Ada Satu Orang Pakai 120 Aplikasi untuk Pinjam Uang, Mengapa Layanan Pinjol Ilegal Merajalela?

literasi keuangan yang tidak baik akan mendorong masyarakat mudah terjerat aplikasi pinjol ilegal.

Editor: Siti Fatimah
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi pinjaman online 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Satuan Tugas (Satgas) Rentenir  Kota Bandung selama tiga tahun terakhir sudah mengatasi 965 kasus, sedangkan yang mengadu dan merasa jadi korban rentenir ada 7.421 orang.

Ketua Harian Satgas Anti Rentenir Kota Bandung, Saji Sonjaya, mengatakan, ada yang mengadu dan tak bisa dibantu karena utangnya ke Pinjol (pinjaman online) sampai 120  aplikasi.

"Jika satu aplikasi pinjam Rp 1 juta  berarti 120 jutaan, belum ditambah bunga nya,  ini yang sulit dibantu, " ujarnya.

Baca juga: Korban Pinjol Ilegal Berjatuhan, Kapolri Minta Anak Buah Lakukan Penanganan Khusus

Saji merasa heran yang memiliki urang kepada 120 aplikasi,  padahal si peminjam ini lulusan Perguruan Tinggi terkenal di Kota Bandung. 

Dikutip dari laman resmi Unpad, layanan pinjaman online (pinjol) menjadi alternatif banyak orang untuk mendapatkan dana secara instan. Namun, jika tidak dibarengi dengan literasi keuangan yang baik, masyarakat akan gampang terjerat aplikasi pinjol illegal.

Menurut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Dr.rer.pol. Hamzah Richi, M.BIT., Ak., literasi keuangan yang tidak baik akan mendorong masyarakat mudah terjerat aplikasi pinjol ilegal.

Baca juga: Ini Siasat Hadapi Pinjol Ilegal yang Main Ancam bila Kamu Telanjur Berutang, Jangan Takut

Apalagi jika hal ini dibarengi dengan sikap yang bijak dalam memanfaatkan dana pinjaman.

“Kecenderungan (masyarakat) yang konsumtif menjadi bumerang bagi peminjam yang cepat silau dengan uang di tangan,” kata Ritchi saat dihubungi Kanal Media Unpad.

Dengan sistem persyaratan yang sangat mudah, aplikasi pinjol terutama ilegal tentu sangat menggoda bagi masyarakat yang membutuhkan dana instan, tetapi tidak dibarengi pengetahuan keuangan yang baik.

Bermodal KTP, dalam waktu yang tidak lama, seseorang dapat langsung menerima dana tunai ke rekening pribadinya.

Ritchi menjelaskan, dengan persyaratan yang gampang, seseorang menjadi lebih mudah untuk membuka pinjaman lagi ke aplikasi lain tatkala ia gagal bayar di aplikasi sebelumnya.

Baca juga: Rentenir dan Pinjol Menjerat Banyak Korban, DPRD Bandung Minta Ini ke Pemerintah

“Tannpa sadar, dia pasti harus menutupi pinjaman sebelumnya dengan pijaman di aplikasi lain yang lebih besar. Sampai pada satu titik dia gak bisa bayar, baru gak berkutik,” jelasnya.

Pinjol Ilegal Bertambah

Pemerintah sendiri sebenarnya telah mengatur dan mengawasi secara ketat pelbagai layanan bisnis pinjol atau yang kerap disebut peer-to-peer lending (P2P Lending) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Tidak hanya memberikan izin, OJK bersama AFTECH dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melakukan pembinaan dan penegakan peraturan terhadap aplikasi pinjol di Indonesia.

Ritchi memaparkan, berdasarkan data OJK per 8 September 2021, penyelenggaraan fintech P2P lending resmi/legal malah berkurang menjadi 107 platform dari semula 149 platform pada akhir 2020.

Hal ini mengindikasikan bahwa perizinan dan pengawasan OJK terhadap bisnis P2P lending semakin ketat.

“Banyak fintech P2PL yang turun kelas dan tidak jadi terdaftar karena tidak kuasa memenuhi kapasitas infrastruktur IT, kesiapan modal, hingga kualitas credit scoring,” imbuh Ritchi.

Baca juga: Warga Purwakarta Tiba-tiba Ditagih Dua Pinjol Disertai Teror, Download Aplikasinya Saja Tidak Pernah

Ada lebih dari 1.500 layanan pinjol belum resmi atau terkategori ilegal.

Penanganannya ditangani langsung Satuan Tugas Waspada Investasi yang dibentuk OJK.

Satgas ini berperan untuk memberantas dan menertibkan pinjol ilegal tersebut.

Bom Waktu

Iming-iming bunga yang rendah, persyaratan mudah, hingga proses pencairan dana yang cepat menjadi alasan mengapa banyak orang tergiur pinjol ilegal.

Padahal, hal tersebut bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu.

Ritchi menganalisis, skema bunga aplikasi pinjol justru lebih membengkak dibandingkan kredit perbankan.

Baca juga: PNS Korban Pinjol Harus Kembalikan 75 Kali Lipat, Awalnya Pinjam Rp 900 Ribu tapi Turun Rp 600 Ribu

OJK sendiri telah menetapkan batas maksimum bunga pinjol tidak boleh lebih dari 0,8 % per hari.

Meski demikian, bunga ini juga relatif lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional.

Jika dihitung secara kasar menggunakan skema bunga maksimum OJK sebesar 0,8% per hari, besaran bunga per bulannya mencapai 24 %.

Artinya, besaran bunga per tahun akan membengkak menjadi 288%.

“Bandingkan dengan kredit bank, misalkan kredit usaha rakyat, itu kisaran 7% per tahun. Di bank lain, mungkin antara 9 sampai 18 persen per tahun,” kata Ritchi.

Lebih lanjut Ritchi mengatakan, dalam jangka pendek, dampak dari pinjol ilegal mungkin tidak terlalu terasa.

Namun, jika diagregasi dan dilihat dalam jangka menengah dan panjang dampaknya akan signifikan.

“Apalagi dengan disertai literasi yang rendah, tingkat konsumtif yang tinggi, dan latar belakang ekonomi menengah ke bawah, akan menjadi bom waktu bagi sektor ekonomi mikro dan masyarakat tingkat menengah sebagai penggerak ekonomi,” kata Ritchi.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved