Penampungan TKI Ilegal di Cirebon Digerebek, Ijin Operasionalnya Dicabut Sejak 2020
Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, mengatakan, saat ini tersangka kasus itu yang berinisial S (52) telah diamankan untuk diperiksa lebih lan
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Ravianto
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Jajaran Polres Cirebon Kota masih mendalami kasus penggerebekan penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia atau PMI ilegal.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, mengatakan, saat ini tersangka kasus itu yang berinisial S (52) telah diamankan untuk diperiksa lebih lanjut.
Namun, pihaknya masih mendalami apakah para korban menerima tekanan psikis atau pemaksaan saat tinggal di penampungan yang dikelola tersangka.
"Kami masih mengembangkan kasusnya, karena ini praktek perekrutannya ilegal," kata M Fahri Siregar M Fahri Siregar saat konferensi pers di Mapolres Cirebon Kota, Jalan Veteran, Kota Cirebon, Sabtu (30/10/2021).
Ia mengatakan, dari kasus itu pun disinyalir mengakibatkan kerugian negara yang ditimbulkan meski belum bisa dipastikan besaran nominalnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara, PT Akarinka Utama Sejahtera yang dikelola S telah dicabut Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI sejak 2020.
Namun, S tetap merekrut PMI yang hendak bekerja di luar negeri meski seharusnya penyaluran tersebut tidak dapat dilakukan perorangan.
"Penyaluran PMI harus dilakukan badan hukum, sehingga kasus ini termasuk dalam tindak pidana perdagangan orang," ujar M Fahri Siregar.
Menurut dia, pengungkapan kasusnya berawal dari laporan warga sehingga langsung ditindaklanjuti bersama BP2MI dan Disnakertrans Kabupaten Cirebon.
Pihaknya juga mengamankan sejumlah dokumen perusahaan dan menyelamatkan sembilan CPMI yang rencananya diberangkatkan keluar negeri pada bulan depan.
"S dijerat UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia juncto UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan diancam hukuman maksimal 15 Tahun dan atau denda paling banyak Rp 15 miliar," kata M Fahri Siregar.
