Baru Enam Bulan Bertani Strawberry di Lahan Tak Terpakai, Petani Ini Sudah Raup Omzet Puluhan Juta
Berawal dari obrolan santai di sebuah kedai kopi, membuat kehidupan seorang petani bernama Muhammad Roy Yudistira (44) sukses berbisnis strawberry
Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Darajat Arianto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG BARAT - Berawal dari obrolan santai di sebuah kedai kopi, membuat kehidupan seorang petani bernama Muhammad Roy Yudistira (44) sukses berbisnis hingga bisa meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah per bulan.
Pria asal Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) ini sukses bertani menanam strawberry di sebuah lahan mati. Padahal, dia baru seumur jagung menekuni bisnis dan bertani strawberry tersebut.
Roy mengatakan, awalnya dari sebuah obrolan santai bersama temannya di sebuah kedai kopi itu, tercetus topik untuk membuat sebuah tempat ngopi di lahan tidur yang tak terpakai.
"Awalnya karena saya penggemar kopi, tiap hari ngopi bareng ada obrolan nyambung soal pertanian. Tiga bulan lalu, di lahan tidur yang dijadikan tempat ngopi itu saya dan teman mencoba menanam strawberry," ujar Roy di lahan pertaniannya di Lembang, (11/8/2021).
Namun setelah dipanen, kata dia, hasil bisnis tersebut ternyata memang cukup menjanjikan. Padahal, dia hanya menanam 3.200 bibit strawberry yang dibudidayakan di lahan seluas 25 tumbak tersebut, dengan modal sekitar Rp 20 juta.
Ia mengatakan, buah strawberry yang ditanam itu ternyata menghasilkan buah yang bagus hingga memiliki harga jual yang cukup tinggi meskipun saat ini ditengah pandemi Covid-19.
"Waktu itu dijual lewat temen, karena kan ketika itu baru coba-coba. Pas awal-awal itu omzet saya hanya sekitar Rp 300 ribu per hari," katanya.
Setelah dirasa cukup menjanjikan, Roy pun langsung berniat untuk serius dalam menekuni usaha tersebut hingga seiring berjalannya waktu, permintaan pasar pun kian meningkat.
Roy mengatakan, meski saat ini masih pandemi Covid-19 yang diikuti dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat-Level 4, kondisi ini sama sekali tak mempengaruhi bisnisnya itu.
"Tapi sekarang tidak bisa memenuhi permintaan konsumen. Dari 100 persen permintaan, saya baru sanggup memenuhi sekitar 10 persen pasokan strawberry," ucap Roy.
Sehingga untuk memenuhi permintaan itu, ia bekerjasama dengan petani lainnya dengan cara mengajak teman-temannya untuk mengambil hasil panen strawberry tersebut dari petani lain.
"Kita gak bisa memenuhi permintaan kalau dari lahan sendiri," katanya.
Peningkatan bisnis buah strawberry itu, kata dia, otomatis langsung berdampak terhadap peningkatan omzet. Jika dulu awal merintis hanya mendapat omzet Rp 300 per hari, maka sekarang ini omzet yang didapat bisa mencapai puluhan juta per bulan.