memakan koban jiwa di setiap insidennya.

Penulis: Cipta Permana | Editor: Siti Fatimah
Istimewa
Ilustrasi- Kecelakaan terjadi di Kabupaten Karawang tepatnya di ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 54 arah Cikampek, Selasa (8/6/2021) dini hari. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kasus kecelakaan yang terjadi di sejumlah ruas tol di tanah air selama ini, hampir selalu memakan koban jiwa di setiap insidennya.

Terbaru, dua kecelakaan tol Cipali dan Tol Nganjuk arah Surabaya pada Kamis (4/11/2021) lalu, menewaskan Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. I Gede Suparta Budisatria serta selebriti Vanessa Angel bersama sang suami.

Wakil Ketua Komisi 2 Bidang Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Firman T. Endipraja mengatakan, kecelakaan di jalan tol selain disebabkan kelalaian manusia, tapi juga kondisi riil jalan tol, seperti ruas tol yang rawan kecelakaan tampaknya dapat diduga ada kesalahan/cacat desain, sehingga jalan tol di Indonesia adalah jalan yang tidak aman terutama untuk kecepatan tinggi.

Baca juga: Waskita Karya Jual Empat Ruas Jalan Tol, Tegaskan Tak Rugi Meski Jual Rp 6,8 Triliun

"Selain faktor manusia yang mendominasi terjadi potensi kecelakaan di jalan tol, tapi juga stuktur aksesnya, karena jalan tol di Indonesia perkerasan jalannya dibuat dari perkerasan kaku yaitu, dengan beton semen yang tidak mempunyai Skid Resistance atau daya cengkeram ban dengan permukaan perkerasan jalan, sehingga hal ini membuat kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi kerap tergelincir saat melakukan pengereman," ujarnya kepada Tribunjabar.id, Senin (8/11/2021). 

Firman yang juga Dosen Hukum Perlindungan Konsumen & Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Pasundan tersebut menilai, dengan melihat fakta tersebut, maka kebijakan jalan tol ini perlu dievaluasi, karena mengisyaratkan masih lemahnya pengawasan dan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi masyarakat di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

Bahkan menurutnya, dalam menentukan penyebab dari setiap musibah kecelakaan di tol Cipularang, antara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan Kementerian PUPR, kerap berbeda pandangan.

Baca juga: Viral Video Emak-emak Menyeberang Jalan Tol dengan Santai, Polisi Masih Cari Identitasnya

Dimana, Kemenhub melihat karena masalah geometrik Tol Cipularang, sedangkan Kemenentrian PUPR melihat lebih kepada perilaku pengemudi seperti adanya truk obesitas, truk yang menyusul dari sebelah kanan dan lain-lain.

Firman menuturkan, kecelakaan di jalan tol yang sudah berungkali terjadi, dinilainya sebagai kegagalan Kemenhub dan Kementerian PUPR, dalam hal upaya pengawasan terhadap pelayanan masyarakat di bidang transportasi, serta pemeliharaan jalan tol.

"Patut diduga ada sistem pengaturan dan pengawasan yang keliru dilakukan oleh Kemenhub, dan minimnya pemeliharaan jalan tol oleh Kemen PUPR sehingga untuk kesekian kalinya terjadi kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa dan materi. Selain itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tampak kinerjanya belum optimal," ucapnya.

Pengguna jalan tol, lanjut Firman, merupakan konsumen yang harus dilindungi hak-haknya, seperti hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan baik yang diatur dalam hukum nasional (UU No.8/1999), maupun internasional (Declaration of Consumer Right dan Resolusi PBB 1985). 

Baca juga: Kecelakaan Maut di Jalan Tol, Tiga Orang Meninggal Saat Terios Pecah Ban dan Terguling Beberapa Kali

Untuk itu yang perlu dilakukan adalah melihat, menguji atau menilai ulang kebijakan terkait jalan tol, termasuk sarana/prasarana atau fasilitas pendukungnya, seperti rambu-rambu, lampu penerangan jalan dan tentunya kualitas jalannya itu sendiri.

"Dari sekian kali terjadi kecelakaan, tentunya masalah pertanggung jawaban hukum belum selesai dan belum pernah diproses secara hukum. Saat ini harus benar-benar dicari penyebab dan sekaligus dicari siapa yang paling betanggungjawab secara hukum (siapa yang lalai dalam menjalankan tugas), terlepas kecelakaan ini sebagai persoalan nasib," ujar Firman.

Oleh karena itu, dalam insiden ini pihak Kemenhub, Kemen PUPR, KNKT, BPJT, PT Jasa Marga dan pihak terkait lainnya bisa dimintai keterangan dan kecelakaan ini berpotensi menjadi masalah pidana bila terbukti ada unsur kelalaian.

Baca juga: Kecelakaan Maut di Jalan Tol, Tiga Orang Meninggal Saat Terios Pecah Ban dan Terguling Beberapa Kali

"Ada beberapa peraturan perundang-undangan berlapis yang dapat dijadikan dasar pertanggungjawaban hukum terkait pengelolaan jalan tol, seperti KUHPdt, KUHPid, UU Pelayanan Publik, UU Ombudsman, UU Lalulintas Angkutan Jalan, UU tentang Jalan, UU tentang Administrasi Pemerintahan, PP tentang Jalan Tol, Putusan Mahkamah Agung No. 354K/Kr/1980 dan putusan No. 205K/Kr/1980. Dua putusan ini menekankan bahwa kesalahan korban tidak menghapus penuntutan terhadap terdakwa," ucapnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka korban atau ahli waris kecelakaan di jalan tol selain berhak mengajukan gugatan gantirugi, juga bisa mengajukan laporan polisi (proses pidana).

"Dengan demikian, sesuai dengan asas praduga tak bersalah, semua yang terkait termasuk lembaga/instansi yang bertangungjawab terhadap keselamatan masyarakat pengguna jalan tol harus dibuktikan di pengadilan bahwa mereka tidak bersalah, atau mereka tidak melakukan kelalaian/kealpaan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang," katanya

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved