Sama-sama Korban G30S, Pierre Tendean yang Tegas Takluk ke Ade Irma Suryani, Kerap Temani Bermain
Pierre Tendean adalah ajudan AH Nasution, sedangkan Ade Irma Suryani adalah putri bungsu sang Jenderal. Keduanya menjadi korban G30S/PKI.
Penulis: Widia Lestari | Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
TRIBUNJABAR.ID - Kapten Tendean atau Pierre Tendean dan Ade Irma Suryani adalah korban Gerakan 30 September.
Hidup mereka berakhir tragis gara-gara malam mencekam peristiwa G30S/PKI.
Kala itu, Pierre Tendean yang masih berpangkat Lettu adalah ajudan Jenderal AH Nasution.
Baca juga: Mengenang Kisah Hidup Pierre Tendean, Berkorban Demi Lindungi Jenderal AH Nasution di Malam G30S
Sementara itu, Ade Irma adalah anak bungsu dari AH Nasution yang masih berusia lima tahun.
Semasa hidup, mereka sangat akrab, bahkan kerap bermain bersama.
Seperti yang dimuat dalam artikel Warta Kota berjudul Lettu Pierre Tendean Londo Jowo Ajudan Jendral AH Nasution yang Luluh Sama Ade Irma Suryani, Pierre Tendean memang sangat baik pada Ade Irma.
Ia luluh pada anak kecil, meskipun ia sangat tegas pada kakak Ade Irma.
Pierre Tendean bahkan berani menegur putri sulung atasannya ketahuan menginap di rumah teman atau mencoba belajar menyetir mobil.
Namun, ia justru bersikap lembut kepada Ade Irma Suryani.
Ia bahkan selalu memanjakan Ade Irma. Tak jarang, ia selalu meluangkan waktu bermain bersama.
Ajudan AH Nasution itu selalu menemani putri bungsu atasannya bermain sepeda.
Biasanya, mereka bermain sepeda di halaman belakang rumah.
Namun, kebersamaan mereka pun berujung pahit karena menjadi korban G30S.
Keduanya dapat dikatakan sama-sama menjadi perisai bagi AH Nasution.

Pierre Tendean Ngaku Jadi AH Nasution
Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas.com, saat itu (30/9/1965) Lettu Pierre Tendean biasanya pulang ke Semarang merayakan ulang tahun sang ibu.
Namun, ia menunda kepulangannya karena tugasnya sebagai pengawal Jenderal AH Nasution.
Baca juga: Kata-kata Terakhir Ade Irma Suryani, Putri Kecil AH Nasution Korban G30S, Akhir Hidupnya Memilukan
Ia tengah beristirahat di ruang tamu, di rumah Jenderal AH Nasution, Jalan Teuku Umar Nomor 40, Jakarta Pusat.
Namun, waktu istirahatnya terganggu karena ada keributan.
Lettu Pierre Tendean pun langsung bergegas mencari sumber keributan itu.
Ternyata keributan itu berasal dari segerombol orang.
Disebutkan bahwa orang-orang yang datang ke rumah AH Nasution mengatasnamakan sebagai pasukan Tjakrabirawa.
Mereka pun menodongkan senjata sehingga Lettu Pierre Tendean tak bisa berkutik dan dikepung pasukan itu.
Demi melindungi atasannya, Lettu Pierre Tendean pun menyebut dirinya sebagai Jenderal AH Nasution.
"Saya Jenderal AH Nasution," ujarnya.
Akhirnya, ia yang dikira Jenderal AH Nasution pun langsung diculik.

Pada akhirnya, Lettu Pierre Tendean pun harus gugur di tangan orang-orang yang menyerangnya.
Tubuhnya yang tidak bernyawa diikat kakinya, lalu dimasukkan ke dalam sumur, di Lubang Buaya.
Pada usianya yang masih muda, Lettu Pierre Tendean pun tinggal menjadi kenangan dalam peristiwa mengerikan itu.
Ade Irma Tertembak
Pada peristiwa mencekam Gerakan 30 September atau G30S/PKI, Ade Irma dapat dikatakan menjadi perisai sang ayah yang menjadi sasaran penculikan.
Ia tertembak pasukan bersenjata yang menghujani tembakan di rumahnya.
Punggung anak berusia lima tahun itu ditembus peluru. Ia pun terluka parah dan berlumuran darah.
Melansir dari Kompas.com, Ade Irma Suryani tak menangis meskipun peluru menghujam tubuhnya.
Kala itu, anak kecil itu digendong adik ipar AH Nasution, Mardiah.
Mulanya, Mardiah mencoba menyelematkan keponakannya. Ia menggendong Ade Irma untuk pergi ke kamar lain.
Namun, ia salah membuka pintu sehingga Ade Irma Suryani terkena tembakan.
Ade tetap kuat tidak menangis dan tidak berteriak meskipun tubuhnya tertembak.
Ia bahkan sempat bertatapan dengan sang ayah, sesaat sebelum AH Nasution melarikan diri dari rumah.

Sang jenderal lolos dari pasukan yang mengatasnamakan Tjakrabirawa. Ia melarikan diri melewati dinding pembatas rumahnya.
Setelah malam mencekam itu berlalu, Ade Irma tetap kuat dan tegar meskipun harus terbaring di rumah sakit.
Saat dirawat, ia pun disebut tidak pernah menangis dan tidak pernah mengeluh.
Putri bungsu AH Nasution dirawat di RSPAD Gatot Subroto.
Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas.com, ia menjalani sejumlah operasi akibat luka tembak di malam peristiwa G30S/PKI.
Saat dirawat di rumah sakit, Ade Irma pun sempat menyampaikan kata-kata terakhir kepada sang kakak, Hendrianti Sahara Nasution.
Ia tetap bersikap dewasa meskipun masih anak-anak.
"Kakak jangan nangis, adik sehat," ujar Hendruanti nenirukan ucapan adiknya.
Selain kepada sang kakak, Ade Irma Suryani juga sempat menyampaikan kata-kata terakhir kepada sang ibu, Johana Sunarti Nasution.
Kepada ibunya, ia menanyakan kepada ayahnya menjadi sasaran pada malam mencekam.
Ade Irma Suryani pun tidak selamat. Ia meninggal dunia setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.